|
Palembang, Kompas - Banjir yang melanda sejumlah kabupaten di Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, dan Sumatera Selatan yang terjadi sejak beberapa hari belakangan ini semakin meluas. Menurut pemantauan Kompas di sejumlah daerah yang dilanda banjir, sampai Selasa (11/1) kemarin, belum tampak tanda-tanda air sungai yang meluap akan segera surut. Di Kecamatan Lempuing, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan (Sumsel), sekitar 6.000 hektar tanaman padi dan puluhan rumah warga di 13 desa terendam luapan air Sungai Lempuing. Ribuan penduduk di delapan desa di Kecamatan Selakau dan Kecamatan Sejangkung, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat (Kalbar), terisolasi akibat genangan air yang mencapai dua meter. Genangan setinggi dua meter juga melanda Kabupaten Barito Utara, Barito Selatan, dan Kuala Kapuas di Kalimantan Tengah (Kalteng). Selain merendam sawah dan perumahan penduduk, banjir juga mengakibatkan terhentinya aktivitas warga. Lalu lintas antarnegara Pontianak (Kalbar)-Kuching (Sarawak, Malaysia) terputus karena badan jalan terendam hingga setinggi dua meter. Bahkan, banjir di Kalimantan Selatan (Kalsel) dilaporkan merenggut dua warga di Kabupaten Tabalong, Minggu lalu. Warga Kecamatan Haruai tewas tenggelam karena perahu yang mereka tumpangi terbalik saat melewati genangan banjir. Sekitar 6.000 hektar tanaman padi dan puluhan rumah penduduk di 13 desa di Kecamatan Lempuing dilanda banjir sejak sepekan ini. Petani khawatir, jika terendam lebih dari satu minggu, tanaman padi mereka yang umumnya telah berumur dua hingga tiga bulan akan membusuk. "Dua hektar tanaman padi saya yang telah berbuah terendam dan mulai membusuk. Saya mengeluarkan modal Rp 2 juta untuk menanam padi tiga bulan lalu. Saya sudah habis- habisan," kata Sukadi (50), penduduk Desa Muara Burnai II, sekitar 120 kilometer selatan Palembang, ibu kota Sumsel. Isnanto (25), petani lain, mengaku pasrah melihat padi seluas satu hektar yang ditanamnya dua bulan lalu terendam air. Dia mengaku rugi sekitar Rp 1,5 juta. "Sekarang saya hanya bisa menunggu banjir surut. Kalau sudah surut, saya akan kembali menanam padi, mengganti yang mati supaya ada harapan bisa panen. Tetapi, kalau banjir datang lagi dan padi rusak lagi, saya sudah kehabisan modal," katanya. Sebagian rumah penduduk tampak sepi setelah ditinggal mengungsi ke rumah sanak saudara mereka yang tidak kebanjiran. Sebagian lainnya tetap tinggal sambil menunggu banjir surut. "Mau ke mana lagi, saya hanya punya rumah di sini. Terpaksa barang-barang diangkat dan tidur di atas meja atau dipan yang tinggi," kata Mariyati (25), warga Muara Burnai II. Menurut Pelaksana Tugas Kepala Seksi Pemerintahan Kecamatan Lempuing Shokib, luapan air sungai membanjiri 13 desa dari 31 desa di Kecamatan Lempuing. Shokib mengatakan, Pemerintah Kabupaten Ogan Komering Ilir berusaha mengantisipasi banjir tahunan itu dengan mengeruk dasar Sungai Lempuing dan beberapa anak sungainya. Ribuan warga terisolasi Banjir yang melanda sejumlah kabupaten dan kota di Kalbar menyebabkan ribuan penduduk terisolasi dan tidak bisa keluar dari kampung mereka. Penduduk tidak mungkin berhubungan dengan desa-desa lain untuk mencari makanan, kecuali menggunakan perahu. Daerah yang paling parah dan penduduknya terisolasi antara lain delapan desa di Kecamatan Selakau dan Kecamatan Sejangkung, Kabupaten Sambas, sekitar 225 kilometer dari kota Pontianak. Desa-desa itu kini hanya bisa dijangkau dengan menggunakan perahu atau speedboat. Karena genangan air semakin tinggi, 149 orang penduduk Desa Sungai Daun, Kecamatan Selakau, terpaksa mengungsi ke Balai Penelitian Kelapa Kabupaten Sambas. Camat Selakau Sayuti mengatakan, penduduk yang mengungsi itu sudah tiga hari ini belum bisa kembali ke rumah mereka. Banjir ini terjadi akibat luapan Sungai Selakau dan Sungai Samalantan. Camat Sejangkung Azikin Ansari terus mendata rumah- rumah yang terendam banjir dan meminta penduduk mengungsi jika air semakin tinggi. Di Desa Semanga, penduduk dua dusun, yakni Sajingan Kecil dan Senaba, paling terisolasi. Sekitar 500 keluarga kini bertahan di dalam rumah dengan cara membuat para-para berupa panggung darurat di dalam rumah untuk memasak, tempat menyimpan barang berharga, sekaligus tempat tidur. Menurut Aminuddin, seorang warga, banjir akibat luapan Sungai Sambas Besar ini menyebabkan penduduk kesulitan mendapatkan makanan. Untuk mencari ke desa terdekat pun tak gampang karena tarif perahu atau speedboat Rp 150.000-Rp 300.000 pergi-pulang. Kota Mempawah, ibu kota Kabupaten Pontianak, Selasa lalu, juga mulai tergenang banjir akibat meluapnya Sungai Mempawah. Selain menggenangi perumahan penduduk di Kecamatan Siantan dan Kecamatan Sungai Pinyuh, banjir juga merendam perkantoran, sekolah, dan pasar. Lalu lintas antarnegara, Pontianak-Kuching, terputus. Bus-bus yang biasanya melayani Pontianak-Kuching setiap hari kini berhenti beroperasi. Jalan antarnegara yang paling parah terendam banjir sehingga tak bisa dilewati bus antara lain di ruas Kembayan, Beduai, Karangan, dan Entikong, Kabupaten Sanggau, sekitar 400 kilometer dari kota Pontianak. Banjir juga melanda Kabupaten Tabalong dan Amuntai, ibu kota Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalsel. Bahkan, di Tabalong, dua warga Kecamatan Haruai, Enur (34) dan Ny Illa (30), tewas tenggelam karena perahu yang mereka tumpangi terbalik, Minggu lalu, saat melintasi daerah banjir. Jenazah keduanya ditemukan warga di tengah genangan banjir. Sementara di Kalteng banjir antara lain melanda Kabupaten Barito Utara, Barito Selatan, dan Kabupaten Kuala Kapuas. Bupati Kuala Kapuas Burhanuddin Ali meminta warga meningkatkan kewaspadaan, terutama jika di daerah hulu Sungai Kapuas turun hujan lebat. Banjir di Jambi Meskipun mulai surut, banjir akibat meluapnya Sungai Batanghari yang melanda sebagian Provinsi Jambi sejak akhir November 2004 sampai kini masih menggenangi belasan ribu hektar lahan pertanian dan permukiman. Kawasan yang masih terendam air setinggi 50-100 sentimeter umumnya berada di daerah aliran Sungai Batanghari di Kabupaten Muaro Jambi, Batanghari, dan kota Jambi. Sementara di Kabupaten Muaro Jambi, daerah yang masih terendam adalah sejumlah desa di Kecamatan Kumpeh Ulu dan Kumpeh Ilir. Di sebagian Desa Mekar Sari, Puding, dan Ramin, misalnya, ketinggian air masih 75-100 sentimeter. Sekitar 1.100 hektar tanaman sayuran dan palawija di daerah aliran sungai Batanghari di kota Jambi, Kabupaten Muaro Jambi, dan Batanghari musnah akibat banjir. (IAM/MUL/FUL/THY/NAT) Post Date : 12 Januari 2005 |