|
Bajawa, Kompas - Puluhan rumah di sejumlah wilayah di Kabupaten Ngada dan Nagekeo di Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur, dilanda banjir. Bencana itu datang, menyusul hujan yang terus mengguyur beberapa hari belakangan ini. Hujan lebat di kawasan itu mengguyur sejak Senin (25/6) malam hingga kemarin sehingga sejumlah lokasi banjir. Dari Kupang dilaporkan, sekitar 2.500 hektar lahan jagung dan kacang-kacangan di Kecamatan Malaka Barat, Kabupaten Belu, kini dilanda banjir akibat meluapnya Sungai Benanain dan Sungai Motabelek. Banjir juga menggenangi sejumlah lokasi di 16 desa berpenduduk 5.124 KK atau 22.190 jiwa itu. Hujan di Ngada dan Nagekeo mengantarkan arus amat kuat dari ketinggian atau lereng gunung sehingga sungai-sungai meluap. Selain banjir, juga terjadi longsor di sejumlah titik sehingga merusak rumah penduduk. Sejauh ini tidak ada korban jiwa. Di Ngada, serangan banjir paling ganas menerjang Desa Boba dan Golewa. Sementara di Kabupaten Nagekeo, serangan banjir menimpa Mauponggo dan Keo Tengah. Genangan air mencapai pinggang orang dewasa. Kepala Bidang Kesiagaan Badan Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat (Bakesbanglinmas) Kabupaten Ngada Lorens Lowa, yang dihubungi dari Ende, Rabu (27/6), mengatakan, warga ada yang mengungsi dan sebagian sudah kembali. "Untuk wilayah Mauponggo dan Keo Tengah, sejak siang air sudah mulai surut karena hujan sudah mereda," ujar Lorens Lowa. Dari data Bakesbanglinmas Ngada, rumah warga yang terkena banjir 72 unit, yaitu 39 di Golewa dan 33 di Mauponggo. Banjir juga melenyapkan ratusan ayam dan bebek serta beberapa sapi dan kerbau. Sejumlah ruas jalan kabupaten terputus akibat longsoran. Jalan yang terputus adalah jalur Raja (Boawae)-Maunori (Keo Tengah), Malanuza-Wogowela (Golewa), dan jalur provinsi Malanuza-Maumbawa (Golewa). Putus total Sementara itu, akses jalan Ende-Maumere terputus total karena ada longsor besar di Nunggi Loo, sekitar 60 km arah timur Kota Ende. Alur lalu lintas dipindah melalui Jopu tembus ke Moni. Alat berat baru bekerja sore hari karena hujan terus. Camat Malaka Barat Remigius Asa saat dihubungi dari Kupang mengatakan, 2.500 ha lahan pertanian yang tergenang adalah olahan musim tanam kedua tahun ini. Musim tanam pertama seluas 25.000 ha juga terendam banjir, Februari lalu. Banjir juga menggenangi 1.200 sumur warga, yang baru selesai dikuras tiga pekan lalu setelah digenangi lumpur banjir Februari. Biayanya hampir Rp 1 miliar. Pemkab Belu telah mendatangkan satu tangki air ke lokasi yang sulit dijangkau. Pemerintah provinsi telah memberi bantuan berupa mi instan dan beras. Gelombang tinggi di Bali Sementara itu, Badan Meteorologi dan Geofisika Wilayah III Denpasar memperkirakan, akan terjadi gelombang setinggi 3-5 meter di Samudra Hindia selatan Bali dan Laut Bali, dengan kecepatan angin 29-47 km per jam, Rabu (27/6)-Jumat (29/6). Kepala BMG Wilayah III Denpasar Widodo Sulistyo di Denpasar kemarin menyatakan, peluang gelombang tinggi tersebut juga mungkin terjadi di perairan lain seperti perairan Aceh, di selatan Nusa Tenggara, Laut Sawu, Laut Flores, perairan selatan Rote, Laut Timor, Laut Buru, dan Laut Banda. Juga mungkin terjadi di perairan selatan Maluku, Laut Aru, Laut Arafura, Merauke, serta Teluk Carpentaria. "Tidak ada badai atau penyebab khusus. Ini merupakan fenomena alam seperti biasa, yakni akibat dari musim angin timur di Australia. Hal itu biasa terjadi antara bulan Mei-Juli," kata Widodo. (SEM/KOR/BEN) Post Date : 28 Juni 2007 |