|
Jakarta, Kompas - Banjir bandang di Desa Batanguru Timur, Kecamatan Sumarorong, Kabupaten Mamasa, Sulawesi Barat, Kamis lalu, diduga karena zona bahaya diabaikan. Pemerintah daerah harus konsisten menata ruang dengan memperhatikan aspek risiko bencana. Demikian dikatakan Kepala Pusat Informasi Data dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho, Minggu (11/11), di Jakarta. Hingga Minggu, korban yang ditemukan tewas dalam kejadian itu sudah 15 orang dan dua orang lagi masih dicari. Pencarian dilakukan hingga tanggal 14 November 2012. Sutopo, yang juga ahli hidrologi, mengatakan, bencana terjadi akibat masyarakat tinggal di daerah bekas meandering atau oxbow lake, yaitu area yang terbentuk akibat proses pembelokan sungai secara alamiah. Di sepanjang Sungai Batanguru banyak terbentuk danau tapal kuda yang lalu menjadi daratan. Lahan ini dijadikan lahan pertanian dan permukiman oleh warga. ”Banjir minggu lalu, air mengalir ke sungai asal sehingga menerjang tujuh rumah. Saat kejadian, warga tengah menggelar pesta di rumah itu,” katanya. Pemerintah daerah seharusnya memperhatikan aspek risiko bencana dalam penyusunan tata ruang. ”Daerah itu seharusnya tak boleh dijadikan permukiman karena adalah daerah kekuasaan sungai yang suatu saat akan diterjang banjir,” ingatnya. Di Indonesia, kata Sutopo, banyak permukiman di lahan yang secara geomorfologi adalah daerah rawan banjir, misalnya di bantaran sungai, bekas sungai (oxbow lake), dan lahan timbulan akibat proses sedimentasi. Banjir mempunyai masa periode ulang yang makin lama periodenya memiliki besaran debit yang besar, yang mungkin saja tidak pernah dialami sebelumnya. Peneliti geoteknologi pada Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Edi Prasetyo Utomo, mengingatkan, bencana banjir tidak akan terjadi selama lingkungan dipelihara dengan baik. Selain memperhitungkan tata ruang berbasis bencana, mendesak dilakukan perbaikan tata kelola lingkungan hulu hingga hilir. Bencana di daerah Dari Sumatera Utara dilaporkan, banjir setinggi 50 sentimeter melanda wilayah Kecamatan Barus, Tapian Nauli, dan Tukka, Kabupaten Tapanuli Tengah, pada Sabtu sore hingga Minggu. Banjir ini dipicu oleh hujan lebat yang terus mengguyur. Hujan juga menimbulkan longsor di Tapian Nauli. Nove Arrando Hulu (3) tewas tertimpa tanah longsor. ”Ia sedang bermain saat terjadi longsor,” kata Bupati Tapanuli Tengah Raja Bonaran Situmeang. Longsor juga terjadi di Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. Di Kabupaten Ngawi, Jawa Timur, angin kencang dilaporkan merusak puluhan rumah warga di tiga kecamatan di daerah itu. (NIK/CHE/MHF/AIK) Post Date : 12 November 2012 |