|
Pandeglang, Kompas - Genangan banjir di daerah selatan Pandeglang, Banten, Rabu (4/2), bertambah tinggi dan area banjir pun meluas. Selain itu, puluhan rumah warga juga rusak karena tersapu angin kencang yang terjadi pada dini hari kemarin. Berdasarkan pantauan, kemarin, jalan penghubung Kecamatan Pagelaran dan Patia mulai terendam air dengan ketinggian 50 sampai 100 sentimeter (cm). Puluhan rumah di Kecamatan Pagelaran yang sehari sebelumnya masih bebas banjir juga mulai terendam air. Memasuki Desa Surianeun, Kecamatan Patia, genangan air bertambah tinggi. Ratusan rumah yang berada di sepanjang bantaran Sungai Cilemer terendam air setinggi 75-100 cm. Bahkan, di Desa Idaman, ketinggian air sudah naik lagi menjadi 1,5 meter. Kondisi itu membuat ribuan warga semakin terisolasi dan sama sekali tak bisa beraktivitas. Mereka pun tidak bisa ke luar desa karena semua akses jalan terendam air. Sebagian jalan penghubung menuju Desa Patia, Cimoyan, Rahayu, hingga Kecamatan Angsana juga masih terendam air setinggi lebih kurang 100 cm. Satu-satunya alat transportasi yang dinilai aman hanyalah perahu kayu. Warga yang menggunakan sepeda motor pun tetap harus menumpang perahu untuk menyeberangi areal banjir. Bahkan, warga Desa Cimoyan harus tiga kali turun-naik perahu jika ingin bepergian ke luar desa. Seperti Wawan, yang kemarin harus menemani ibunya berbelanja di Pasar Labuan. Satu kali jalan, naik perahu empat kali. Kalau bolak-balik sampai enam kali. Sekali naik perahu, tarif yang dikenakan oleh pemilik perahu Rp 3.000-Rp 5.000. ”Biaya itu belum termasuk ongkos ojek. Jadi, ongkos yang mesti dikeluarkan kini tambah mahal,” katanya saat menumpang perahu dari Pagelaran menuju Surianeun. Selain lebih mahal, banjir juga membuat waktu tempuh untuk mencapai satu tujuan tertentu bertambah lama. Jika biasanya perjalanan dari Cimoyan hingga Pagelaran bisa ditempuh hanya dalam waktu 20 menit dengan menggunakan ojek sepeda motor, kini saat banjir waktu tempuh menjadi 2 jam. Hujan yang terus turun membuat sejumlah desa di Kecamatan Panimbang, Angsana, dan Bojong juga dilanda banjir. Ratusan rumah di tiga kecamatan itu terendam air dengan ketinggian sekitar 1 meter. Selain banjir, angin kencang juga melanda Desa Babakan Keusik dan Pasir Gadung, Patia, sekitar pukul 03.00. Sedikitnya 13 rumah dilaporkan hancur, 15 rumah rusak berat, dan 13 rumah lainnya rusak ringan. Meski banjir terus meninggi, sebagian besar warga bertahan di rumah masing-masing. Selama banjir, mereka tinggal di atap rumah yang sudah dipersiapkan sebagai tempat pengungsian. Butuh Rp 200 miliar Menurut Kepala Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air dan Permukiman Banten Winarjono, selain tingginya curah hujan, banjir terjadi karena kondisi Sungai Cilemer dan Ciliman yang meliuk-liuk. Salah satu cara untuk menangani banjir adalah dengan normalisasi sungai dan pembuatan sudetan. Untuk membuat sudetan, dibutuhkan dana hingga Rp 200 miliar. ”Kalau hanya menggunakan dana dari APBD, pasti tidak akan kuat sehingga butuh bantuan dana dari pusat,” katanya. Meski demikian, tahun ini Pemerintah Provinsi Banten sudah menganggarkan dana pembuatan detail engineering design proyek sudetan Sungai Cilemer dan Ciliman, masing-masing Rp 295 juta. Selain itu, Pemprov juga mengalokasikan dana normalisasi kedua sungai sebanyak Rp 2,7 miliar dan dana pembebasan lahan daerah tanggul sebesar Rp 1,4 miliar. (NTA) Post Date : 05 Februari 2009 |