|
Serang, Kompas - Banjir di Jalan Tol Tangerang-Merak Kilometer 58,250-59,500, Kecamatan Kragilan, Kabupaten Serang, Banten, diakibatkan minimnya tutupan lahan. Apabila kondisi ini tidak segera dibenahi, ancaman banjir akibat meluapnya Sungai Ciujung tetap akan terjadi setiap saat. Menurut Kepala Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum-Ciliwung Dodi Susanto di Bogor, Senin (16/1), kondisi hulu DAS Ciujung di Kabupaten Lebak dan Pandeglang, Banten, rusak parah akibat minimnya tutupan lahan. Hal ini menyebabkan ancaman banjir yang disebabkan Sungai Ciujung masih akan terus ada, bahkan kian parah di masa mendatang. Menurut dia, dari total DAS Ciujung 218.078 hektar, tutupan lahan terbuka hijau hanya 15 persen atau sekitar 30.000 hektar (ha). Luasan ini masih sangat jauh dari persentase minimal 30 persen atau sekitar 60.000 ha. Kondisi ini juga diperparah dengan kontur DAS yang mayoritas kemiringannya di atas 50 derajat. Selain itu, erosi Sungai Ciujung juga sudah mencapai 88 ton per ha per tahun, jauh di atas ambang toleransi 15 ton per ha per tahun. Buruknya kondisi DAS Ciujung terlihat dari selisih debit air yang begitu jauh, yakni saat kemarau hanya 4 meter kubik per detik, sementara saat musim hujan bisa mencapai 362 meter kubik per detik. ”Hampir 100 kali lipat, sedangkan idealnya hanya 20-50 kali saja,” tutur Dodi. Tidak peduli Banjir itu merupakan wujud ketidakpedulian terhadap situ. Padahal, situ berfungsi menahan air hujan supaya tidak langsung masuk sungai. ”Lihat saja, situ-situ yang ada itu rata-rata adalah warisan masa kolonial Belanda. Hampir tidak ada kesadaran untuk terus mengembangkan situ,” kata Edi Prasetyo Utomo, peneliti utama bidang konservasi kebumian pada Pusat Penelitian Geoteknologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), di Jakarta. Fenomena banjir Ciujung, seperti di sejumlah daerah lain, karena sedikitnya jalur sungai yang mendekati muara sehingga air tak bisa segera mengalir. Selain itu, tidak ada antisipasi terhadap penurunan daya dukung sungai terhadap curah hujan yang tinggi sehingga limpasan air yang masuk tidak mampu ditampung. ”Alat pengukur intensitas curah hujan saja tidak dimiliki lembaga atau yang mengelola sungai,” kata Edi. Menurut ahli hidrologi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Sutopo Purwo Nugroho, akibat degradasi kualitas DAS di Banten, banjir sekarang menjadi siklus yang rutin terjadi setiap tahun. Saat ini merupakan yang terbesar setelah tahun 2001. Sementara itu, hingga Senin, kata Sekretaris Badan Penanggulangan Bencana Daerah Banten Heri Suheri, banjir masih menggenangi 11 kecamatan di Kabupaten Serang, 16 kecamatan di Kabupaten Lebak, 11 kecamatan di Kabupaten Pandeglang, dan 3 kecamatan di Kabupaten Tangerang. Terdata masih ada 26.034 keluarga yang rumahnya tergenang banjir dengan kedalaman bervariasi. Mereka tersebar di Kabupaten Serang sebanyak 2.728 keluarga, Kabupaten Lebak 9.100 keluarga, Kabupaten Pandeglang 10.649 keluarga, dan Kabupaten Tangerang 3.557 keluarga. Koordinator Taruna Siaga Bencana (Tagana) Kabupaten Pandeglang, Tubagus Ade Mulyana, mengatakan, luas sawah yang tergenang banjir hingga Senin petang tercatat 7.076 hektar. Banjir juga terjadi di Kampung Babakan, Kaman Mambo, dan Koang, Kecamatan Jayanti, Kabupaten Tangerang. Ketinggian air mencapai 120 sentimeter akibat luapan Sungai Cidurian. Banjir menggenangi 50 rumah dan lebih dari 40 hektar sawah. Sudah pulih Banjir luapan Sungai Ciujung yang menggenangi ruas Jalan Tol Tangerang-Merak di Kilometer 58,250-59,500 di Kecamatan Kragilan, Kabupaten Serang, Banten, surut, Senin. Arus lalu lintas kendaraan dari arah Jakarta ke Merak atau sebaliknya berangsur lancar seiring surutnya air yang sebelumnya menggenangi badan jalan tol. Senin pagi, masih terlihat belasan tenda pengungsi korban banjir warga Desa Undar-Andir yang berada di bahu Jalan Tol Tangerang-Merak Kilometer 57. Akibatnya, kendaraan harus antre panjang melintas ruas jalan tol yang menyempit. Kecepatan kendaraan mencapai 20 kilometer per jam. Namun, pada sore hari, bahu jalan sudah terbebas dari tenda karena para pengungsi sudah berpindah ke penampungan ataupun kembali ke rumah mereka. Di Kilometer 58,250 hingga 59,500, yang sehari sebelumnya terputus akibat luapan air Sungai Ciujung, pada Senin sore terlihat berada 1 meter di bawah bahu Jalan Tol Tangerang-Merak. Namun, banjir masih merendam areal persawahan di sekitar DAS Ciujung. Presiden Direktur PT Marga Mandalasakti (MMS)—operator Jalan Tol Merak-Tangerang—Wiwiek D Santoso mengakui, belum memikirkan apakah badan tol harus ditinggikan atau tidak. ”Kami masih fokus untuk membantu warga korban banjir. Setelah itu, baru fokus mengamankan jalan tol dari banjir,” katanya. Menurut Wiwiek, kejadian banjir dalam tol ini bukan yang pertama kali terjadi. ”Sebelumnya, banjir di jalan tol ini pernah terjadi tahun 2001. Banjir saat itu lebih parah dari tahun ini karena ketinggian air lebih dari 1,5 meter,” kata Wiwiek. (CAS/GAL/PIN/RYO/KUM/naw) Post Date : 17 Januari 2012 |