Banjir Isolasi Tiga Desa

Sumber:Kompas - 09 Agustus 2010
Kategori:Banjir di Luar Jakarta

NAMLEA, KOMPAS - Sebagian wilayah Kecamatan Waeapo, Kabupaten Buru, Maluku, masih terendam banjir akibat meluapnya Sungai Waeapo dan Waegereh, Rabu (4/8). Bahkan, sedikitnya tiga desa terisolasi karena akses jalan tergenang air setinggi 1 hingga 2 meter.

Berdasarkan pantauan Kompas, Sabtu, ratusan rumah di sedikitnya lima desa di Waeapo masih terendam. Kelima desa itu adalah Desa Air Mendidih, Waenetat, Deboae, Wansaid, dan Waeleman. Tiga desa terakhir praktis terisolasi akibat akses jalan desa terendam banjir.

”Setiap tahun Waeapo selalu kebanjiran saat musim hujan. Tetapi, banjir kali ini lebih parah dan lebih lama. Kondisinya sama seperti yang kami alami tahun 2000 lalu,” kata Wito, Ketua RT 9 RW 1 Desa Air Mendidih.

Dalam dua pekan terakhir, Waeapo dua kali terendam. Banjir pertama terjadi pada 21-22 Juli. Banjir kedua terjadi sejak 4 Agustus dan belum juga surut.

Meski terendam banjir, mayoritas warga tetap tinggal di rumah masing-masing. ”Saat banjir tahun 2000 kami mengungsi. Waktu itu barang-barang kami dicuri orang. Sekarang, kami memilih bertahan di rumah saja,” ujar Suyitno, Kepala Desa Waeleman.

Warga memilih tinggal di langit-langit rumah atau berdiam di atas sejumlah kursi yang disusun bertingkat meskipun persediaan makanan menipis.

”Warga makan apa adanya, seperti pisang, mi kemasan, dan ubi. Kalau sudah habis, minta makanan ke rumah tetangga,” ujar Sunarto, warga Waeleman.

Warga mengeluhkan belum adanya bantuan dari pemerintah. Kalaupun ada bantuan, jumlahnya hanya cukup untuk makan satu hari. ”Bantuan sangat diharapkan karena persediaan makanan menipis. Warga belum bisa masak karena kayu bakar basah, tempat memasak pun terendam,” ujar Wito, Ketua RT setempat.

Jembatan putus

Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Buru Hadi Zulkarnaen mengatakan, tidak mudah mendistribusikan bantuan karena akses jalan desa terendam.

Kondisi ini diperparah putusnya jembatan yang menghubungkan Waeapo dengan Kabupaten Buru dan Buru Selatan. Transportasi manusia, barang, dan bantuan untuk korban banjir terpaksa terhenti di jembatan dan dipindahkan ke truk atau kendaraan umum lain yang menunggu di sisi lain jembatan.

Meskipun sulit, Hadi mengatakan, pemerintah tetap berupaya mendistribusikan bantuan. ”Pengiriman bantuan ke daerah terisolasi dibantu personel Koramil Waeapo meski jumlah bantuan terbatas,” kata Hadi.

Selain merendam ratusan rumah di sedikitnya lima desa, banjir merendam fasilitas umum, seperti puskesmas, empat sekolah dasar, dan Kantor Camat Waeapo. Aktivitas pun praktis terhenti, kecuali pengobatan yang oleh petugas puskesmas dipindahkan ke salah satu rumah warga.

Areal persawahan seluas sekitar 625 hektar juga terendam oleh banjir. Namun, luasan areal sawah yang gagal panen belum tuntas dihitung.

Waeapo yang berjarak sekitar dua jam dari Namlea, ibu kota Kabupaten Buru, merupakan daerah penghasil utama beras di Buru. Areal persawahannya banyak dikelola oleh transmigran asal Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.

Banjir yang terus berulang, menurut warga, terjadi karena pendangkalan yang kian parah di Sungai Waeapo dan Waegereh. Menurut Suyitno, normalisasi sungai pernah dilakukan pascabanjir besar tahun 2000, tetapi pengerukan tidak di seluruh badan sungai.

”Selain normalisasi, warga juga berharap dibuat tanggul di bantaran sungai. Dengan begitu, banjir tidak terus terjadi setiap tahun,” tambah Wito.

Masih dicari


Empat warga yang hilang akibat letusan Gunung Api Karangetang di Pulau Siau, Kabupaten Sitaro, Sulawesi Utara, hingga Sabtu (7/8), masih dicari. Keberadaan satu keluarga itu masih misterius, padahal pencarian sudah dilakukan hingga radius 10 kilometer.

Bupati Sitaro Tonny Supit mengatakan, upaya pencarian dilakukan dalam dua hari terakhir, tetapi hasilnya masih nihil.

Petugas Puskesmas Ondong di Siau Barat, dr Rifat Martin, menyebutkan, awan panas dari letusan Karangetang yang mencapai 1.000 derajat celcius dapat saja menghanguskan korban.

Empat warga Desa Kinali itu bernama Heideman Tambelangi (29) dan istrinya, Sidoya (28), serta Greide Tambelangi dan Greisela Tambelangi.

Gunung api Karangetang meletus disertai semburan awan panas pada Jumat (6/8) sekitar pukul 01.00 wita. Letusan itu membuat panik warga di kaki gunung yang berhamburan keluar rumah menyelamatkan diri.

Menurut Ny Damar, tetangga korban, ia menyaksikan Heideman menyelamatkan diri naik sepeda motor bersama keluarganya. Ny Damar sendiri merasakan hawa yang sangat panas. Saat itu tampak gumpalan awan panas yang menyengat.

Ny Damar yang mengalami luka bakar dirawat di Puskesmas Ondong, Siau Barat. Menurut Rifat Martin, luka bakar yang dialami Ny Damar tidak terlalu parah. ”Korban sepertinya tertimpa gumpalan awan panas,” katanya. (APA/ZAL)



Post Date : 08 Agustus 2010