|
BOJONEGORO (SINDO) – Wilayah terendam banjir akibat luapan Sungai Bengawan Solo semakin luas. Setidaknya 61 desa di Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, terendam. Banjir juga menggenangi wilayah lain yang masuk daerah aliran Sungai Bengawan Solo seperti Ngawi, Madiun,Lamongan,dan Gresik. Di Bojonegoro, berdasarkan data satuan tugas penanggulangan dan pengungsi (satgas PBP), sebanyak 61 desa yang terendam itu tersebar di 14 kecamatan. Situasi bertambah mengkhawatirkan mengingat ketinggian air Sungai Bengawan Solo cenderung naik. Pantauan di papan duga dekat pasar Kota Bojonegoro, pukul 06.00 WIB, Senin (2/2), mencapai 14.75 dari permukaan laut (dpl). Air terus naik pukul 09.00 WIB menjadi 14.81 dpl dan pukul 10.00 WIB naik lagi menjadi 14.82 dpl. Kenaikan permukaan air Sungai Bengawan Solo juga masih terus terja- di hingga pukul 16.00 WIB mencapai 14.92 dpl dan mendekati siaga III.”Memang masih siaga II.Tapi sudah mendekati siaga III (bahaya),” kata Koordinator Pengendalian dan Pengamanan Balai Pengelolaan Sumberdaya Air (BPSDA) Bengawan Solo Muljono kemarin. BPSDA Bengawan Solo sendiri memprediksi air akan terus meninggi hingga mencapai 15.00 dpl (siaga III).Hanya saja,ada kecenderungan air akan turun lagi karena di wilayah hulu sungai sudah tidak ada banjir seperti di wilayah Solo dan Sukoharjo, Jawa Tengah, yang kini permukaan air hanya 6.50 dpl (di bawah normal). ”Ini banjirnya hanya ada di Ngawi yang masih siaga III dan Madiun.” ”Kalau dua daerah ini masih banjir,berarti Bojonegoro masihakannaiklagi,”katanya. Muljono menambahkan, dari data yang diperoleh BPSDA dari Balai Besar Bengawan Solo di Solo,ketinggian air di Ngawi masih 8.70 dpl dan masuk siaga III.Hanya saja, ketinggian air ini terbilang sudah turun karena sebelumnya mencapai 8.85 dpl. Dia juga menuturkan, banjir Bojonegoro masih akan tergantung dengan cuaca di wilayah Madiun, Ngawi, dan Bojonegoro sendiri. ”Karena,jika semuanya hujan, anak sungai akan mengalirkan air ke Bengawan Solo secara bersamaan. Akibatnya, banjir akan datang,”terangnya. Banjir mengakibatkan sebagian warga di bantaran sungai seperti di Kelurahan Ledokwetan dan Ledok Kulon, Kecamatan Bojonegoro, terpaksa mengungsi. Mereka mendirikan tenda-tenda darurat dari terpal di atas tanggul sungai.Anggota keluarga yang berusia lanjut dan anakanak balita dibawa ikut serta di tenda pengungsian. Menurut Mahmuda, 50, warga Ledok Kulon, dia dan warga lain mulai mendirikan tenda setelah melihat air sungai terus meninggi.Warga juga membawa peralatan dapur, pakaian, tempat tidur, dan keperluan lain. Air sungai Bengawan Solo yang terus meninggi dan mendekati siaga III membuat semua pihak waspada.Terutama mengantisipasi masuknya air ke kawasan jantung kota Bojonegoro yang hanya dipisahkan dengan tanggul sungai setinggi 2 meter. Mulai sore kemarin, sebagian doorlaat atau pintu masuk ke kampung yang membelah tanggul sungai di antaranya di Jalan Jaksa Agung Suprapto telah ditutup. Di Gresik, data satlak PBP menyebutkan sedikitnya 36 desa di empat kecamatan sempat terendam parah meski sore kemarin telah menyusut.” Walau begitu, kami perkirakan banjir susulan akan datang. Dengan catatan bila wilayah Jombang,Mojokerto, dan Lamongan selatan hujan. Makanya, kami lebih suka Gresik yang hujan sehingga wilayah selatan tidak banjir,” ujar Sekretaris Satlak PBP Gresik Supi’i kemarin. Mengantisipasi banjir bakal menelan korban jiwa, rumah-rumah penduduk yang berlokasi di bantaran Bengawan Solo yang melintas di Desa Tirem Enggal, Desa Karang Cangkring, Desa Dukuh Kembar, dan Desa Madu Mulyo, Kecamatan Dukun akan direlokasi. Sementara itu di Jember, hujan deras yang mengguyur Jember sejak dua hari terakhir ini kembali membuat Sungai Tanggul dan Bondoyudo meluap dan merendam Desa Kraton dan Desa Paseban di Kecamatan Kencong. Banjir semakin parah karena tanggul sungai yang jebol belum dapat diperbaiki. Kepala Desa Kraton Edi Winoto mengatakan, jebolnya tanggul mengakibatkan air bah meluas dan merendam 402 rumah warga. Padahal banjir yang terjadi di sana sebelumnya hanya merendam 255 rumah. Rugi Rp2,5 Miliar Kerugian akibat dampak luapan Sungai Bengawan Solo dan Brantas serta terusannya di Jatim tidak sedikit.Untuk kerugian lantaran rusaknya sarana infrastruktur, jumlahnya mencapai miliaran rupiah. Rapat gabungan internal Pemprov Jatim menyikapi bencana selama awal tahun 2009 yang dilaksanakan kemarin mengungkapkan nilai kerugian tersebut. Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU) Pengairan Jatim Mustofa Chamal Basya menyebutkan, kerugian yang timbul sekitar Rp2,5 miliar. ”Itu akibat banjir mulai Januari (2009) di Malang, Situbondo, Banyuwangi,Ponorogo, Ngawi, Madiun, dan lainnya,”papar Mustofa. Menurut dia, kerugian ini bisa lebih besar lagi karena pengendalian banjir sulit dilakukan, terutama di sepanjang aliran Sungai Bengawan Solo. Kesulitan itu terletak pada kapasitas tampung aliran tidak sebanding dengan besarnya debit air dari waduk Gajah Mungkur, Jawa Tengah. Di sisi lain, peluang turunnya hujan di daerah tangkapan air (DTA) Sungai Bengawan Solo mulai hulu sampai hilir masih tinggi. Kepala Dinas Pertanian Jatim Wibowo Ekoputro menyebut banjir selama Januari 2009 ini melanda wilayah 19 kabupaten dan 74 kecamatan. Di wilayah tersebut terdapat 840.465 hektare lahan pertanian padi dan 947.068 hektare jagung. Data dinas menunjukkan, 9.348 hektare lahan pertanian padi tenggelam dan gagal panen, 969 hektare puso.Adapun lahan pertanian jagung yang terendam seluas 12.190 hektare dan 66,9 hektare puso. Dibandingkan tahun 2008, areal pertanian yang terdampak sekarang jauh lebih kecil. Tahun lalu ada 44.300 hektare lahan padi dan 2.790 hektare lahan jagung terendam. ”Sifat banjir kali ini karena luapan, bukan karena curah hujan.Selama lima tahun terakhir (kerugian pertanian) memang lebih kecil.Karena sejak November kemarin, hujan serentak turun. Mulai Pacitan hingga Banyuwangi,” kata Eko. (nanang fahrudin/ashadi ik/ p juliatmoko/soeprayitno) Post Date : 03 Februari 2009 |