|
CILACAP (Media): Banjir di Kecamatan Sidareja dan Gandrungmangu, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah (Jateng), yang terjadi sejak Selasa (30/12) masih tinggi, sedangkan di Kecamatan Cipari air mulai surut. Di Sidareja dan Gandrungmangu ketinggian air masih sekitar 40 sentimeter (cm) hingga 80 cm. Sebagian besar warga, terutama penduduk lanjut usia dan anak-anak masih bertahan di tempat-tempat pengungsian menunggu air surut. Menurut Sumarni, 43, warga Desa Sidareja, Kecamatan Sidareja, dia bersama warga terutama anak-anak masih takut untuk kembali ke rumah, karena banjir masih tinggi. ''Lebih baik di sini dulu, sambil menunggu air surut. Apalagi, pada musim seperti ini hujan deras bisa datang sewaktu-waktu,'' katanya saat ditemui Media di ruang belakang kantor Koramil Sidareja yang menjadi salah satu tempat pengungsian, kemarin. Selain di kantor Koramil, sebagian penduduk Desa Sidareja juga mengungsi ke salah masjid. Di antara para pengungsi mulai ada yang terserang penyakit gatal-gatal, infeksi saluran pernapasan atas (ISPA), dan diare. Dengan banyaknya pengungsi yang terserang penyakit, tim Satuan Pelaksana Penanggulangan Bencana dan Pengungsi (Satlak PBP) kecamatan mulai melakukan pengobatan, terutama kepada anak-anak. ''Untuk pengungsi di sekitar Koramil, penanganannya mudah karena dekat dengan Puskesmas. Tetapi bagi penduduk yang berada di pengungsian dekat wilayah banjir, petugas medis dari Puskesmas harus turun ke lokasi untuk memberikan pengobatan,'' kata Camat Sidareja Ahmad Khaerudin. Sedangkan Kepala Bagian Kesejahteraan Rakyat (Kesra) Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Cilacap Sumaryo mengungkapkan, pemkab sudah mengirimkan bantuan berupa beras, mi instan, dan obat-obatan untuk para pengungsi. ''Kami juga sudah melihat situasi. Pemkab mengimbau kepada masyarakat agar tetap waspada. Sebab, bila hujan deras lagi, kemungkinan besar banjir akan datang kembali,'' ujarnya. Cukupi kebutuhan Hal senada dikatakan Bupati Cilacap Probo Yulastoro. Dia telah memerintahkan Bagian Sosial Pemkab Cilacap untuk mencukupi seluruh kebutuhan pengungsi seperti makanan dan minuman. Pengiriman logistik terus dilakukan ke sejumlah tempat yang dilanda banjir. Permintaan yang sama juga telah disampaikan kepada Dinas Kesehatan untuk memantau kondisi kesehatan pengungsi. Kepala Dinas Pekerjaan Umum (DPU), Soeprihono mengungkapkan, kerugian akibat rusaknya prasarana umum selama banjir mencapai Rp14 miliar. Kerusakan itu meliputi prasarana jalan serta saluran pengairan. Kerugian akibat jebolnya saluran irigasi di Cihaur hanya sebesar Rp300 juta. Sedangkan untuk jalan yang mencakup 21 ruas di Sidareja sepanjang 48 kilometer (km) nilai kerugiannya mencapai Rp7 miliar. Di Kecamatan Kedungreja ada empat ruas jalan sepanjang 17 km yang rusak dengan nilai kerugian Rp3 miliar. Sementara itu, warga yang tinggal di sekitar Gunung Kelud di wilayah Kabupaten Kediri, Jawa Timur (Jatim), mulai khawatir dengan hujan deras yang terus menerus mengguyur wilayah itu selama sepekan. Sebab, derasnya hujan bisa mengakibatkan longsor lahar dingin. Lahar dingin ini merupakan dari sisa material yang tertinggal di kawah dan lereng Gunung Kelud setelah gunung tersebut meletus pada 1990. ''Kami cuma bisa berdoa agar hujan tidak setiap hari turun dan tidak deras,'' ujar Ahmad Bajuri, warga sekitar Kali Sukorejo, Kecamatan Gampengrejo, Kediri. Kecemasan Bajuri dan ribuan warga lainnya cukup beralasan. Menurut catatan Media, terdapat sekitar 10 sungai di tiga kabupaten sekitar Gunung Kelud yang menjadi daerah aliran langsung bila terjadi banjir lahar panas maupun dingin. Ketiga kabupaten itu adalah Kediri, Jombang, dan Blitar. Dari Malang dilaporkan, Pemkab Malang, Jatim, mewaspadai 11 kecamatan yang rawan bencana banjir dan longsor karena di daerah tersebut terdapat ratusan hektare lahan kritis. Ke-11 kecamatan itu antara lain Kecamatan Lawang, Tirtoyudo, Sumbermanjing Wetan, Gedangan, Jabung, Ampelgading, Dau, Pujon, Ngantang, dan Kasembon. (LD/ES/BN/N-2) Post Date : 02 Desember 2004 |