|
Jakarta, Kompas - Banjir masih tetap mengancam Jakarta, Tangerang, dan Bekasi. Hujan deras, Selasa (6/2) dini hari, telah menyebabkan ketinggian air di berbagai lokasi banjir meninggi kembali. Korban banjir sebelumnya mengira air sudah benar-benar akan surut. Mereka bahkan sempat membersihkan rumah. Banjir yang beberapa hari sebelumnya sudah surut kembali lagi seperti awal banjir pada 2 Februari lalu. "Hujan turun, air langsung masuk rumah lagi. Padahal sudah sempat membersihkan rumah, terutama dari lumpur," tutur Hamid (21), warga Perumahan Sekretariat Negara Pondok Kacang Barat, Pondok Aren, Kabupaten Tangerang. Air pun kembali membanjiri sekitar 400 rumah di kompleks itu hingga kedalaman 1,5 meter. Kondisi yang sama juga terjadi di permukiman Wisma Tajur di Ciledug, Kota Tangerang, dan Pondok Maharta, Pondok Aren. Beberapa perumahan lain di Ciledug yang sudah kering kembali tergenang seperti di Kompleks Departemen Perdagangan, Mahkota Simprug, Villa Japos, Pinang Griya, dan Puri Beta. Di beberapa perumahan yang belum surut, air kembali naik seperti di Ciledug Indah I dan II, Duren Village, dan Puri Kartika. Ketinggian air di jalan perumahan bervariasi mulai dari 30 sentimeter (cm) hingga 1,5 meter. Selasa pagi, akses utama warga Ciledug ke Jakarta kembali putus di tiga titik, yaitu di depan SPBU Larangan, depan ITC Cipulir Mas, dan di pertigaan Jalan Swadarma Raya. Terjadi kemacetan panjang di tiga titik tersebut. Ketinggian air mencapai lutut orang dewasa. Angkutan umum yang memaksa lewat pun mogok dan harus didorong ramai-ramai. Di pertigaan Jalan Swadarma Raya, kini dipenuhi pemandangan banyaknya kereta kuda yang beroperasi, untuk menyeberangkan warga melintasi genangan setinggi lutut orang dewasa. Jalan KH Hasyim Ashari di Pedurenan, Ciledug, yang menghubungkan Ciledug dengan Cipondoh, juga putus total dengan kedalaman air sekitar 60 cm. "Kami kembali tidak bisa pulang ke Cipondoh. Jumat lalu saja saya harus bermalam dua hari di Pedurenan untuk menunggu surut," kata Rohman, warga Cipondoh. Banjir pun masih menggenangi pula kompleks Taman Cipulir Estate, Jakarta Selatan, Sampai dengan Selasa pukul 22.30, air masih setinggi 30 cm. Padahal pada Senin malam genangan sudah surut. Jalan Daan Mogot di Jakarta Barat yang menghubungkan Tangerang dengan Jakarta Barat masih terputus pula karena luapan Kali Mookervart yang tingginya mencapai 1 meter di beberapa lokasi. Lokasi-lokasi tersebut antara lain di Halte Taman Kota dan Halte Jembatan Gantung. Hampir seluruh halte di jalur jalan itu dipenuhi pengungsi. Juga di sepanjang bawah jembatan layang Daan Mogot. Sampai Selasa sore beberapa daerah banjir di Jakarta Barat belum berubah. Bahkan kondisinya semakin buruk, seperti yang terjadi di lingkungan Kelurahan Kedoya Utara, Kecamatan Kebon Jeruk, dan di Perumahan Green Ville. Di Kelurahan Rawa Buaya dan Kembangan, Kecamatan Cengkareng, Jakarta Barat, serta Sunter di Jakarta Utara, genangan juga kembali naik. Yono (25), warga RT 2 RW 11 Kelurahan Rawa Buaya, Kecamatan Cengkareng, Selasa, mengatakan, saat hujan turun seharian pada 2 Februari lalu rumah-rumah warga di 12 RW di kelurahan tersebut terbenam hingga loteng rumah. Namun, sesudahnya air kembali surut. Pada hari Selasa rumah-rumah warga kembali tergenang. Amir (27), warga RW 11, mengatakan, wilayah Rawa Buaya tergolong wilayah yang selalu menjadi langganan banjir. Itu karena wilayah tersebut diapit Kali Pesanggrahan dan Cengkareng Drain. Banjir besar yang kini melanda wilayahnya itu merupakan banjir terbesar dalam lima tahun belakangan. "Banjir ini lebih besar daripada banjir 2002 yang pernah terjadi. Ketika itu, banjir hanya sampai perut orang dewasa. Namun, sekarang sampai jidat saya. Bahkan kemarin saat hujan datang, genangan kembali tinggi. Untung ada tanggul di timur kampung kami," kata Amir. Hujan masih terjadi Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG), Selasa, menginformasikan peluang hujan dengan variasi ringan sampai lebat masih ada di wilayah Jawa Barat, khususnya di selatan Jakarta dalam dua hari hingga tiga ke depan. Kondisi ini dipengaruhi udara panas di Samudra Hindia yang menimbulkan awan konveksi. Menurut Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan BMG, Mezak A Ratag, intensitas curah hujan di kawasan Ciledug, Tangerang, selama 24 jam hingga Selasa pukul 07.00 kemarin tercatat 126 milimeter (mm), jauh di bawah intensitas tertinggi pada Kamis pekan lalu setinggi 339 mm. Namun, sejumlah kawasan itu Senin kembali dilanda banjir. "Curah hujan yang terjadi di suatu kawasan memang berubah-ubah," kata Mezak A Ratag. Pada saat yang sama, pemantauan intensitas curah hujan di Citeko, Bogor, Senin lalu mencapai 40 mm. Angka ini jauh di bawah intensitas tertinggi bulan ini pada Sabtu pekan lalu yang mencapai 245 mm. Senin intensitas curah hujan yang dicatat di Kemayoran adalah 105 mm, Tanjung Priok 88 mm, Halim Perdanakusumah 62 mm, Depok 33 mm, Cengkareng 60 mm, Tangerang 46 mm, Kedoya 135 mm, dan Darmaga 40 mm. Akibat banjir sejak Jumat lalu dan genangan yang muncul kembali kemarin, sebanyak 48 puskesmas di berbagai kelurahan di Jakarta terendam air sehingga tidak dapat melayani masyarakat. Menurut Kepala Humas Dinas Kesehatan DKI, Tini Suryati, untuk mengatasinya, Dinas Kesehatan membuka 184 pos kesehatan darurat di pengungsian. Kerugian Rp 4,1 triliun Sehubungan dengan banjir di Jakarta dan sekitarnya, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Paskah Suzetta, di Jakarta, Selasa, mengatakan, kerugian ekonomi diperkirakan Rp 2 triliun hingga Rp 2,5 triliun. Kerugian itu didasarkan pada perhitungan di sektor ekonomi riil sebesar Rp 1 triliun, yaitu dengan perhitungan tidak berfungsinya kegiatan perekonomian di Jakarta selama tiga hari kerja pada awal Februari lalu. Paskah menyatakan perhitungan itu masih bersifat sementara, mengingat Bappenas, United Nations Development Programme (UNDP) dan Manajemen Pengelolaan Bencana PBB, dalam waktu dua pekan akan menghitung lebih rinci. Tidak siap Mantan Presiden Abdurrahman Wahid, mengomentari pula soal banjir di Jakarta. Menurut Gus Dur, panggilan akrabnya, pemerintah pusat dan daerah tidak siap menghadapi banjir yang hampir setiap tahun terjadi di Jakarta. Pemerintah sebenarnya memiliki waktu cukup untuk mempersiapkan diri menghadapi banjir besar yang datang setiap lima tahun sekali. Perhatian pemerintah dalam mengatasi banjir di Jakarta juga dinilai rendah. Menurut Wahid, penanganan banjir yang dilakukan pemerintah kurang optimal karena program tersebut dinilai para pejabat tidak menguntungkan bagi kepentingan mereka. Kurangnya bantuan dari masyarakat internasional, juga menunjukkan lemahnya tingkat kepercayaan mereka terhadap Pemerintah Indonesia. Sementara itu, Sekretaris Jenderal Departemen Dalam Negeri Progo Nurdjaman menyebutkan, penanganan banjir di Jakarta yang masih payah, akibat kurangnya koordinasi antardaerah. Karena itu diperlukan payung hukum yang kuat, untuk koordinasi penanganan banjir dan pengawasan pelaksanaan payung hukum itu sendiri. "Koordinasi antarpemerintah daerah. Kemarin Presiden sudah menginstruksikan dalam rapat terbatas guna segera menyelesaikan payung hukum koordinasi antardaerah untuk penanganan banjir, supaya lebih kuat dan koordinasi lebih optimal," katanya. Progo mengemukakan, saat ini sudah ada tim yang sedang menyusun rancangan Peraturan Presiden tentang penataan tata ruang Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, dan Cianjur. Progo mengatakan, sebelumnya memang sudah ada Keputusan Presiden Nomor 114 Tahun 1999 Tentang Penataan Ruang Kawasan Bogor, Puncak, Cianjur yang meminta daerah untuk membuat peraturan daerah penataan kawasan. "Itulah makanya, kemarin kita kumpulkan tiga gubernur, DKI Jakarta, Jawa Barat dan Banten," ujarnya. Terkait banjir kali ini, Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso mengajak masyarakat yang tinggal di bantaran sungai untuk bertransmigrasi ke daerah-daerah yang disediakan oleh pemerintah pusat. Ajakan itu disampaikan karena keberadaan mereka telah menyebabkan badan sungai menyempit, dan menjadi salah satu penyebab banjir. Ajakan Sutiyoso itu merupakan respons dari tawaran Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Erman Suparno untuk mengirimkan warga yang ingin bertransmigrasi ke Kota Transmigrasi Mandiri (KTM) yang sedang dibangun oleh pemerintah pusat. Transmigrasi, kata Sutiyoso, merupakan salah satu langkah pembersihan sungai dari para pemukim liar. "Bantaran sungai harus dibersihkan dari pemukim liar, agar badan Sungai Ciliwung tidak terus menyempit. Penanganan di hilir sama pentingnya dengan penanganan di hulu sungai," kata Sutiyoso.(win/nas/mam/mas/naw/arn/sf/eca/hln/ndy/eln/jon/cal/as/amr/ong/har/inu/evi/sie/) Post Date : 07 Februari 2007 |