Banjir di Kota Disebabkan Kegagalan Pengelolaan Saluran Air

Sumber:Kompas - 08 November 2007
Kategori:Banjir di Luar Jakarta
SEMARANG, KOMPAS - Untuk meminimalkan banjir di Kota Semarang dalam jangka pendek, Pemerintah Kota Semarang bersama masyarakat perlu mengupayakan pengerukan massal saluran-saluran air di Kota Semarang. Pemerintah juga perlu menyosialisasikan pentingnya celengan air.

Pakar Hidrologi Universitas Diponegoro Semarang Robert J Kodoatie mengatakan hal itu kepada Kompas, Selasa (6/11). "Pemerintah kota perlu meminta warga membersihkan sampah dan mengeruk sedimentasi di saluran-saluran air," katanya.

Belakangan ini, banjir di kawasan perkotaan disebabkan tertutupnya saluran karena sampah dan sedimentasi yang cukup tinggi. Pengerukan massal dapat memperluas kapasitas tampung saluran.

Celengan air atau tempat istirahat air, lanjut Robert, merupakan salah satu upaya memperlambat dan mengurangi air hujan yang mengalir ke drainase dan sungai. Caranya adalah dengan menyediakan wadah- wadah penampung air (drum, ember, bak), sumur resapan, atau taman yang ada tanah dan rumput di setiap rumah warga.

Jika ada sekitar 3.750.000 rumah di Kota Semarang (perhitungan berdasarkan asumsi satu rumah dihuni empat orang) yang menyediakan drum kapasitas 200 liter, 750 juta liter air hujan dapat tertahan. Air dalam drum itu dapat digunakan untuk membasuh kaki, mencuci kendaraan, dan pakaian.

Secara terpisah, Kepala Subdinas Pengairan Dinas Pekerjaan Umum Kota Semarang Fauzi mengakui, banjir di Kota Semarang beberapa hari terakhir ini bukan karena luapan sungai, melainkan disebabkan mampatnya saluran-saluran di perkotaan karena sampah dan endapan lumpur.

"Senin kemarin, kami memantau Kali Semarang sebagai pusat buangan air dari saluran-saluran tengah kota. Air tidak meluap, bahkan tidak di titik tertinggi tanggul. Hal itu membuktikan saluran-saluran tersumbat sampah," katanya.

Kepala Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air Provinsi Jawa Tengah Pandji Inu Kertopati mengatakan, meluasnya daerah yang digenangi banjir akibat hujan yang mengguyur sejumlah kota diduga akibat kegagalan instansi terkait dalam mengelola saluran air. Pengelolaan saluran air yang tidak profesional menyebabkan banyak saluran air tidak berfungsi dan menjadi lokasi pembuangan sampah kota.

Kota-kota yang menjadi langganan banjir, katanya, meliputi Kota Semarang, Kota Tegal, Kota Pekalongan, serta kota kabupaten seperti Demak, Kudus, Cilacap, dan Brebes.

Di Kudus, sebanyak 29 desa di Kecamatan Undaan, Jati, Mejobo, Jekulo, Bae, dan Kaliwungu terancam banjir. Di Kabupaten Demak lebih banyak lagi karena letak geografisnya sebagai daerah pembuangan banjir. (hen/who/sup)



Post Date : 08 November 2007