|
Sendawar, Kompas - Banjir akibat meluapnya Sungai Mahakam yang merendam 19 kecamatan di bagian hulu kini mulai surut, namun lalu lintas darat dari Samarinda menuju Sendawar, ibu kota Kabupaten Kutai Barat, sejauh 350 kilometer masih terputus. Penduduk pun mulai kesulitan makanan karena lumbung padi mereka ikut terendam akibat luapan air Sungai Mahakam tiga meter hingga tujuh meter. Dalam kaitan bencana ini dilaporkan ada empat warga yang tewas terseret banjir. Namun, sebegitu jauh Wakil Bupati Kutai Barat Ismael Thomas belum bisa merinci di mana saja korban yang meninggal tersebut. Menurut Ismael, yang pasti luapan air sungai itu merendam sekitar 30.000 rumah yang dihuni lebih kurang 120.000 jiwa penduduk di 19 kecamatan di pedalaman Kabupaten Kutai Barat. Dari 21 kecamatan di kabupaten itu, hanya dua yakni Kecamatan Barong Tongkok dan Linggang Bigung yang tidak tergenang banjir. Lalu lintas darat dari Samarinda ke Sendawar sampai Rabu (13/4) masih terputus di beberapa bagian karena badan jalan terendam banjir, terutama di Kecamatan Muara Muntai dan Muara Pahu. Tidak ada kendaraan darat yang berani lewat ruas jalan itu. Sementara transportasi sungai juga sangat rawan karena arus air masih sangat deras. Penduduk akhirnya menggunakan transportasi udara ke kota lain, terutama untuk berobat. "Penerbangan dari Melak ke Samarinda dan sebaliknya kini sangat padat sehingga kami melakukan penerbangan tambahan," kata Jeffry Widoyono, Kepala Cabang PT Aviastar Mandiri yang mengelola maskapai penerbangan perintis Bintang Sendawar. "Karena besarnya bencana banjir ini, kami sudah mengusulkan agar pemerintah pusat dan pemerintah provinsi turun tangan," kata Ismael Thomas. Bantuan yang sangat diharapkan terutama beras, karena padi yang baru dipanen kini juga terendam banjir. Selain itu, mesin penggilingan padi di beberapa kecamatan juga terendam sehingga padi yang bisa diselamatkan tak bisa digiling. Dampak banjir ini, menurut masyarakat, akan berlangsung lama karena padi yang ditanam di bagian hulu Sungai Mahakam umumnya padi ladang varietas lokal yang hanya ditanam setahun sekali. Karena itu, selama setahun ke depan masyarakat tidak memiliki persediaan beras lagi. "Langkah yang paling mungkin adalah membeli beras kalau punya uang," kata warga Kecamatan Melak. Menurut Ismael Thomas, diperkirakan kebutuhan beras untuk setiap kecamatan sekitar lima ton. Karena itu, untuk 19 kecamatan yang terendam banjir kebutuhan beras sekitar 95 ton. "Kami sudah meminta kepada Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur agar segera memberi bantuan beras. Selain itu, kami juga butuh dana segar untuk memperbaiki infrastruktur yang rusak, terutama bangunan sekolah, puskesmas, dan jembatan," katanya. Sementara itu, penduduk korban banjir kini mulai terserang berbagai macam penyakit. Selain inspeksi saluran pernapasan atas, penduduk juga mulai terserang diare dan penyakit kulit. Hulu Barito mulai surut Dari hulu Sungai Barito, tepatnya di Kabupaten Barito Utara, Kalimantan Tengah, dilaporkan air sudah mulai surut hingga dua meter. Aktivitas kota mulai pulih setelah beberapa hari lalu lumpuh. "Angkutan umum dari Banjarmasin menuju Muara Teweh (ibu kota Barito Utara-Red) sudah bisa lewat, pasar di kota juga mulai aktif kembali," kata Fery Kusmayadi, Kepala Bagian Humas Pemkab Barito Utara. Menjelang air surut, pemerintah menurunkan semua petugas kesehatan untuk mengecek kesehatan warga pascabanjir. "Kami menyiagakan semua petugas kesehatan agar jangan sampai terjadi wabah diare atau semacamnya," kata Fery. Fery berharap bagian hulu Barito Utara, yaitu Kabupaten Murung Raya, tak lagi turun hujan. "Kalau hujan lagi berarti kami akan kebanjiran lagi." Di bagian yang lebih hulu, yaitu di Kabupaten Murung Raya, terdapat tiga anak sungai utama yaitu Sungai Joloi, Sungai Murung, dan Sungai Busang yang bila hujan serentak bisa membuat Sungai Barito banjir.(THY/AMR) Post Date : 14 April 2005 |