Banjir Diperdebatkan, Persoalan Banjir Sedang Dibahas Bappeda

Sumber:Kompas - 12 Oktober 2006
Kategori:Banjir di Luar Jakarta
Medan, Kompas - Penyebab terjadinya banjir di Medan masih menjadi perdebatan. Pemerintah Kota Medan menyatakan, banjir lebih banyak datang dari hulu Sungai Deli dan anak sungainya. Jika para pengambil keputusan belum ada kesepahaman, warga yang akan menjadi korban.

"Yang ada di Medan hanyalah genangan air. Itu pun bisa diatasi dalam waktu yang tidak terlalu lama. Yang paling penting di Medan adalah banjir kiriman dari hulu sungai. Masalah sungai merupakan tanggung jawab pemerintah provinsi melalui dinas pengairan," tutur Wali Kota Medan Abdillah, Selasa (10/10) malam, di Medan.

Abdillah meminta kepada seluruh masyarakat dan aparat pemerintah khususnya yang berada di dekat bantaran sungai agar waspada terhadap banjir kiriman. Pasalnya, banjir kiriman, tidak selalu ditandai dengan hujan di Medan. "Tidak perlu ada hujan di Medan, banjir kiriman sering datang," tutur Abdillah.

Dengan kondisi itu, Abdillah berupaya mengantisipasi kedatangan banjir dengan memperbaiki saluran air. Menurut dia, banjir kiriman dan genangan air di Medan, sedikit banyak mengurangi keindahan Kota Medan sebagai Kota Metropolitan. Kendati demikian, dia mengharapkan adanya banjir tidak mengganggu pengembangan kota Medan.

Analis cuaca dari Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) Wilayah I Medan Agus April menuturkan, hujan di daerah hulu Sungai Deli dan anak sungainya banyak memengaruhi terjadinya banjir di Medan. Berdasarkan pantauan BMG, jika di daerah Pancur Batu, Sibolangit, dan Berastagi, hujan dengan intensitas antara 50-100 milimeter (mm) per hari, maka di Medan berpeluang besar terjadi banjir.

"Artinya, jika air hujan mengguyur tanah hulu dan sekitarnya sebanyak 50-100 liter per meter persegi per hari, maka di Medan besar kemungkinan akan banjir. Itu sudah kami pantau setiap terjadi banjir saat hujan lebat," kata Agus.

Peluang tersebut, kata dia, terjadi pada bulan Mei dan Oktober saat klimaks air hujan datang mengguyur Medan dan sekitarnya. Banjir di Medan bisa diminimalisir, lanjutnya, apabila saluran air dan sungai berfungsi dengan baik. Banjir terjadi karena kurangnya daerah resapan di daerah hulu, hilir, dan kurang berfungsinya sungai serta saluran air perkotaan.

Bappeda

Wakil Kepala Dinas Pekerjaan Umum Pengairan Kota Medan Chaerul Syah mengatakan tidak bisa menjelaskan banyak. Menurut dia, ada pihak yang mestinya bisa menjelaskan detail persoalan penataan kota kaitannya dengan penanggulangan banjir, yaitu Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda). "Hanya saja, produk tata ruang itu sedang dikerjakan. Konsep penataan kota ada di sana semua," katanya.

Sikap Chaerul tidak jauh berbeda dengan pejabat Pemkot Medan lain. Penjelasan tentang konsep penanganan banjir tidak bisa disampaikan secara gamblang dan terbuka. "Saya punya atasan, saya tidak bisa menjelaskan tanpa seizin atasan," katanya.

Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumatera Utara Job Rahmad Purba menyesalkan sikap pemerintah yang kurang serius menangani banjir. Hal ini menunjukkan rendahnya kompetensi masing-masing pejabat menyelesaikan persoalan di daerahnya. "Persoalan banjir bukan persoalan baru yang datang tiba-tiba, ini sudah lama terjadi. Mestinya bisa diantisipasi," tuturnya.

Dia mengatakan, penyebab banjir di Medan tidak lain karena buruknya drainase. Sebagian besar saluran air tidak berjalan sehingga daya tampungnya kecil. Hal itu diperparah dengan berkurangnya hutan kota sebagai daerah resapan air.

Menurut Job, Pemkot Medan lebih banyak membangun sarana yang tidak begitu penting seperti lampu kota. "Legislatif belum berfungsi maksimal. Mereka kurang menggunakan kewenangan melakukan tekanan. Mestinya mereka membuat resolusi bersama, semacam ultimatum disertai dengan punishment (sanksi)," kata Job. (NDY)

Post Date : 12 Oktober 2006