|
Bandar Lampung, Kompas - Banjir yang menggenangi Desa Subang Jaya, Kabupaten Lampung Tengah, Jumat (21/1), makin tinggi. Banjir di kawasan itu menenggelamkan ratusan hektar sawah, jagung, dan kelapa sawit. "Sebelumnya air masih sampai di patok jalan, tetapi sekarang air makin tinggi sekitar 30 sentimeter. Para petani merugi dan tidak dapat panen. Banjir datang saat padi mulai berbulir dan merunduk. Mestinya akhir bulan ini panen," tutur Junaidi, warga Subang Jaya. Sedikitnya 150 keluarga petani di desa itu merelakan tanaman mereka. Menurut petani, kalau terendam tiga hari mereka masih berharap banjir menyisakan tanaman mereka. "Tapi hampir seminggu air belum surut, tampaknya tak ada harapan lagi," tutur petani lain. Menurut Kepala Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) Wilayah II Radin Inten II Lampung Bambang Nova Setyanto, banjir di Lampung Tengah belum akan surut dalam beberapa hari ini. "Banjir di Lampung Tengah bukan karena hujan di kawasan itu, tetapi merupakan kiriman dari Way Kanan dan Lampung Utara," tuturnya. Ia menjelaskan, tiga hari terakhir curah hujan di Lampung berkurang, akibat tekanan rendah di Pasifik Barat. "Namun dalam minggu-minggu ini tekanan rendah akan kembali terjadi di selatan khatulistiwa. Kondisi itu akan menyebabkan curah hujan di Lampung kembali meninggi," ujar Bambang. Dijelaskan, akumulasi curah hujan tahun ini justru terjadi pada Januari dan Februari. Padahal dalam siklus biasanya, curah hujan mulai meninggi akhir Desember lalu. Bambang mengatakan, badai tropis di selatan khatulistiwa juga akan menyebabkan munculnya gelombang besar di perairan Selat Sunda. "Oleh karena itu para operator kapal di Pelabuhan Penyeberangan Bakauheni dan Merak, kami imbau mewaspadai munculnya gelombang besar itu," ujarnya. Masih mengungsi Di Sumsel, banjir yang menggenangi empat kabupaten selama delapan hari terakhir, hingga kemarin menyebabkan 6.000 keluarga mengungsi dan 16.000 rumah tergenang. Kecamatan Tanjung Lubuk, Kabupaten Ogan Komering Ilir, merupakan kawasan yang menderita kerusakan paling parah karena permukaan banjir terus naik hingga tiga meter dan menggenangi 20 dari 31 desa. Gubernur Sumsel Syahrial Oesman mengemukakan, banjir di provinsi itu menunjukkan gejala pergeseran dari hulu ke hilir. Jika lima hari lalu banjir menggenangi sekitar Kecamatan Baturaja di kawasan hulu Sungai Ogan dan sekitar Kecamatan Martapura di hulu Sungai Komering, kini banjir menggenangi Kecamatan Muara Puang dan bergeser ke Kecamatan Tanjung Lubuk, pertemuan antara Sungai Ogan, Sungai Randu, dan Sungai Komering. Pergeseran itu, kata Syahrial, dipengaruhi oleh penggundulan hutan di hulu sungai dan pola pasang surut laut. Ketika laut pasang dan terjadi hujan deras, akan terjadi banjir, sebaliknya jika laut surut air akan mengalir ke hilir. Masalahnya, waktu tempuh air antara kawasan banjir dan laut 10 jam sehingga sebelum semua air surut laut sudah pasang lagi. Kondisi itu menyebabkan banjir bergeser ke arah hilir. Pasang laut tertinggi diperkirakan terjadi pada 26 Januari 2005, dan dikhawatirkan saat itu banjir akan kembali menggenangi Palembang. Menurut Camat Tanjung Lubuk Irwan Bulhasan, banjir juga merobohkan enam rumah di dekat daerah aliran sungai, menggenangi 785 rumah, dan memaksa 855 keluarga mengungsi. Banjir juga merusakkan 80 persen jalan di 20 desa itu, serta sempat melumpuhkan transportasi ke kota Kecamatan Cempaka. Para pengungsi ditampung di tenda-tenda darurat, sambil menunggu air surut. Namun banyak di antara pengungsi itu menderita diare, penyakit kulit, dan flu karena sanitasi yang buruk dan terlalu lama terendam air. (jos/eca) Post Date : 22 Januari 2005 |