|
SERANG (Media): Penyebab bencana tanah longsor dan banjir di Indonesia belakangan ini akibat kerusakan lingkungan di pegunungan. Maraknya penebangan liar, pengalihan fungsi lahan, dan pemanfaatan potensi kawasan yang tidak berwawasan lingkungan membuat kawasan pegunungan menjadi gundul dan tidak mampu lagi menyerap air hujan. Demikian dikatakan Menteri Lingkungan Hidup Rahmat Witoelar dalam sambutan tertulisnya yang dibacakan Deputi Bidang Pelestarian Lingkungan Sudaryono pada peringatan hari Pegunungan Internasional yang dipusatkan di kaki Gunung Karang di Desa Pasir Peteuy, Kecamatan Cadasari, Kabupaten Pandeglang, Banten, Sabtu (11/12). ''Bagaimana mau menahan air dan erosi jika kondisi lingkungan di kawasan pegunungan telah rusak," ujar Witoelar. Hadir pada acara tersebut Bupati Pandeglang Achmad Dimiyati Natakusumah, Bupati Serang Bunyamin, Kepala Badan Pengendali Dampak Lingkungan (Bapedal) Provinsi Banten Darmin Lunjamin dan penyanyi sekaligus pencita lingkungan Ully Sigar Rusady, serta ribuan masyarakat yang bermukim di lereng Gunung Karang. Menurut Witoelar, saat ini kerusakan lingkungan di 500 gunung di Indonesia semakin meluas dan parah. Dampak yang ditimbulkan adalah bencana tanah longsor, banjir, dan kekeringan. Oleh karena itu, ujar Witoelar, satu-satunya jalan mengatasinya adalah menghentikan laju perusakan hutan. Kalau terus dibiarkan, bencana banjir dan longsor tidak dapat dielakkan. "Sekarang sudah terlihat, begitu kawasan pegunungan mengalami tekanan akibat penggundulan hutan, pengalihan fungsi lahan, langsung terjadi banjir dan tanah longsor," katanya lagi. Berdayakan masyarakat Berdasarkan data dari Kementerian Lingkungan Hidup, kata Menteri LH, pada 2003 telah terjadi bencana tanah longsor di 111 lokasi dengan korban jiwa 178 orang, sedangkan bencana banjir tercatat 236 kali yang melanda hampir seluruh wilayah di Indonesia. Untuk mengatasi laju kerusakan lingkungan, KLH akan melakukan berbagai upaya antara lain, pemberdayaan masyarakat pegunungan, penguatan penataan ruang, pemanfaatan potensi kawasan yang adil dan berkelanjutan. Sementara itu, Gubernur Banten Djoko Munandar dalam sambutan tertulis yang dibacakan Kepala Bapedal Provinsi Banten Harmin Lunjamin mengatakan, kerusakan hutan di kawasan Gunung Aseupan, Karang, dan Pulosari (Akarsari) disebabkan maraknya penebangan liar dan perambahan hutan untuk dijadikan lahan pertanian dan permukiman. Padahal, hutan di tiga kawasan pegunungan di daerah ini merupakan wilayah tangkapan air dan merupakan bagian hulu dari DAS Ciujung, Ciliman, dan Cidanau. Oleh karena itu, upaya pemulihan hutan sebagai lahan konservasi harus segera dilakukan. "Bila kawasan pegunungan Akarsari sampai rusak, yang menderita adalah seluruh masyarakat Banten. Karena sumber air baik untuk kebutuhan air minum, irigasi, maupun industri berasal dari kawasan pegunungan ini," kata Gubernur. Menurut Gubernur, kerusakan hutan di kawasan pegunungan Akarsari merupakan salah satu potret kerusakan lingkungan di Indonesia. Belum memadainya penegakan hukum serta kurangnya kesadaran masyarakat membuat kerusakan terus berlangsung. Gubernur menyatakan, untuk melindungi lingkungan harus ada keterlibatan masyarakat. "Jadi, warga sendiri yang sekarang harus berperan serta menjaga lingkungannya, termasuk dari penebangan liar," tambahnya. Sebelumnya, Bupati Pandeglang Achmad Dimiyati Natakusumah mengatakan, pegunungan Akarsari yang berada di beberapa wilayah kecamatan harus dilindungi dari upaya eksploitasi hutan. Pegunungan tersebut memiliki fungsi yang sangat penting bagi ketersediaan air tawar di wilayah Provinsi Banten. "Bila kawasan pegunungan itu sampai rusak, dampaknya dirasakan seluruh masyarakat Banten. Karena itu, harus ada upaya mencegah kerusakan hutan lebih lanjut," kata Dimiyati. (BV/V-1) Post Date : 14 Desember 2004 |