|
SEJAK musim penghujan datang awal tahun ini, sudah tiga kali warga bantaran Kali Ciliwung mengungsi. Jika dicermati, warga yang mengungsi, ya itu-itu saja. Mereka berasal dari Kelurahan Bukit Duri, Kampung Melayu, Bidara Cina, Cawang, Kebon Baru Tebet, dan Cililitan. Terakhir pada Senin (21/2) kemarin, sebanyak 429 warga RW 02 dan 03 Kelurahan Kampung Melayu kembali mengungsi ke halaman SD dan SMP Santa Maria di Jalan Jatinegara Barat, Jakarta Timur. RW 02 dan 03 memang daerah terendah yang setiap tahun terlimpasi air kali. Sejumlah warga menuturkan, air Kali Ciliwung mulai masuk ke rumah warga sejak Senin pukul 01.00 dan mencapai puncaknya pada Senin pagi. Fatimah (60), warga RT 8 RW 2, mengatakan, makin hari hatinya makin waswas setiap kali ada informasi hujan di Bogor. "Sekarang, banjirnya makin sering. Dulu kan tidak setiap tahun begini. Ini dalam dua bulan saya sudah tiga kali ngungsi," ujar Fatimah sambil melahap nasi bungkus sumbangan dari dermawan. Ani (52), warga RT 9 RW 2, menambahkan, Kali Ciliwung terasa makin dangkal saja dari hari ke hari. "Lumpur ikut pula terbawa, jadi ya makin dangkal. Apa pemerintah bisa mengeruk kali ya, supaya makin dalam sungainya," ujarnya berharap. Warga bantaran kali memang terbiasa dengan banjir. Jika air naik belum sampai dua meter, mereka masih bisa bersantai. Mereka juga sudah mulai bisa hidup harmoni dengan banjir, antara lain dengan membangun rumah dua lantai. Namun, makin tingginya intensitas banjir, tak urung membuat mereka gelisah. Ada ratusan bahkan ribuan anak- anak yang juga turut merasakan dampaknya, yaitu terserang berbagai penyakit, mulai gatal-gatal hingga diare. Derita tidak hanya dirasakan warga di bantaran Kali Ciliwung, tetapi juga mereka yang tinggal di pinggir Kali Pesanggrahan dan Krukut. Beberapa waktu lalu, Direktur Jenderal Sumber Daya Air Departemen Pekerjaan Umum Basuki Hadimulyono mengatakan, dua kali yang berhulu di Jakarta Selatan itu makin hari makin sulit dikendalikan. Di hadapan Komisi V DPR, Basuki juga mengakui susahnya pengendalian banjir dan sungai di Jakarta yang 40 persen daratannya berada di bawah permukaan air laut itu. Untuk itu, Komisi V menawarkan satu payung hukum tentang pengendalian banjir sehingga penanganannya lebih komprehensif dan anggaran yang dikucurkan menjadi lebih besar. Luapan air dari Kali Pesanggrahan kemarin menyebabkan Kompleks Departemen Luar Negeri (Deplu) di Kelurahan Bintaro, Kecamatan Pesanggrahan, tergenang. Air mulai menggenangi permukiman warga sejak pukul 06.00. Genangan terus meningkat mencapai ketinggian sekitar 70 sentimeter. Kondisi itu semakin parah seperti terlihat di permukiman yang terletak persis di bantaran kali. Meningginya genangan air terjadi setelah pintu air Sawangan, Depok, dibuka. "Ketinggiannya bisa mencapai satu meter tuh," kata Gempur, warga Kompleks Deplu RT 05 RW 03, sambil menunjukkan rumah-rumah warga di bantaran kali. Untuk keluar dari lokasi banjir, pihak Kelurahan Bintaro cuma menyediakan satu perahu karet. Fasilitas itu pun diletakkan di jalanan yang tergenang air, tanpa disediakan petugas-petugas lapangan. Seorang warga di kawasan Puloraya juga menyebutkan, luapan air terjadi pula di bantaran Kali Krukut. Wakil Kepala Dinas Pekerjaan Umum Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Wishnu Subagyo mengatakan, saat ini memang belum ada regulator untuk penanganan Kali Ciliwung. Makin banyaknya warga yang tinggal di bantaran kali menyebabkan makin sulitnya upaya normalisasi sungai. "Karena itu, penanganan Kali Ciliwung saat ini wewenangnya ada pada pemerintah pusat," ujarnya menjelaskan. Pimpinan Proyek Pengendalian Banjir dan Pengamanan Pantai Proyek Induk Pengembangan Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane Bambang Sutjipto Yuwono mengakui, normalisasi Kali Ciliwung memang menjadi wewenangnya. Namun, pihaknya tetap mengharapkan kerja sama dengan Dinas Pekerjaan Umum DKI Jakarta. "Untuk mengeruk sungai, tentu harus ada pembebasan lahan. Kalau hanya mengeruk saja, ya bantarannya bisa longsor semua. Pengerukan itu pun harus dilakukan pada musim kemarau. Kalau sekarang, ya tidak bisa, apalagi kalau alirannya deras, bisa roboh semua," paparnya. Bambang membenarkan bahwa Kali Ciliwung makin tidak terkendali. Itu terbukti dengan makin kerapnya warga kebanjiran. Salah satu alternatif adalah warga bantaran kali harus bersiap-siap pindah tempat tinggal. Pengendalian Kali Ciliwung berupa pembangunan Waduk Ciawi jelas belum bisa diharapkan mengingat saat ini masih dalam proses detail desain. Tragisnya, lanjut Bambang, tahun 2005 ini tidak ada anggaran untuk pengerukan dan penurapan Kali Ciliwung. "Tetapi, kalau banjir, kami dan DKI tetap menjaga sampah di Manggarai dan Kalibata," ujarnya. Jika sudah demikian, pupus sudah harapan warga. (IVV/OSA) Post Date : 22 Februari 2005 |