Soe, Kompas - Banjir bandang menerpa Dusun C dan Dusun D, Desa Skinu, Toianas, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur, menyebabkan 16 orang tewas, 120 luka-luka, 38 rumah dan 60 ekor sapi hanyut. Kali Oeponof yang kering selama kemarau tak mampu menampung derasnya air dari perbukitan dan Gunung Mutis.
Banjir terjadi pada Rabu lalu pukul 03.30 Wita, menyusul hujan deras yang mengguyur Kecamatan Toianas dua hari berturut- turut. Anggota DPRD Timor Tengah Selatan (TTS), Ampere Seke Selan, di Soe, Kamis (4/11), seusai mengunjungi lokasi kejadian mengatakan, banjir terjadi saat sebagian besar warga tidur lelap.
”Ini kejadian pertama. Mungkin saja akibat penebangan dan pembakaran hutan di perbukitan. Air meluap 4 kilometer sebelum pantai dan meluber ke permukiman warga,” katanya.
Keenam belas korban tewas terdiri atas sembilan perempuan dan tujuh laki-laki, termasuk sepasang suami istri dengan kedua anaknya. Sebagian besar korban adalah anak-anak dan lanjut usia. Satu orang masih hilang.
Sekitar 120 penduduk luka-luka atau patah tulang saat berupaya menyelamatkan diri. Para korban kini dirawat di RSUD Soe, sekitar 80 km dari lokasi banjir.
Total 167 keluarga di dua dusun itu menjadi korban dari 272 keluarga di Desa Skinu. Sebanyak 38 rumah hanyut, 20 rumah terendam banjir, dan 109 unit rusak ringan. Korban banjir bandang diungsikan di gedung SD Skinu.
Dusun C dan D kini terisolasi karena jembatan yang menghubungkan ruas jalan Soe-Kupang dengan Toianas-Atambua putus. Hanya mobil penggerak empat roda yang bisa lewat karena Sungai Oeponof dipenuhi batu besar dan lebarnya bertambah tiga kali lipat karena kerusakan daerah aliran sungai.
Direktur Yayasan Peduli Sesama NTT Isidorus Kopong Udak mengatakan, pemerintah tak peka terhadap ancaman bencana secara dini. Pemerintah hanya membuat pelatihan dan program, tetapi tidak mampu merealisasikan secara konkret.
Korban yang rumahnya rusak berat akan mendapat bantuan bahan bangunan dari Pemkab TTS. Menurut Ampere, Bupati TTS Paul Mella tengah berada di lokasi kejadian dan ikut bermalam bersama pengungsi.
Sungai Amandit
Banjir kembali melanda kawasan Loksado, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kalimantan Selatan. Hujan deras di Pegunungan Meratus, Rabu, menyebabkan empat jembatan gantung di Sungai Amandit hanyut.
Selain empat jembatan, rumah H Erna, warga, di Loksado ikut rusak. Tidak ada korban jiwa, tetapi harta milik korban hanyut.
”Hujan singkat, tetapi deras sekali. Banjir tiba-tiba datang, tak lama kemudian surut,” ujar Kepala Bidang Penanggulangan Bencana Dinas Kesejahteraan Sosial Kabupaten Hulu Sungai Selatan Hamliansyah yang dihubungi dari Banjarmasin.
Meski singkat, banjir itu dianggap sebagai yang terbesar di Loksado. Puluhan rumah di ibu kota Kecamatan Loksado terendam air. Warga juga diungsikan ke tempat yang lebih tinggi.
Hamliansyah membantah jika banjir yang terjadi dua kali dalam dua pekan ini disebabkan oleh kerusakan hutan. ”Sejauh ini kondisi alam masih bagus. Ini karena hujan deras akibat perubahan cuaca,” ujarnya.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kalsel Zainal Arifin meminta masyarakat tak hanya mewaspadai banjir, tetapi juga longsor dan angin puting beliung. ”Warga yang tinggal di pinggir sungai harus waspada akan hal ini. Kami juga sudah minta masyarakat di pesisir mewaspadai gelombang tinggi,” katanya. (KOR/WER)
Post Date : 05 November 2010
|