|
Samarinda – Beberapa sekolah di Samarinda (Kaltim) mulai Selasa (11/11) hari ini, terpaksa diliburkan, baik yang terendam air maupun yang luput dari musibah banjir. Para guru khawatir terjadi musibah yang bisa menimpa para murid saat mereka menuju atau pulang sekolah karena luapan air terus meluas di kota itu. Berdasarkan pantauan SH, kebijakan meliburkan sekolah tersebut terjadi pada sekolah-sekolah di empat kecamatan di Samarinda Utara yang terkena musibah banjir. Kebijakan yang sama juga diberlakukan pada sebagian sekolah di Kecamatan Samarinda Ulu karena banjir meluas ke kawasan itu. Beberapa sekolah di kawasan itu tampak lengang pada pagi hari karena diliburkan. Bahkan, beberapa sekolah di Kecamatan Samarinda Utara dan Samarinda Ulu dinyatakan libur sama sekali karena ruang kelas terendam air dengan kedalaman sekitar 30 cm. "Guru di SD 007 Jl Dr Soetomo Samarinda mengingatkan orang tua murid yang daerahnya terkena banjir agar tidak memaksakan diri (anak mereka-red), untuk pergi ke sekolah. Bahkan, untuk jam pelajaran pagi, beberapa kelas diliburkan," kata Erna, salah satu orang tua murid. Erna menjelaskan meskipun ruangan kelas SD 007 Jl Dr Soetomo tidak terendam banjir, beberapa jalan menuju kawasan itu banjir sehingga dia khawatir akan keselamatan anaknya saat pergi maupun pulang sekolah. Terkait masalah itu, pihak sekolah mengambil kebijakan untuk meliburkan murid pada jam pelajaran pagi, khususnya untuk siswa kelas I sampai III. Tidak hanya sekolah SD, beberapa fakultas di Universitas Mulawarman (Unmul) di Gunung Kelua terpaksa libur karena jalan menuju sejumlah fakultas terendam air, terutama yang berada di bagian lembah bukit di Gunung Kelua itu. Fakultas yang terendam antara lain Fakultas Ekonomi dan Fakultas Ilmu Pendidikan. Banjir di Samarinda terus meluas merambah ke Samarinda Ulu, meskipun hujan tidak mengguyur "kota tepian" itu. Data akhir pekan lalu di Posko Penanggulangan Banjir tercatat, korban banjir sebanyak 6.903 keluarga atau setara dengan 27.612 jiwa (dengan asumsi, satu keluarga minimal terdiri atas empat jiwa, yakni bapak, ibu, dan dua anak). Data awal pekan ini, jumlah korban banjir menjadi 8.545 keluarga atau setara dengan 34.180 jiwa karena meluas ke Samarinda Ulu. Camat Samarinda Ulu Edy Mariansyah membenarkan jika banjir sudah merambah wilayahnya, antara lain Kelurahan Sidodadi yang sebagian besar penduduknya bermukim di sekitaran Bantaran SKM. Di kelurahan itu, tercatat ada 1.896 keluarga di 11 RT yang terendam banjir. Banjir di kota itu juga menimpa Bandara Temindung Samarinda, namun tidak sempat melumpuhkan transportasi udara pada bandara perintis itu karena hanya menimpa ruang tunggu, sedangkan landasan pacu sepanjang 950 meter bebas dari rendaman air. Terisolasi Akibat Banjir Dari Bandung dilaporkan banjir bandang telah melanda puluhan rumah di Kampung Kamasan, Desa Kamasan, Kecamatan Banjaran, Kabupaten Bandung, Senin (10/11) malam. Akibatnya, tiga kampung di Desa Cibeureum, Kecamatan Kertasari, Kabupaten Bandung, terisolasi karena jalan utama mereka tertimbun longsor. ”Longsor ini mulai terjadi sejak Minggu (9/11). Untung longsor ini tidak menimbulkan korban jiwa. Namun, warga terisolasi sehingga tidak bisa beraktivitas,” ujar Engkus, Ketua RT 02 Kampung Kamasan, Kabupaten Bandung. Menurut Engkus, banjir bandang sebenarnya sudah mulai terjadi sejak, Minggu (9/11) malam. Sebelum banjir bandang, hujan deras terus menguyur kampung kami. Awalnya, kata dia, air hujan menggenang hingga setinggi mata kaki. Namun, lama-kelamaan ketinggian hingga satu meter langsung melanda Kampung Kamasan, khususnya di wilayah RW 02. Kondisi serupa terjadi di Provinsi Lampung. Sebanyak tiga kecamatan di Kabupaten Tanggamus, Provinsi Lampung masih terisolasi akibat longsor. Alat berat yang dijanjikan Pemprov Lampung guna membuka akses jalan belum tiba. Ketiga kecamatan tersebut adalah Kecamatan Limau, Cukuh Balak, dan Kelumbayan. Camat Limau Sabaruddin menyatakan, hingga Selasa pagi alat berat belum datang, padahal masyarakat menunggu alat tersebut guna menyingkirkan material longsoran yang tidak bisa disingkirkan warga dengan alat seadanya. ”Kendati begitu sudah ada kendaraan roda empat yang bisa masuk walaupun harus dituntun karena warga dan aparat terus bergotong royong membersihkan jalan dengan peralatan seadanya,” ujarnya. Dana Kesehatan Di bagian lain, dana kesiapsiagaan bencana dan penanganan krisis akibat bencana dari Departemen Kesehatan (Depkes) untuk tahun 2009 hanya sebesar Rp 100 miliar. Jumlah ini sangat minim jika dibandingkan dengan dana bantuan tahun 2008 yang mencapai Rp 500 miliar. ”Pengurangan anggaran ini adalah penyesuaian internal Departemen Kesehatan yang mengikuti kondisi ekonomi negara saat ini,” jelas Kepala Pusat Penanggulangan Krisis Dr Rustam S Pakaya ketika dihubungi SH, Selasa (11/11), di Jakarta. Ia menjelaskan bahwa dana bencana tahun 2008 sebesar Rp 500 miliar sudah terserap 85 persen, dan masih ada sisa. Untuk menghadapi bencana dan dampak bencana dalam dua bulan ke depan, Depkes menyiapkan Rp 10 miliar. ”Alokasi untuk tahun 2009, dari Rp 100 miliar, Rp 85 miliarnya untuk operasional bencana, sisanya untuk anggaran rutin,” katanya. Menurut Rustam, hal ini tidak masalah karena jika terjadi kedaruratan akibat bencana maka pihaknya akan bekerja sama dengan badan usaha milik negara (BUMN) untuk menyediakan kebutuhan obat-obatan, alat kesehatan dan makanan, serta makanan pendamping air susu ibu (MP-ASI). ”Kita akan utang dulu pada BUMN. Ini biasa kita lakukan, yang penting rakyat selamat dari bencana,” lanjutnya. Saat ini partisipasi masyarakat lewat Dewan Kesehatan Rakyat (DKR), Desa Siaga, dan Pemuda Siaga Peduli Bencana (Dasipena) dalam menghadapi kedaruratan akibat bencana sudah cukup tinggi. Partisipasi ini sangat meringankan tugas Departemen Kesehatan. Pemerintah juga terbuka bekerja sama dengan pihak swasta dalam negeri sehingga tidak perlu bantuan asing. (sjafnijal datuk sinaro/saufat endrawan/web warouw/sofyan asnawie/ant) Post Date : 11 November 2008 |