Banjir di Riau Lumpuhkan Perekonomian Rakyat

Sumber:Kompas - 18 Desember 2004
Kategori:Banjir di Luar Jakarta
Pekanbaru, Kompas - Bencana banjir yang melanda sedikitnya tujuh kabupaten di Provinsi Riau membuat penghasilan ribuan warga berkurang drastis atau bahkan kehilangan mata pencaharian. Nelayan tak lagi bisa menangkap ikan atau membudidayakan ikan di sungai-sungai yang airnya meluap. Petani merugi akibat turunnya hasil panen kelapa sawit.

"Sudah hampir dua bulan ini ikan susah didapat. Banyak udang, ikan belais, baung, dan ikan gabus ditemukan mati mengambang. Entah karena air yang berbau busuk atau sebab lain, kami tak tahu. Terkurungnya daerah kami karena jalan tertutup banjir menyebabkan warga di sini susah bergerak," kata Dawiah (55), warga Desa Sedinginan, Kecamatan Tanah Putih, Kabupaten Rokan Hilir, Jumat (17/12).

Kondisi sama juga dialami warga desa di sepanjang Sungai Rokan, Sungai Kampar, Sungai Siak, dan anak-anak sungai keduanya yang mengaliri tujuh wilayah Riau, yaitu Kabupaten Indragiri Hilir, Rokan Hilir, Rokan Hulu, Pelalawan, Siak, Kampar, dan sebagian pinggiran wilayah Pekanbaru. Sedikitnya ada 37 desa di bantaran sungai-sungai tersebut.

Luapan air sungai juga menggenangi perkebunan kelapa sawit. Kedalaman air bervariasi antara semata kaki hingga setinggi orang dewasa merendam buah sawit dan menyulitkan proses pemanenan yang berlangsung antara 10 hingga 14 hari sekali.

Menurut Giyanto (36), petani kelapa sawit asal Jawa Tengah yang menetap di Desa Rantau Bais, Rokan Hilir, selain perolehan berkurang drastis karena kesulitan pemetikan dan pengangkutan, kualitas buah sawit menurun karena pupuk tidak terserap maksimal. Harga kelapa sawit pun turun dari biasanya Rp 600 menjadi Rp 400-Rp 500 per kilogram.

Kesulitan hidup masyarakat yang terkena bencana banjir ini masih akan berlangsung lama. Menurut prakiraan Badan Meteorologi dan Geofisika, hujan masih akan berlangsung hingga Februari 2005.

Harus disudet

Dari Kalsel dilaporkan, banjir yang melanda Kota Amuntai, Kabupaten Hulu Sungai Utara, diperkirakan akan terus berlangsung selama satu bulan seperti tahun-tahun sebelumnya karena saluran pembuangan ke arah laut buntu. Untuk mengatasi banjir yang sering melanda wilayah itu, tiga aliran sungai utama di Kabupaten Hulu Sungai Utara harus disudet.

Kepala Bagian Humas Pemerintah Kabupaten Hulu Sungai Utara Hasmi Rivai, Jumat, mengatakan, saat ini pemkab baru mampu menyudet saluran dari Sungai Lok Alai ke Sungai Terasi sepanjang enam kilometer. "Padahal, panjang saluran yang mestinya disudet itu 36 kilometer," kata Hasmi.

"Kami kehabisan dana sebelum proyek itu bisa diselesaikan," kata Hasmi. Selain Sungai Terasi, penyudetan juga perlu dilakukan di Sungai Balangan dan Sungai Tabalong.

Produktivitas terganggu

Sementara itu, curah hujan yang mulai tinggi di Sulawesi Selatan juga akan mengancam produktivitas kakao di daerah ini. Pasalnya, intensitas serangan hama penggerek buah kakao (PBK) akan semakin tinggi saat musim hujan.

Selama lebih dari lima tahun terakhir hama PBK menjadi momok bagi petani dan pengusaha kakao. Karena selain menurunkan produktivitas, serangan hama juga berpengaruh pada kualitas buah kakao.

"Kalau musim kemarau saja intensitas serangan hama bisa sampai 15 persen per pohon, pada musim hujan bisa jauh lebih besar dari itu," ujar Kepala Subdinas Perkembangan Usaha Perkebunan Dinas Perkebunan Sulsel Idrus Hafid di Makassar, Jumat.

Saat ini hama kakao di Sulsel sudah menyerang areal sekitar 150.000 hektar dari total 289.000 hektar pertanaman kakao. Serangan hama PBK juga membuat produktivitas kakao hanya 1,2 ton-1,3 ton dari yang seharusnya 1,8 ton-2 ton per hektar. Hingga kini produksi kakao Sulsel masih berkisar 300.000 ton per tahun.

Menurut Wakil Gubernur Syahrul Yasin Limpo, sejauh ini pemerintah dan pengusaha sudah melakukan berbagai upaya untuk menanggulangi serangan hama PBK ini. (NEL/AMR/REN)

Post Date : 18 Desember 2004