|
MOJOKERTO - Sampai Kamis (5/2) pagi puluhan ribu rumah penduduk serta ribuan sepeda motor dan mobil terendam banjir lumpur antara 1 hingga 1,5 meter di Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur. Dalam musibah ini seorang warga Desa Sambiroto, Kecamatan Sooko meninggal dunia dan dua warga Desa Pohjejer dan Desa Wonoploso, Kecamatan Gondang, hilang. Selain itu, enam jembatan rusak berat, sekitar 21 gedung SDN terendam banjir hingga murid-murid diliburkan selama seminggu. Dilaporkan, 13 rumah penduduk Desa Dinoyo, Kecamatan Jatirejo dan Desa Kedungsantren, Kecamatan Sooko, hilang disapu banjir bercampur lumpur serta lebih dari 97 rumah rusak berat. Menurut keterangan, baru pertama kali selama 100 tahun terakhir ini setengah wilayah Kota Mojokerto, Jatim bagian selatan, dilanda banjir lumpur, kiriman dari arah Puncak Pacet, Kabupaten Mojokerto. Banjir bandang dari arah pegunungan sekitar 31,5 km di sisi selatan Kota Mojokerto itu meluncur deras sejak Selasa (3/2) tengah malam pada saat cuaca di sekitar puncak Gunung Welirang dan Gunung Arjuno di perbatasan Kabupaten Mojokerto (Pacet dan Trawas), Kota Batu (Cangar) dan Kabupaten Pasuruan (Ledug dan Tretes) hujan disertai angin kencang. Wakil Bupati Mojokerto Ir Iwan B yang dikonfirmasi mengaku masih mendata kerusakan akibat bencana alam yang diduga sebagai dampak penggundulan hutan sebelumnya. "Kita dari Pemkab memerlukan data itu guna mengalokasikan jumlah bantuan berupa beras dan lauk-pauk," ujarnya sambil membenarkan untuk hari pertama Rabu banyak partai politik yang memberikan bantuan ma-kanan di Posko-posko pengungsian, termasuk untuk ratusan warga yang mengungsi di Pendopo Kabupaten. Masudin (45), Ketua RW di Desa Kedungsantren, Kecamatan Sooko, mengeluhkan lambannya bantuan bahan makanan dari Pemkab. "Seumur-umur, ya baru kali ini rumah saya yang berada di tengah-tengah Kota Mojokerto dilanda bencana banjir lumpur sedemikian besar," ujar Ratman (62 tahun), penduduk Kelurahan Miji, Kecamatan Magersari, saat sibuk mengungsi kembali menyusul banjir susulan, Rabu (4/2) petang. Pengakuan Ratman ini disampaikan juga oleh warga lainnya. Menurut cerita orangtua mereka sebelumnya, kawasan Kota Mojokerto di selatan rel kereta api (KA) jurusan Surabaya-Madiun tidak pernah dilanda banjir besar. Memang banjir pernah terjadi sekitar tahun 1960-an dan 1970-an akibat meluapnya Sungai Brantas yang mengalir dari sisi barat ke timur, membelah wilayah Kota dan Kabupaten Mojokerto. Namun itu pun terbatas di sekitar Kelurahan Magersari dan Wates, wilayah Kota Mojokerto yang berada di sisi utara rel KA. "Jika melihat endapan lumpur di rumah saya saja setengah meter maka tidak keliru jika endapan lumpur di sepanjang Kali Sadar di kiri rumah saya sekarang menaikkan dasar sungai hingga tiga meter," ujar Andi Pristiandoyo Murti (35) yang kini masih mengungsi di rumah keluarganya di Jalan Empu Nala, sekitar 500 meter dari rel KA. Kapolres Mojokerto AKBP Drs Yovianes Mahar yang rumah dinasnya di Jalan Pahlawan, utara Kali Sadar, beserta sekitar 65an perumahan dinas anggota Polri lainnya ikut terendam banjir lumpur setinggi 1,5 m secara terpisah menyebutkan, banjir kali ini diduga merupakan lanjutan dari dampak rusaknya hutan di kawasan Puncak Pacet, Kabupaten Mojokerto. "Hujan yang turun selama dua hari dua malam di kawasan Puncak Pacet dan sekitarnya mengakibatkan anak-anak sungai yang kemudian masuk ke Kali Brangkal dan Kali Sadar meluap. Hampir setengah wilayah Kota Mojokerto bagian selatan sejak Selasa malam hingga Rabu pagi terendam banjir. Puluhan ribu rumah penduduk dan ribuan hektare lahan pertanian di sisi selatan rel kereta api yang membelah tengah kota terendam air berlumpur rata-rata 1-2 meter. Rp 70 Miliar Pemerintah Provinsi Jawa Timur menyiapkan dana sebesar Rp 70 miliar guna mengantisipasi dan mengatasi terjadinya bencana alam di daerah ini. Dana sebesar itu akan dikucurkan setiap kali terjadi bencana alam. Dalam beberapa hari terakhir ini di beberapa daerah di Jatim terjadi bencana banjir dan tanah longsor, antara lain di Trenggalek, Mojokerto, Malang, Jember, Pasuruan, Kediri, Sampang, dan Lamongan. Hal tersebut dikemukakan Gubernur Jatim Imam Utomo Suparno, ketika meninjau lokasi bencana tanah longsor di Dusun Temon Desa Ngares, Trenggalek, Rabu (4/2). Gubernur memberikan bantuan berupa uang Rp 100 juta serta 10 ton beras. Dalam musibah tanah longsor di Trenggalek akhir pekan lalu, tercatat seorang warga Dusun Temon, Muadi (70) tewas. Dua puluh rumah milik warga setempat tertimbun tanah. Sebanyak 250 sepeda, 10 sepeda motor, 60 ekor kambing dan 5 ekor sapi tertimbun tanah. Kepada gubernur, warga yang terkena bencana minta agar segera merelokasi mereka ke daerah yang lebih aman. Mereka menyatakan tidak betah berada di tempat pengungsian. "Saya akan melakukan koordinasi dengan Perhutani agar warga yang terkena musibah bisa menempati lahan yang dianggap aman di Ngebrak," kata Imam Utomo. Menurut gubernur, dia telah mengingatkan 38 bupati/wali kota se-Jatim agar senantiasa mewaspadai terjadinya musibah. Tindakan cepat dan terarah merupakan langkah-langkah yang harus dilakukan para kepala daerah. Jembatan Sementara itu, pembangunan kembali empat jembatan yang hanyut akibat banjir bandang di sekitar kawasan Pacet, Kabupaten Mojokerto harus segera dilakukan untuk kelancaran arus lalu lintas Mojokerto - Malang melalui Pacet. Hal itu disampaikan Wakil Bupati Mojokerto kepada wartawan, Rabu. Keempat jembatan yang rusak itu di Pacet satu, Gondang dua, dan Jatirejo satu. "Kami harapkan Pemprov Jatim menyediakan anggaran untuk membangun kembali keempat jembatan itu karena terbatasnya anggaran pemerintah kabupaten,"katanya. Banjir bandang kiriman akibat curah hujan yang tinggi di daerah hulu serta ambrolnya tanggul Sungai Brangkal, menurut Suhardino Irawan, melanda pemukiman warga dan persawahan di tujuh kecamatan, yakni Pacet, Gondang, Jatirejo, Suko, Mojosari, Pungging. Jebolnya Sungai Brangkal dan meluapnya Kali Sadar menyebabkan air bercampur lumpur menggenangi pemukiman warga di tengah Kota Mojokerto. Post Date : 05 Februari 2004 |