Banjir Mengancam Ketahanan Pangan

Sumber:Kompas - 07 Januari 2008
Kategori:Banjir di Luar Jakarta
Jakarta, Kompas - Banjir mengempaskan harapan ratusan ribu petani dan menghancurkan puluhan ribu tanaman padi di sentra-sentra produksi beras utama di Pulau Jawa. Ancaman gangguan ketahanan pangan makin nyata karena bencana ini terjadi di tengah realisasi tanam padi pada musim hujan belum normal.

Sepanjang musim hujan, dari bulan Oktober sampai nulan Desember 2007, yang akan menyumbang produksi beras terbanyak tahun 2008, realisasi tanam padi hanya 3,96 juta hektar (ha) atau lebih rendah 540.000 hektar dibandingkan dengan luas tanam normal 4,5 juta ha.

Keadaan semakin parah karena bencana terjadi di Pulau Jawa yang merupakan pemasok 65 persen produksi beras nasional.

"Yang menjadi kekhawatiran kalau terjadi pergeseran hujan ke Jawa Barat karena hal itu akan menambah luas tanaman padi yang kebanjiran dan gagal panen atau puso," ujar Direktur Jenderal Tanaman Pangan Departemen Pertanian (Deptan) Sutarto Alimoeso, Sabtu (5/1), di Jakarta.

Di wilayah Jawa Timur, hampir semua daerah sentra produksi beras terkena banjir. Sedikitnya 17 kota/kabupaten kebanjiran. Total tanaman padi yang kebanjiran hingga Jumat malam mencapai 42.239 ha dan 23.483 ha dipastikan gagal panen.

Kondisi tak jauh beda menimpa persawahan di Jawa Tengah. Di sana banjir menghancurkan tanaman padi sedikitnya di 16 kota/kabupaten. Wilayah produksi beras di sepanjang pantai utara Jawa Tengah mulai dari Tegal hingga ke Kudus.

Wilayah selatan Jawa Tengah juga tak luput dari amukan banjir. Total tanaman padi yang kebanjiran di Jateng sekitar 35.708 ha dengan 11.916 ha puso.

Gagal panen juga terjadi di Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Provinsi Jambi. Dari 3.000 ha tanaman padi yang kebanjiran, sekitar 800 ha di antaranya puso.

Direktur Perlindungan Tanaman Pangan Departemen Pertanian Ati Wasiati menghitung, sampai Jumat malam lalu sedikitnya 132.043 ha tanaman padi di seluruh Indonesia kebanjiran.

Dari jumlah itu, tanaman padi seluas 42.424 ha dinyatakan puso. Dibandingkan dengan total luas tanam setahun 12,5 juta ha, luasan tanaman padi yang terkena puso tergolong kecil.

Dengan menghitung produktivitas padi rata-rata 4,68 ton per ha gabah kering giling (GKG), setidaknya potensi kehilangan padi sebanyak 198.544 ton GKG atau setara 112.449 ton beras. Apabila harga GKG di tingkat petani Rp 2.600 per kilogram, kerugian petani akibat kegagalan panen mencapai Rp 516 miliar.

Belum akan berakhir

Bencana banjir tampaknya belum akan berhenti. Jawa Barat yang memiliki luas lahan 950.000 ha berpotensi kebanjiran karena hujan Januari-Maret 2008 diperkirakan bergeser ke barat.

Padahal, wilayah Indramayu, Karawang, Bekasi, dan Ciamis merupakan daerah yang rentan terhadap banjir. Daerah-daerah itu kebanjiran tiap kali hujan dan kekeringan saat kemarau.

Tahun lalu saja bencana banjir dan kekeringan di Jabar menyebabkan lebih dari 50.000 ha padi rusak.

Bahkan, Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Jawa Barat mengimbau petani yang daerahnya rentan terendam banjir agar menahan keinginan menanam padi.

Pemerintah memang menargetkan produksi beras tahun ini naik 5 persen dari target produksi tahun lalu sebanyak 58,18 juta ton. Namun, tidak ada jaminan produksi beras bisa beranjak dari hasil tahun 2007 sebanyak 57,05 juta ton GKG atau setara 32,3 juta ton beras, sebagaimana angka ramalan III Badan Pusat Statistik.

Apabila produksi beras 2007 tidak terlampaui dan ditambah hantaman bencana banjir serta tanah longsor yang terus terjadi, Indonesia kembali akan mengalami persoalan serius soal pangan.

Presiden minta amankan

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta, meski saat ini hujan dan banjir terus mengancam, Deptan, Perum Bulog, dan pihak terkait lainnya ikut menjaga keamanan bahan kebutuhan pokok masyarakat, baik dari sisi ketersediaan pangan maupun dari sisi harga yang stabil.

Ketua Umum Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Winarno Tohir meminta pemerintah segera menolong petani. Pertama, mendorong petani melakukan gerakan penanaman kembali. Petani juga harus dibantu permodalan karena mereka kehabisan modal untuk tanam padi pada musim rendeng yang menemui kegagalan.

Kedua, pascabanjir kerap banyak hama pengganggu tanaman yang harus diantisipasi kemunculannya. Hama penggerek batang biasanya marak pascabanjir. Ketiga, tanaman padi dalam kondisi rusak berat sebaiknya direhabilitasi karena bisa menurunkan produksi.

"Bantuan pupuk, benih, dan permodalan mutlak diberikan. Pengucuran kredit ketahanan pangan dan energi untuk membantu permodalan petani dipermudah," katanya.

Dalam jangka menengah, pemerintah harus memperbaiki dan membangun tanggul-tanggul di sepanjang Bengawan Solo agar kejadian serupa tidak terulang. Sementara, untuk jangka panjang, harus ada perbaikan daerah resapan di sepanjang daerah aliran Sungai Bengawan Solo.(MAS/WHO/ENY/ CHE/ITA/RUL/ONI/HAR)



Post Date : 07 Januari 2008