JAKARTA(SI) – Banjir dan genangan air akibat curah hujan yang tinggi masih mengancam wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya.Padahal seharusnya saat ini sudah masuk musim kemarau.
Berdasarkan pantauan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), hujan dengan intensitas sedang dan deras diperkirakan masih akan mengguyur DKI Jakarta, Jawa Barat bagian tengah dan selatan serta Banten bagian selatan.Kepala Sub-Bidang Informasi Publik BMKG Harry Tirto Djatmiko mengatakan, hujan deras terjadi karena pembentukan awan hujan cukup signifikan. Akibatnya, terjadi peningkatan curah hujan yang disebabkan adanya fenomena Lanina, ditambah peningkatan suhu muka laut.
Fenomena Lanina, yaitu pembelokan angin yang terbentuk di Samudera Hinda menuju bagian barat Pulau Jawa dan Sumatera. ”Dari informasi yang kami peroleh fenomena Lanina intensitasnya dari sedang menuju kuat,” kata Harry,kemarin. BMKG memperkirakan Jakarta dan sekitarnya masih akan diguyur hujan ringan,sedang,dan deras hingga beberapa hari ke depan. Bahkan hujan lebat diperkirakan lebih dari tiga jam,meskipun tidak setiap hari. Harry menambahkan, awan hujan lebih cepat terbentuk, karena adanya anomali suhu muka laut sebesar 0,5–1 derajat Celsius dari suhu normalnya 27–28 derajat Celsius.
Dengan begitu suhu muka laut antara 29–31 derajat Celsius. ”Suhu muka laut yang tinggi ini mempercepat penguapan yang membentuk awan hujan,”ujarnya. Dia menjelaskan,pembentukan awan hujan juga dipengaruhi radiasi atau penyinaran matahari.Radiasi menambah daya penguapan sehingga membuat awan hujan semakin melebar. ”Biasanya kalau paginya cerah, sorenya kemungkinan bisa turun hujan lebat,”bebernya. Deputi Gubernur DKI Bidang Tata Ruang dan Lingkungan Hidup DKI Jakarta Ahmad Harijadi menyatakan, banjir yang rutin menyambangi Ibu Kota,salah satunya disebabkan kondisi tanah yang setiap tahun menurun.
Terutama untuk wilayah bagian utara,penurunan tanah bisa mencapai 4–5 cm setiap tahun.”Jika kurun 20 tahun berarti penurunan tanah mencapai 1 meter,”ujarnya. Karena itu yang perlu dilakukan, yaitu melindungi wilayah utara agar lama kelamaan tidak hilang karena abrasi pantai. Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) DKI Jakarta Sarwo Handayani Sarwo mengatakan, bertambahnya jumlah penduduk berarti bertambahnya jumlah rumah dan semakin sempitnya tanah yang terbuka. Kondisi ini menyebabkan daya serap menurun dan semakin banyak air yang masuk ke sungai.
”Resapan air semakin menyusut, akibatnya air masuk ke saluran maupun sungai.Volume air yang mengalir seringkali melebihi kapasitas saluran dan sungai,”ungkapnya. Sementara itu, dalam perbandingan peta citra satelit pada tahun 1992 dan 2009, kawasan terbangun yang semula hanya terfokus di Jakarta kini melebar ke kawasan Bogor,Depok,Tangerang, dan Bekasi.Kawasan penyerap air banyak yang berubah menjadi kawasan terbangun. Di sisi lain,perubahan iklim telah membuat curah hujan semakin deras dan permukaan air laut naik, 4–6 tahun dalam 18 tahun terakhir. Bertambahnya jumlah air di saluran drainase dan hambatan untuk mengalir ke laut meningkatkan risiko banjir.
Sebelumnya, pekan lalu Kodam Jaya bersama unit batalion lain serta unsur sipil membentuk Satuan Tugas Penanggulangan Bencana Banjir. Hal ini sebagai antisipasi menghadapi perubahan cuaca ekstrem di Jakarta dan wilayah lainnya.”Pembentukan satuan tugas ini sebagai langkah mengantisipasi bencana banjir di Jakarta dan sekitarnya,” kata Panglima Kodam Jaya Mayor Jenderal TNI Marciano Norman. Dia melihat wilayah Jakarta dan sekitarnya tengah memasuki suatu musim yang kondisi cuacanya sulit diprediksi.
Bahkan cenderung dapat berubah secara ekstrem.Dan sebagaimana yang terjadi pada tahun tahun sebelumnya,saat curah hujan tinggi bencana banjir sangat berpotensi melanda di Jakarta,Depok, Bekasi, dan Tangerang.Apabila tidak ada langkah antisipasi, dikhawatirkan dapat menimbulkan kerugian materi yang lebih besar. (ahmad baidowi/isfari hikmat)
Post Date : 09 Agustus 2010
|