Banjir di Sulsel Semakin Meluas

Sumber:Koran Sindo - 10 Mei 2010
Kategori:Banjir di Luar Jakarta

WATAMPONE (SI) – Hujan lebat yang turun beberapa hari terakhir di wilayah Sulsel bagian Timur, mengakibatkan banjir semakin meluas. Banjir merendam wilayah Bulukumba, Sinjai, Bone, Pinrang, Sidrap,Luwu,dan Enrekang.

Di Kabupaten Bone,hujan yang terus mengguyur sepanjang hari kemarin membuat jembatan di Kecamatan Mare,putus. Ambruknya jembatan yang diperkirakan ambruk sekitar subuh kemarin itu,membuat akses empat desa ke ibu kota Kecamatan Mare, terputus. Empat desa yang terancam terisolisasi masing-masing Desa Cege, Data, Sumaling, dan Mattampawali. Jembatan kayu itu menghubungkan Desa Tellu Boccoe dengan empat desa yang ada di seberang sungai. Diduga ambruknya jembatan sepanjang 80 meter itu akibat tergerus air sungai yang meluap dan mengalir deras. “Kami juga baru tahu paginya, tapi memang tadi malam hujan sangat deras. Kami belum bisa berbuat banyak dan masih menunggu perbaikan,” ungkap seorang warga Muzzakir.

Kemarin warga yang punya kepentingan mendesak terpaksa menggunakan perahu. Melihat kondisinya, jembatan putus dari arah Desa Tellu Boccoe sehingga terseret ke arah seberang sungai. Labram dan tiang penyangga jembatan terlihat ambruk. Mendapat laporan adanya jembatan putus di kecamatan yang berjarak sekitar 40 kilometer dari Kota Watampone itu, Polres Bone langsung menurunkan personel ke lokasi. Kapolres Bone AKBP Zarialdi mengatakan, tidak ada korban jiwa dalam kejadian itu,sebab jembatan ambruk saat warga belum beraktivitas. Camat Mare A Luthfi mengatakan, pihaknya akan tetap mengupayakan agar bisa secepatnya diperbaiki.“ Dulu sebelum ada jembatan memang warga menggunakan perahu untuk menyeberang,” kata Luthfi.

Dia mengatakan,jembatan itu dibangun tahun 2008 dengan anggaran mencapai ratusan juta rupiah. Hujan yang mengguyur sepanjang hari kemarin juga berimbas di dua kecamatan di daerah pesisir dan Kota Watampone. Di Kecamatan Tanete Riattang Timur rumah tergenang di Kelurahan Panyula dan Bajoe. Banjir yang menjadi langganan di wilayah itu diduga dipicu akibat meluapnya Sungai Panyula.Selain itu, hujan deras juga bersamaan dengan air pasang laut sehingga membuat daerah pesisir itu menjadi langganan banjir. Di Panyula, tak hanya rumah warga yang terendam, Puskesmas Panyula dan Kantor Lurah Panyula juga ikut terendam air. Banjir setinggi lutut orang dewasa juga menggenangi daerah Kota Watampone,Kecamatan Tanete Riattang Barat,tepatnya di sekitar Pasar Sentral Lama.

Drainase yang buruk dianggap sebagai penyebab terjadinya banjir. Terpisah, di Kabupaten Sinjai banjir menggenangi daerah Jalan Tondong,Jenderal Sudirman,Baso Kalaka, Dr Hamka Kelurahan Biringere, Kecamatan Sinjai Utara. Sejumlah gedung milik pemerintah juga ikut terendam seperti rumah jabatan Bupati Sinjai di Jalan Persatuan Raya, Kantor Bupati, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, SMA Negeri 2 Sinjai Utara, dan Markas Kodim 1424/Sinjai. Sebelumnya, Kepala Sub Bidang Layanan Jasa Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Wilayah IV Makassar Soejarwo mengatakan, bulan Mei–Juni merupakan puncak musim hujan di wilayah Sulsel bagian Timur. Sulsel bagian Timur meliputi Bulukumba, Sinjai, Bone, Wajo, Sidrap,Pinrang,Luwu,hingga Tana Toraja. Berbeda dengan wilayah Sulsel bagian Barat seperti Makassar, Maros, Pangkep, dan Barru, yang justru sudah memasuki awal kemarau.

Warga Tiga Desa Mengungsi


Sementara itu, di Pinrang banjir setinggi dua meter memaksa warga Desa Bababinanga dan Cilallang, Kecamatan Duampanua; serta Desa Salipolo, Kecamatan Cempa,mengungsi. Pantauan Seputar Indonesia (SI), banjir kembali menerjang tiga desa itu pada akhir pekan lalu akibat meluapnya Saluran Induk Saddang yang melintasi ketiga desa itu.Curah hujan di Enrekang, Tanah Toraja, dan Majene yang berada di hulu sungai itu juga diperkirakan tinggi. Kondisi itu diperparah dengan belum selesainya perbaikan tanggul yang bobol sepanjang 500 meter.

Kepala Desa Baba Minanga Abd Waris mengatakan, ketinggian air di desanya mulai dari 60 sentimeter hingga dua meter yang merendam 120 unit rumah. ”Warga yang rumahnya terendam terpaksa mengungsi. Sejauh ini warga yang mengungsi belum mengevakuasi harga bendanya karena kesulitan transportasi,” kata dia. Diperkirakan,dari tiga desa itu sekitar 1.000 unit rumah terendam. Selain rumah, sejumlah sekolah, rumah ibadah, dan jagung siap panen juga terendam. ”Warga membutuhkan bantuan makanan, air bersih, dan obat-obatan. Kalau terus-menerus seperti ini, warga sangat rentan diserang berbagai penyakit. Kami juga merugi karena ratusan hektare tambak dan lahan jagung siap panen ikut terendam banjir,”lanjut Waris.

Tahun lalu tiga desa di dua kecamatan itu memang menjadi langganan banjir. Sebagai langkah awal,Waris juga meminta agar pemerintah segera memperbaiki tanggul yang telah bobol sepanjang 500 meter itu. Tak hanya di Pinrang,Kabupaten Sidrap yang berbatasan langsung dengan Pinrang, juga diterjang banjir.Air sebatas paha orang dewasa merendam permukiman warga Rappang dan Pangkajene. Juga sejumlah area perkantoran seperti kantor Badan Pertanahan Nasional, Dinas Peternakan dan Perikanan. Selain karena tingginya curah hujan, seorang warga Pangkajene Faisal Amin, 35, menduga penyebab banjir diakibatkan sempitnya drainase di ibu kota kabupaten tersebut.

Banjir Bulukumba

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, banjir dan longsor juga melanda Kabupaten Bulukumba sejak akhir pekan lalu membuat warga mengungsi.Kemarin puluhan pengungsi korban longsor di lereng bukit Dusun Turungan Beru, Kelurahan Bonto Kamase, Kecamatan Herlang, Bulukumba,mulai kembali ke rumahnya. Kapolsek Herlang AKP Nur Alam mengatakan, seluruh warga yang mengungsi sudah kembali ke rumahnya sejak pukul 10.00 Wita. Meski demikian,para warga masih diimbau agar tetap waspada. ”Meski warga sudah kembali, petugas masih tetap melakukan pemantauan di lokasi,” kata Nur Alam kepada wartawan kemarin. Sebelumnya, banjir dan tanah longsor di lingkungan Bonto Kamase, Desa Turungan Beru, Kecamatan Herlang,menyebabkan dua rumah warga tertimbun, yakni rumah milik Asri Bin Uteng,35,dan Kaddi Bin Rasido,40.

Sungai Saddan dan Mata Allo Meluap

Hujan deras yang turun sepekan terakhir di wilayah Kabupaten Enrekang menyebabkan Sungai Saddan dan Mata Allo meluap.Luapan itu sempat merendam kebun dan halaman rumah warga di lingkungan Galung Melati dan Talaga, Kecamatan Enrekang, setinggi mata kaki orang dewasa. Kepala Bagian Humas Setda Enrekang Abdul Gani mengatakan, luapan sungai yang membelah Enrekang itu sudah sering terjadi. Banjir terbesar di kabupaten Enrekang terjadi pada Desember 1987 yang disebabkan air sungai Saddan dan Mata Allo meluap dan menenggelamkan sebagian Kota Enrekang. Banjir besar juga terjadi pada tahun 2008.

Selanjutnya, kata Gani, guna mengantisipasi kemungkinan terjadinya banjir di Bumi Massenrempulu, Pemkab Enrekang terus memantau debit air bagian hulu Sungai Saddan dan Mata Allo.Pemkab juga mendirikan posko bencana serta peralatan evakuasi jika sewaktu- waktu bencana banjir mengancam.” Di posko itu disiagakan peralatan evakuasi warga ke lokasi yang lebih aman. Kemungkinan curah hujan di Enrekang masih tinggi pada bulan Mei sehingga sewaktu-waktu air sungai bisa kembali meluap,”tandasnya.

Akhir bulan lalu hingga awal bulan ini, banjir juga melanda Kabupaten Luwu utara.Paling parah di dua kecamatan, yakni Kecamatan Baebunta dan Mappedeceng. (rahmi djafar/m syahlan/baharuddin/ joni lembang)



Post Date : 10 Mei 2010