Banjir di Kota Semarang Tewaskan Enam Orang

Sumber:Kompas - 11 November 2010
Kategori:Banjir di Luar Jakarta

SEMARANG, KOMPAS - Banjir akibat hujan deras yang terjadi di Kota Semarang, Jawa Tengah, Selasa (9/11) petang, menyebabkan enam warga tewas. Banjir juga merusak puluhan rumah warga dan fasilitas umum, serta mengganggu perekonomian masyarakat.

Korban tewas adalah Abdul Rozak (18 bulan), Hilul (1), bayi berusia 3 bulan, Yayuk (55), Sukayati (30), dan Bambang Suharso (54). Mereka ditemukan di lokasi berbeda pada Selasa petang hingga Rabu (10/11). Bambang tewas tersengat listrik saat memperbaiki pompa air di Semarang Utara.

Lima korban lain tewas akibat banjir bandang di Kelurahan Wonosari, Kecamatan Ngaliyan. Banjir bandang setinggi 1,5-2,5 meter akibat meluapnya air Sungai Beringin yang mengalirkan air dari dataran tinggi, seperti Kecamatan Gunungpati dan Mijen, menuju laut.

Menurut penuturan sejumlah warga Wonosari, banjir bandang berlangsung sekitar pukul 15.30. Air mulai surut pukul 19.00. Saidun (47), mengatakan, banjir yang semula 10 sentimeter naik menjadi 2,5 meter hanya kurang dari 10 menit. Penyebabnya, talut sungai sepanjang 200 meter ambrol. ”Selama saya di sini belum pernah ada banjir bandang seperti ini,” kata Saidun, yang bermukim sejak 1990-an, Rabu.

Di Ngaliyan, banjir bandang menyebabkan 51 rumah rusak berat, puluhan rusak ringan, serta sejumlah sekolah rusak berat. Sejumlah rumah yang tidak rusak dipenuhi lumpur setebal 10-20 cm. Beberapa perusahaan di tepi Jalan Raya Mangkang dan Pasar Mangkang, sekitar 200 meter dari aliran Sungai Beringin, juga tertutup lumpur.

Banjir bandang juga terjadi di Kelurahan Purwoyoso, Ngaliyan. Belasan rumah rusak akibat terseret air dari Sungai Silandak, tetapi tidak ada korban jiwa.

Menurut pakar hidrologi Fakultas Teknik Universitas Diponegoro, Semarang, Robert Kodoatie, banjir bandang Sungai Silandak dan Beringin disebabkan rusaknya daerah aliran sungai itu. Hutan yang seharusnya menjadi daerah resapan air dan mengurangi laju air kini berubah menjadi sejumlah perumahan.

Wali Kota Semarang Soemarmo HS saat meninjau lokasi berjanji memperketat izin perubahan tata ruang di kawasan tangkapan air itu dan mengkaji kemungkinan pembangunan dam.

Sejumlah anak sungai Bengawan Solo juga meluap, Selasa malam, merendam setidaknya tujuh kelurahan di tiga kecamatan di Kota Solo, yaitu Kelurahan Sewu, Gandekan, dan Mojosongo di Kecamatan Jebres; Kelurahan Kedunglumbu, Joyosuran, dan Semanggi di Kecamatan Pasar Kliwon; serta Kelurahan Joyotakan di Kecamatan Jebres.

”Air di Bengawan Solo tinggi sehingga pintu air terpaksa kami tutup. Air di anak-anak sungai juga tinggi karena hujan deras beberapa jam. Pompa air yang ada tidak mampu mengimbangi melimpahnya air,” kata Kepala Kesatuan Bangsa, Perlindungan Masyarakat, dan Politik Kota Solo Suharso, Rabu.

Rusak parah

Sementara itu, kondisi jalan Ajibarang-Gumelar di Banyumas sepanjang 20 kilometer memprihatinkan. Selain badan jalan banyak berlubang dan bergelombang, sejumlah titik mengalami longsor.

Berdasarkan pantauan, Rabu, setidaknya ada tiga titik longsor parah yang menggerus badan jalan, yaitu di Desa Kracak, Karangbawang, dan Darmakradenen. Ketiganya masuk Kecamatan Ajibarang.

Titik longsor di Desa Karangbawang bahkan telah menggerus badan jalan yang semula selebar 5 meter menjadi tinggal 1,5 meter. Akibatnya, kendaraan yang lewat harus antre satu per satu. Warga sekitar berinisiatif mengalihkan arus lalu lintas agar titik ini tak semakin tergerus. Di Desa Krasak, kikisan longsor jalan mengancam rumah warga.

Kusworo (38), warga Desa Krasak, mengatakan, jalan longsor sudah berlangsung setahun terakhir. ”Entah mengapa tak kunjung diperbaiki oleh pemerintah. Kalau dibiarkan terus, tak berapa lama badan jalan pasti ambles semua,” katanya.

Hampir tidak ada ruas badan jalan yang utuh di rute Ajibarang-Gumelar. Kontur jalan yang naik dan turun melalui perbukitan tidak diimbangi dengan konstruksi jalan yang kuat. (EKI/GAL/HAN)



Post Date : 11 November 2010