|
LAMONGAN, KOMPAS - Banjir yang semula menenggelamkan Kabupaten Bojonegoro, kini meluas ke Kabupaten Lamongan dan Kabupaten Gresik. Hal itu karena air Bengawan Solo masih terus meluap. Berdasarkan data Satuan Pelaksana Penanggulangan Bencana Kabupaten Lamongan, Rabu (2/1), jumlah rumah yang terendam sebanyak 8.617 unit atau bertambah dua kali lipat dibanding sehari sebelumnya, sekitar 4.000 unit. Sebanyak 34.442 jiwa tercatat menghuni rumah-rumah tersebut. Sebagian besar warga mengungsi karena rumahnya terendam air setinggi atap. Jika pada Selasa lalu rumah terendam berada di 26 desa, maka pada Rabu kemarin menjadi 37 desa. Jumlah desa yang kebanjiran itu tersebar di enam kecamatan, yakni Kecamatan Laren, Babat, Glagah, Karangbinangun, Maduran, dan Karanggeneng. Banjir juga merendam kawasan tambak seluas 470 hektar. Kerugian diperkirakan sebesar Rp 1,37 miliar. Rata-rata, tambak disebari bibit ikan bandeng, nila, mas, serta udang. Selain itu, sebanyak 671 unit usaha industri kecil menengah dilaporkan tak luput dari banjir. Jenis usahanya meliputi bordir, tenun manual, gerabah, dan kopiah. Kerugian material diperkirakan sebesar Rp 3,18 miliar. Kepala Bagian Humas Pemerintah Kabupaten Lamongan Aris Wibawa menyatakan, terus mendistribusikan bantuan, antara lain 26 ton beras dan 405 kilogram (kg) telur. Di Gresik, banjir setidaknya menggenangi 45 desa. Di Kota Bojonegoro, banjir di sejumlah titik jalan mulai surut. Tetapi masih ada jalan yang tergenang hingga setinggi leher orang dewasa. Jalur Kereta Api Cepu-Bojonegoro yang terkena banjir dan tergerus air di lima titik Jumat pekan lalu kini sudah 75 persen diperbaiki. Jika tak kebanjiran lagi akan dioperasikan antara 5-7 Januari. Demikian dikatakan Direktur Utama PT Kereta Api Ronny Wahyudi ketika mengunjungi lokasi, Rabu malam. Ronny mendampingi Direktur Jenderal Perkeretaapian Wendy Aritonang dan anggota Komisi V DPR Djoko Soewindi. Terendam Sekretaris Satuan Koordinasi Pelaksana Penanggulangan Bencana dan Pengungsi (Satkorlak PBP) Jatim Edi Purwinarto, Rabu, mengatakan, kerusakan sawah terluas ada di Bojonegoro, yakni 6.947 hektar. Kerusakan sawah lainnya terjadi di Ponorogo seluas 5.518 hektar, Ngawi (5.500 hektar), Madiun (2.074,5 hektar), Pacitan (1.073,5 hektar). Kerusakan sawah juga melanda Tuban (717 hektar), Magetan (374 hektar), Jombang (546,5 hektar), Tulungagung (79 hektar), Mojokerto (576 hektar), Jember (396 hektar), Trenggalek (164 hektar), Lamongan (528 hektar), dan Gresik (277 hektar). Rumah yang rusak akibat banjir dan longsor, menurut Edi, sedang diinventarisasi. Di Jatim, bencana banjir dan longsor selama seminggu melanda 21 kabupaten/kota dan mengakibatkan 31 orang meninggal dunia. Sebanyak 19 korban meninggal di Ngawi. Empat di antaranya tertimbun longsor, sedangkan sisanya meninggal karena kesehatan memburuk akibat kebanjiran. Di Bojonegoro dilaporkan dua korban meninggal, di Pacitan dua orang meninggal. Sedangkan di Ponorogo ada empat korban meninggal. Di Magetan tercatat dua korban meninggal dan di Trenggalek dua korban meninggal. "Saat ini, wilayah yang masih terendam banjir adalah Kabupaten Ngawi, Tuban, Bojonegoro, Lamongan, dan Gresik," katanya. Dari Wonogiri dilaporkan, berdasarkan data Dinas Pertanian Kabupaten Wonogiri, sebanyak 1.475 hektar sawah terkena dampak banjir dan tanah longsor. Sebanyak 190 hektar sawah puso. Sebagian besar lahan pertanian ini rusak akibat tergerus luapan sungai maupun tertimbun lumpur. Kepala Seksi Rehabilitasi, Pengembangan Lahan dan Perlindungan Tanaman Pangan Dinas Pertanian Kabupaten Wonogiri Tri Luwarso mengatakan, pihaknya tengah mendata kerugian. Diperkirakan setiap hektar menghasilkan 5,3 ton gabah kering panen. Sedimen Meningkat Meningkatnya sedimentasi di Waduk Gajah Mungkur, Wonogiri, Jawa Tengah, menyebabkan kapasitas daya tampung air berkurang dari seharusnya. Penyumbang terbesar sedimentasi di Waduk Gajah Mungkur adalah erosi di daerah aliran sungai Keduang. Menurut peneliti dari Balai Penelitian Kehutanan (BPK) Surakarta Irfan B Pramono beserta Paimin, Sukresno, dan Prapto Suhendro, Rabu (2/1), hasil penelitian yang dilakukan BPK Surakarta tahun 2005 menunjukkan, tingkat erosi di DAS Keduang 95 ton/hektar/tahun atau sekitar 6 milimeter/tahun. Setahun kemudian, erosi meningkat menjadi 105 ton/hektar/tahun atau sekitar 8,5 milimeter/tahun. Padahal outlet DAS Keduang berdekatan dengan outlet Waduk Gajah Mungkur sehingga sebagian besar erosi yang terjadi di wilayah DAS Keduang masuk ke waduk. Tingginya tingkat sedimentasi, antara lain disebabkan penggunaan lahan yang tidak sesuai di daerah hulu atau area tangkapan air. Menurut Direktur Jenderal Sumber Daya Air (SDA) Departemen Pekerjaan Umum Iwan Nursyirwan, Rabu, di Jakarta, Direktorat Jenderal SDA mengalokasikan dana sebesar Rp 60 miliar bagi perbaikan infrastruktur pengairan yang rusak. Perbaikan akan dipusatkan di DAS Bengawan Solo, dan di beberapa lokasi di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Sementara itu, Ketua DPR Agung Laksono meminta pemerintah melakukan percepatan penanganan bencana banjir dan longsor yang menimpa ribuan rumah di sejumlah kota dan kabupaten di Jawa Tengah dan Jawa Timur. "Selama ini, kita ini sudah punya banyak pengalaman menangani bencana. Tidak ada lagi alasan untuk lamban," katanya. Dari sisi anggaran pun, DPR selalu mendorong optimalisasi. (LAS/ACI//INA/GAL/EKI/HEN/RYO/SUT) Post Date : 03 Januari 2008 |