|
Makassar, Kompas - Hujan yang turun berhari-hari di empat provinsi, yakni Sulawesi Selatan, Sumatera Selatan, Jambi dan Lampung menyebabkan ribuan hektare sawah dan perkebunan kakao di provinsi-provinsi tersebut terendam banjir setinggi satu sampai dua meter. Penduduk di kawasan rawan tersebut terpaksa mengungsi ke tempat lebih aman. Jika banjir meluas, dikhawatirkan situasinya akan lebih menyulitkan para petani. Di Sulawesi Selatan, banjir membuat sungai yang melewati sejumlah kawasan di Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan, Rabu (6/4) meluap. Akibatnya, permukiman di dua kecamatan di kabupaten tersebut terendam banjir setinggi antara satu sampai dua meter yang memaksa warga mengungsi ke lokasi yang lebih tinggi. Bahkan, ribuan hektar tanaman kakao yang telah berbuah dipastikan mati akibat terendam air. Rabu kemarin, ketinggian air sebetulnya secara perlahan mulai surut. Tetapi warga masih khawatir karena siang hari hujan turun kembali dan terus menerus mengguyur daerah itu. Menurut informasi, banjir terjadi sejak hujan turun selama tiga hari berturut-turut. Dua sungai yang meluap itu adalah Sungai Rongkong dan Baliase. Repotnya, tanggul di Sungai Rongkong jebol membuat air tak mampu dibendung lagi. Luapan air Sungai Rongkong menerjang lima desa di Kecamatan Baebunta, yaitu Desa Beringin, Beringin Jaya, Lara I, Lembang-lembang, dan Polewali. Sedangkan luapan Sungai Baliase menggenangi delapan desa di Kecamatan Mappadeceng, yaitu Desa Cendana Putih, Cendana Putih I, Cendana Putih II, Kapidi, Benteng, Tara Tallu, Mekar Jaya, Sumber Harum. Walau tidak keluar dari desa-desa mereka, tetapi warga mengungsi ke lokasi lebih tinggi yang tidak tergenang air. Saat ini warga kesulitan mendapatkan air bersih dan air minum. Warga kesulitan memasak karena hampir semua kayu bakar terendam air. Tim Satuan Kordinasi Pelaksana bencana sudah turun ke lokasi. Pemda sudah memberikan bantuan ke dua kecamatan yang tergenang itu, antara lain bantuan berupa beras, mi, air minum. Kami menyiapkan posko di wilayah-wilayah itu," ujar Kepala Kantor Informasi dan Komunikasi Kabupaten Luwu Utara Ritha Ikhsan. Selain menggenangi permukiman warga di 13 desa di dua kecamatan itu, banjir menenggelamkan ribuan hektar tanaman kakao yang sebagian besar telah berbuah. Tim kami tengah melakukan pendataan luas lahan tanaman kakao yang terendam air. Jumlahnya ribuan hektar karena daerah itu merupakan sentra tanaman kakao," ujar Ritha Ikhsan. Sawah terendam Sementara itu, banjir yang melanda wilayah Sumatera Selatan seminggu ini semakin meluas. Hingga Rabu, diperkirakan 2.000 hektar lahan pertanian di beberapa kabupaten di provinsi itu terendam banjir. Jika kondisi itu terus berlangsung, tanaman yang menjadi tumpuan harapan petani itu bisa membusuk dan gagal panen. Menurut Wakil Kepala Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Sumsel Leonardo Hutabarat, sawah yang terendam sebagian besar berada di Kecamatan Pemulutan, Kabupaten Ogan Ilir, Kecamatan Lempuing, Kabupaten Ogan Komering Ilir, dan Kecamatan Sekayu, Kabupaten Musi Banyuasin. "Sawah yang terendam terbanyak di wilayah Ogan Ilir, yaitu 1.000 hektar," katanya. Banjir tersebut merupakan yang kedua di wilayah Sumsel pada tahun 2005. Banjir pertama terjadi pada Januari hingga awal Februari 2005. Musibah itu mengakibatkan 35.469,9 hektar sawah terendam, dan 16.678 hektar di antaranya puso atau gagal panen. Banjir kedua yang terjadi sejak awal April hingga sekarang ini, disebabkan hujan deras yang melanda Sumsel selama beberapa hari berturut-turut. Air Sungai Musi dan Sungai Ogan meluap dan merandam lingkungan di sekitarnya. Pemantauan Kompas di Kecamatan Pemulutan, Ogan Ilir, dan Kecamatan Kertapati, Palembang, menunjukkan, lahan pertanian di dua daerah itu telah berubah menjadi semacam lautan yang luas. Tanaman padi, cabai, atau jenis palawija lain yang ditanam sudah tidak tampak lagi. Sampai sekarang belum dihitung, berapa kerugian yang ditanggung petani akibat banjir tersebut. Sejumlah petani yang tanamanannya ikut terendam banjir, rata-rata rugi sekitar Rp 500.000 hingga Rp 1 juta. Faizal (31), petani asal Desa Pelabuhan Darat, Pemulutan, mengaku rugi sekitar Rp 600.000 akibat 1.500 batang cabai yang baru ditanam dihantam banjir. Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Sumsel berjanji akan membantu petani, dengan memberikan benih padi sekitar 25 kg per hektar dan pupuk sekitar 50 kg per keluarga petani. Gunakan perahu Banyak jalan desa dan gang kampung di Palembang dan Pemulutan yang dipenuhi air setinggi selutut hingga sedada orang dewasa. Transportasi ke beberapa perkampungan hanya bisa dilakukan dengan perahu kecil. Banjir juga telah memasuki merendam ratusan rumah penduduk di daerah itu, dengan kedalaman air dalam rumah sekitar 20 sentimeter hingga setengah meter. Masyarakat korban banjir mengungsikan barang-barang rumah tangga ke rumah famili mereka yang tidak bebanjiran. Sebagian meletakkan barang-barang yang tidak tahan air di atas dipan atau bangku di dalam rumah masing-masing. Hingga Rabu petang, belum ada laporan korban jiwa akibat banjir. Masyarakat yang terbiasa dengan banjir berusaha melakukan aktivitas sehari-hari sebagaimana biasa, dengan mengandalkan perahu kecil untuk alat transportasi. "Sudah lima hari ini rumah saya terendam banjir 30 sentimeter. Ke mana-mana, saya pakai perahu kecil ini," kata Rusli (27), warga Pemulutan. Siang itu dia mencari keong kuning di rawa-rawa, untuk dibuat makanan lele yang dipelihara di keramba. Beberapa kecamatan di Palembang yang terkena banjir sekarang ini antara lain Kertapati, Gandus, Seberang Ulu I, Seberang Ulu II, Plaju, dan Ilir Barat I. Jika hujan turun lagi, rendaman air akan terus meninggi sehingga bisa menyamai banjir Januri lalu. Di forum lain, banjir di Kabupaten Lampung Tengah juga cukup menyulitkan petani. Ribuan warga yang tinggal di enam desa di dua kecamatan di Lampung Tengah terancam rawan pangan menyusul terendamnya 2.500 hektar sawah sejak tiga bulan terakhir. Warga yang tidak mempunyai penghasilan lain selain bertani, terpaksa mengonsumsi tiwul sebagai pengganti beras. Beberapa warga terpaksa mencuri singkong untuk dikonsumsi karena sudah tidak mampu membeli makanan lagi. Saiman (38), petani penggarap dari Desa Gayabaru 3 Kecamatan Seputih Surabaya, kabupaten Lampung Tengah, mengaku tiga bulan terakhir hanya mengonsumsi tiwul dengan lalap daun singkong dan sayur pepaya muda. Saiman yang menanggung hidup istri, tiga anak serta kedua orang tuanya mengaku hanya mampu menyediakan nasi unyuk putrinya yang berusia 1,5 tahun. "Saya tidak tega kalau anak saya yang kecil harus makan tiwul juga. saya bekerja keras agar mampu membeli nasi untuk dia. Sejak banjir, penghasilan saya tidak menentu. Kalau ada yang menyuruh ya saya dapat Rp 4.000 - Rp 5.000 per hari. Tapi kalau lagi sepi bisa menganggur sampai sepuluh hari," kata Saiman yang kini menjadi buruh lepas. Menurut Kepala Kampung Gayabaru 3 Tumino, hujan deras pada pertengahan Januati lalu menjebol tanggul di Desa Mataram Ilir, Kecamatan Seputih Surabaya, Kabupaten Lampung Tengah. Banjir itu merendam sekitar 2.500 hektar sawah Sementara itu di sebagian besar wilayah Kota Jambi dan Kabupaten Muaro Jambi, pada Rabu kemarin ketinggian banjir yang melanda sejak 10 hari lalu mulai surut. Akan tetapi Kecamatan Kumpeh Ulu, Maro Sebo dan Kumpeh Ilir banjir masih bertahan dan terus menggenangi lahan, pekarangan, dan cekungan. Menurut Kepala Bagian Humas Pemerintah Kota Jambi, John Eka Powa, tanaman milik penduduk di wilayahnya yang rusak akibat banjir, meliputi jeruk 40.240 batang, pisang 4.200 batang, rambutan 265 batang, durian 750 batang, dan mangga 70 batang. Keruakan yang diakibatkan banjir, adalah kerusakan ringan sedang dan berat (puso). Di samping itu juga terdapat kerusakan pada tanaman sayuran, seperti kacang panjang, buncis, terong, dan, pare, serta jagung, singkong, dan ubi jalar. Tanaman rempah yang kebanjiran, antara lain kunyit, serei, jahe, laos, kumis kucing, dan sambiloto. Kerugian tanaman di Kabupaten Muaro Jambi belum tercatat, namun dipastikan jauh lebih besar. Pertemuan dua masa Menurut Ahmad Zakir, Kepala Subbidang Informasi Meteorologi Publik Badan Meteorologi dan Geofisika, curah hujan yang tinggi di Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, juga Sulsel, merupakan akibat pertemuan dua masa udara panas dari Australia dan dingin dari daratan Asia. "Sebenarnya hal ini adalah fenomena yang normal terjadi pada masa peralihan musim dari musim hujan ke kemarau atau sebaliknya. Namun, gejala curah hujan yang tinggi di wilayah tersebut cenderung terus menurun," paparnya. Meski demikian, dalam beberapa hari mendatang masih ada peluang terjadi hujan dengan intensitas tinggi dalam waktu singkat."Sementara hujan lebat di Sumatera Selatan dan Jambi disebabkan oleh pengaruh badai tropis Adeline yang muncul perairan sebelah barat daya Sumatera," tambah Zakir. (IRN/IAM/NAT/YUN/SSD) Post Date : 07 April 2005 |