Banjir Jakarta Meluas

Sumber:Kompas - 13 November 2007
Kategori:Banjir di Jakarta
Jakarta, Kompas - Kerusakan lingkungan yang semakin parah dan perubahan iklim akibat pemanasan global menjadi pemicu utama Jakarta lebih awal dilanda banjir. Banjir yang menggenangi Jakarta juga bakal lebih luas karena daya serap air oleh tanah semakin rendah dan kerusakan sungai semakin parah.

Menurut pakar hidrologi dari Universitas Indonesia, Firdaus Ali, Senin (12/11) di Jakarta Pusat, pemanasan global membuat hujan di Jakarta akan berlangsung dengan intensitas sangat tinggi dalam waktu singkat. Hujan berintensitas di atas 150 milimeter tidak lagi terjadi bulan Januari dan Februari, tetapi sudah maju ke November dan Desember.

"Dalam catatan sejarah hidrologi, tidak ada hujan selebat saat ini di Jakarta pada November. Banjir di tujuh lokasi di Jakarta yang terjadi pada akhir minggu lalu mengindikasikan adanya pergeseran iklim dan intensitas hujan," kata Firdaus.

Berdasarkan data kecenderungan cuaca pada Badan Meteorologi dan Geofisika serta Badan Meteorologi Amerika Serikat, penguapan air yang terjadi saat ini sangat besar sehingga mudah membentuk awan hujan. Akibatnya, hujan deras sudah dimulai November dan Desember.

"Siklus hujan deras lima tahunan yang dituding sebagai penyebab banjir Februari 2007 sudah tidak ada lagi karena bakal muncul dalam hitungan setiap musim hujan," kata Firdaus.

Sementara itu, pengamat perencanaan kota dari Universitas Trisakti, Yayat Supriatna, mengatakan, perusakan lingkungan yang terus terjadi di Jakarta membuat banjir juga bakal meluas. Perusakan terjadi mulai dari pengurangan ruang terbuka hijau sampai pendangkalan sungai.

"Jakarta Selatan yang difungsikan sebagai kawasan resapan ternyata banyak diubah menjadi kawasan terbangun. KDB (koefisien dasar bangunan) yang seharusnya 20-40 persen banyak yang dilanggar sampai KDB 80 persen karena lemahnya pengawasan," kata Yayat.

Perubahan lahan terbuka menjadi lahan terbangun juga terus terjadi di seluruh kota Jakarta. Banyak kawasan perumahan juga diubah menjadi kawasan perdagangan yang tidak menyisakan lahan terbuka.

Wali Kota Jakarta Timur Koesnan Abdul Halim mengakui bahwa Condet kini bukan lagi menjadi daerah tangkapan air. Daerah ini mulai rusak sebagai resapan air sejak tahun 1980-an, ketika banyak warga Kuningan eksodus ke Condet, setelah daerah mereka dibebaskan untuk kompleks Mega Kuningan.

Selain kawasan Condet, kawasan tangkapan air yang mulai rusak adalah Kecamatan Cipayung, terutama di Kelurahan Pondok Rangon, Setu, dan Cipayung. Di kecamatan tersebut kini pembangunan rumah tinggal semakin banyak. Mereka tidak memakai KDB 20 persen sebagai ukuran pembangunan, tetapi sebagai ukuran kebutuhan mereka akan tempat tinggal.

Buruknya drainase di Kelurahan Petamburan, Kecamatan Tanah Abang, Jakarta Pusat, juga dikhawatirkan akan mengakibatkan banjir kembali melanda kawasan ini.

Lurah Petamburan Zulkifli, Senin kemarin di kantornya, mengatakan saluran air di daerahnya dipenuhi sampah dan menyempit.

Sementara itu, di Depok banjir pada akhir minggu lalu disebabkan oleh buruknya sistem drainase kota. Ketua Bappeda Kota Depok Khamid Wijaya mengakui, sistem drainase Depok jauh dari memadai.

Khamid terkejut melihat Jalan Margonda sebagai etalase kota tergenang hingga sedalam 50 sentimeter. "Ini memalukan," katanya. (ECA/ARN/KSP/A06/A02)



Post Date : 13 November 2007