Banjir Lagi, Banjir Lagi, ...

Sumber:Suara Pembaruan - 18 November 2007
Kategori:Banjir di Jakarta
Hujan deras disertai angin kencang. Pohon-pohon bertumbangan. Hujan pun tambah deras. Turun terus, seolah tak mau berhenti. Akibatnya, banjir lagi, banjir lagi. Ya, Jakarta kebanjiran lagi. Kota-kota dan kawasan lain di Indonesia, juga dilanda banjir. Seolah sudah menjadi hal rutin yang dihadapi setiap musim penghujan tiba.

Di Jakarta misalnya, banjir yang melanda, membuat sebagian warga sudah terbiasa menghadapinya. Pengalaman bertahun-tahun dilanda banjir, membuat warga Kampung Melayu, suatu kawasan di perbatasan Jakarta Timur dan Jakarta Selatan, selalu waspada terhadap banjir.

Rina (23), warga Kampung Melayu mengungkapkan, ia sudah dapat memprediksikan kapan banjir datang. Lokasi yang dekat dengan Bogor memungkinkan Rina melihat langit Bogor dari depan rumahnya. "Jika langit Bogor gelap bersiap untuk banjir. Walaupun Kota Jakarta tidak hujan, jika Bogor hujan, Kali Ciliwung pasti meluap," kata Rina.

Dia merasakan tinggal di bantaran kali sejak tahun 1980-an. Hal itu membuat Rina sudah tahu batas tinggi air kali yang berisiko banjir. "Jika kali sudah meluap, kami mulai berbenah," katanya.

Inisiatif warga untuk memantau kondisi air kali sangat penting. Laila, putri Rokhia, warga Kelurahan Bukit Duri, Kecamatan Tebet, Jakarta Selatan, biasanya menelepon petugas pintu air untuk menanyakan tinggi air kali. "Jika di pintu air sudah mencapai tiga meter, saya sudah prediksi kapan akan banjir. Kalau kali sudah penuh kami sudah siap-siap," katanya.

Ketika banjir tiba, warga pun sudah bersiap mengungsi dan mengangkut barang-barang berharga yang dapat dibawa. Biasanya, warga mengungsi ke daerah-daerah yang lebih tinggi.

Ia menganggap bencana banjir yang selalu singgah di rumahnya setiap musim penghujan, sudah biasa. Ketika air sungai meluap, ia sudah siap mengangkat peralatan rumah tangganya ke lantai dua. Dia memang memiliki rumah dekat bantaran kali. Rumah berlantai itu dua terbuat dari kayu dan atap asbes itu, sepertinya tidak akan bertahan jika banjir terjadi lagi.

Rina dan keluarganya hanya pasrah pada alam. Februari lalu, ketika banjir besar menenggelamkan rumahnya, hanya benda-benda berharga yang ia ungsikan. "Jika beruntung, perabotan rumahnya tidak terbawa arus air. Barang-barang elektronik walau sudah terendam air masih dapat diperbaiki," kata Rina ketika ditemui Jumat (2/11).

Kali Ciliwung merupakan satu dari 13 sungai yang mengalir di Jakarta. Ketika musim penghujan tiba, sungai yang melintasi Kota Bogor dan Jakarta ini memiliki dampak paling luas. Penyempitan dan pendangkalan kali, mengakibatkan Ciliwung berpotensi besar menyebabkan banjir di Jakarta. Banjir kiriman dari hulu di Kota Bogor menambah volume air di hilir. Hal ini memperbesar potensi bencana yang mampu menenggelamkan wilayah Jakarta Timur dan Selatan.

Siklus banjir besar tiap lima tahun sekali dialami warga Kampung Melayu. Tahun 2002 dan Februari 2007 lalu, merupakan banjir terbesar Jakarta. Banjir pada awal Februari lalu menyebabkan 80 persen aktivitas di Jakarta lumpuh selama tiga hari. Banjir itu menyebabkan kerugian ekonomi lebih dari Rp 6 triliun.

Rokhia (76) pun terkena dampak banjir tersebut. Rumah tuanya yang terletak di Kelurahan Bukit Duri, Kecamatan Tebet harus dibangun ulang. Malang tak dapat ditolak, wanita yang telah tinggal di situ sejak tahun 1949 ini mengatakan, sudah terbiasa dengan banjir.

Rokhia berharap tidak ada banjir selama musim hujan ini. Namun, ia tidak dapat menolak jika hujan deras kembali mengguyur rumahnya. "Asal masih bisa tidur, tidak apa-apa," kata ibu sepuluh orang anak itu.

Masih Tertawa

Sudah kebanjiran, masih bisa tertawa kecil. Mungkin itulah sikap pasrah yang ditunjukkan warga yang tempat tinggalnya cukup sering terkena banjir. Tapi hanya pasrah sajakah? Tidak adakah upaya untuk mengantisipasi dan mengurangi banjir di Jakarta maupun di kota-kota lain?

Departemen Sosial mengaku telah menyiapkan sejumlah perangkat dalam mengantisipasi sejumlah bencana banjir di Ibu Kota, Jakarta dan sejumlah tempat lainnya di Indonesia, termasuk bencana longsor yang kerap muncul di musim hujan. "Kami telah siap karena kami memiliki pedoman manajemen bencana. Kami berupaya tetap dinamis, berlanjut dan terpadu untuk meningkatkan kualitas langkah-langkah yang berhubungan dengan observasi dan analisis bencana serta pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan, peringatan dini, penanganan darurat, rehabilitasi dan rekonstruksi bencana," ujar Kepala Sub Bidang Tanggap Darurat Bencana Departemen Sosial, Andi Anindito di Jakarta, belum lama ini.

Menurutnya, dalam penanganan setiap bencana pihaknya berusaha mencegah dan membatasi jumlah korban manusia serta kerusakan harta benda dan lingkungan hidup. Menghilangkan kesengsaraan dan kesulitan dalam kehidupan dan penghidupan korban dan bila memungkinkan, mengembalikan korban bencana dari daerah penampungan atau pengungsian ke daerah asal. Dapat juga dengan merelokasi ke daerah baru yang layak huni dan aman. Selain itu, mengembalikan fungsi fasilitas umum utama, seperti komunikasi dan transportasi, air minum, listrik, dan telepon, termasuk mengembalikan kehidupan ekonomi dan sosial daerah yang terkena bencana

Sementara itu, Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menyiagakan tim khusus untuk mengantisipasi masalah kesehatan yang muncul bila bencana banjir melanda. "Melalui Komite Penanggulangan Bencana IDI, kami sudah melakukan koordinasi dengan 363 cabang IDI di wilayah untuk menyiapkan tenaga dokter dan sumber daya yang dibutuhkan," kata Ketua Umum Pengurus Besar IDI Dr dr Fachmi Idris, MKes.

PB IDI, menurutnya, juga merekrut relawan medis dan non medis serta membekali mereka dengan keahlian yang dibutuhkan untuk membantu penanganan bencana, termasuk bencana banjir.

"Yang kita siapkan adalah tenaga-tenaga yang siap memberikan pelayanan dalam kondisi apa pun. Karena itu yang dibutuhkan dalam kondisi yang serba darurat saat ada bencana," ujarnya.

Selain itu, menurutnya, PB IDI juga melakukan kegiatan penyuluhan dan pelatihan bagi masyarakat untuk meningkatkan kesadaran dan kemampuan komunitas dalam mencegah dan menghadapi dampak bencana."Kami berusaha memberdayakan komunitas dengan memberikan penyuluhan dan menyebarluaskan informasi mengenai upaya pencegahan dan penanggulangan bencana melalui pembagian selebaran dan buku pedoman," jelasnya.

Lebih lanjut Fachmi menjelaskan, kegiatan penanggulangan bencana yang perlu dilakukan untuk meminimalkan kesakitan dan kematian akibat bencana banjir antara lain meliputi pemberian pelayanan medis dasar pra rumah sakit dan pelayanan nonmedis. Pelayanan nonmedis meliputi pembagian logistik dan penyediaan air bersih. "Untuk penyediaan air bersih kami bekerja sama dengan LAPI ITB menyediakan alat Mobile Water Treatment yang kapasitasnya 5.000 liter per detik. Alat ini siap dioperasikan bila ada bencana banjir," jelasnya.

Kita tentu berharap, semua upaya untuk mengantisipasi dan mengurangi banjir, dapat disinergikan. Sehingga di musim penghujan tahun-tahun mendatang, dampak banjir dapat diminimalisir sekecil mungkin. Sebagian warga memang menganggap banjir sudah biasa, tapi pasti mereka pun akan lebih senang dan bahagia bila tempat tinggal atau tempat kerjanya tak dilanda banjir lagi. [N-6/E-5]



Post Date : 18 November 2007