|
BANDUNG, (PR).- Banjir dahsyat mengancam Kota Bandung, menyusul terjadinya kerusakan 7.080 ha atau 80% dari 8.850 ha luas hutan lindung di hulu Sub-Daerah Aliran Sungai (DAS) Cikapundung Kawasan Bandung Utara (KBU). Demikian dikatakan anggota Dewan Pakar Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda (DPKLTS), S. Sobirin, di Cigadung, Kota Bandung, Minggu (19/12). "Kerusakan hutan di hulu Sub- DAS Cikapundung yang sebagian besar berada di wilayah Kabupaten Bandung itu, tidak hanya meluapkan air Sungai Cikapundung, tetapi juga bakal mengairi puluhan sungai lainnya di dalam Kota Bandung. Kondisi itu semakin diperparah, karena hulu sub-DAS lainnya pun di KBU dalam kondisi kritis," katanya. Sobirin yang juga mantan Kepala Pusat Penelitan dan Pengembangan Sumber Daya Air (Puslitbang SDA) tersebut menduga, banjir besar yang terjadi pada 1945 lalu merupakan banjir yang terjadi 100 tahun sekali (banjir periode ulang 100 tahunan), yang merenggut ratusan korban jiwa. Karena itu, bukan hal yang mustahil jika ancaman banjir sekarang ini, juga akan berdampak sama seperti yang terjadi pada 28 November 1945 lalu tersebut. "Di saat kondisi hutan masih baik, mungkin hanya terjadi banjir seperti periode ulang 100 tahunan, yang bisa mengakibatkan bencana dahsyat seperti yang terjadi 1945 lalu," katanya. Namun begitu, dengan kerusakan hulu Sub-DAS Cikapundung yang kondisinya sudah semakin parah seperti sekarang ini, Sobirin menegaskan, banjir periode ulang 10 tahunan atau 25 tahunan saja hampir dipastikan bakal mengakibatkan banjir dahsyat di Kota Bandung. "Karena itu, saya khawatir dalam waktu dekat ini Kota Bandung bakal dilanda banjir dahsyat, tidak harus menunggu hingga tahun 2045 mendatang," katanya. Banjir dahsyat yang terjadi pada 1945 lalu, menurut Sobirin, menerjang kawasan Sasak Gantung, Lengkong Besar, Kebonjati dan banyak lagi daerah lainnya. "Semua itu tercatat dalam buku Setahoen Peristiwa Bandoeng, karangan Samaoen Bakry yang terbit pada 1946. Juga pada buku Saya Pilih Mengungsi karangan Ratnayu Sitaresmi dan Soewarno Darsoprajitno, yang terbit pada 2002. Di samping itu, banyak juga keterangan dari para saksi mata yang saat ini masih hidup," katanya. Permukiman dana pertanian Lebih lanjut ia mengatakan, saat ini seluas 8.850 ha atau 75% dari 11.850 ha luas hulu Sub-DAS Cikapundung, merupakan kawasan lindung atau daerah yang harus berfungsi sebagai lindung. "Luasan kawasan lindung tersebut berdasarkan kemiringan lereng, curah hujan, sifat tanah, dan ketinggian," katanya. Namun, dari seluas 8.850 ha kawasan lindung, hanya 1.770 ha masih dalam kondisi baik. "Selebihnya, 7.080 ha sudah rusak karena di sekitarnya dipenuhi permukiman dan pertanian yang tidak berkaidah pada konservasi. Berdasarkan hal itu, ancaman bakal terjadinya banjir dasyat di Kota Bandung, bukan isapan jempol belaka," katanya. Menurut Sobirin, luas permukiman dan pertanian yang tidak berwawasan konservasi semestinya tidak lebih dari 2.950 ha atau hanya 25% dari luas hulu Sub-DAS Cikapundung secara keseluruhan. Yakni di daerah kawasan budi daya (bukan kawasan lindung). "Meski begitu, permukiman dan pertanian tersebut ternyata juga 'melahap' kawasan lindung. Jadi, secara keseluruhan, permukinan dan pertanian yang tidak berwawasan konservasi yang ada di hulu Sub-DAS Cikapundung, luasnya mencapai 10.030 ha. atau 7.080 ha di kawasan lindung, dan 2.950 ha di kawasan budi daya," katanya. Sementara itu, Ketua Dewan Penasihat DPKLTS yang juga saksi mata terhadap peristiwa banjir yang terjadi pada 25 November 1945, Solihin G.P, mengatakan, banjir khususnya yang akan melanda Kota Bandung di masa mendatang hampir dipastikan bakal lebih dahsyat. "Pasalnya, dengan kondisi hutan pada 1945 lalu saja yang jauh lebih baik dibanding sekarang, air di Sungai Cikapundung sudah meluap. Apalagi, dengan kondisi yang terjadi sekarang ini, kemungkinan akan mendatangkan banjir yang tentu bakal lebih dasyat," kata mantan Gubernur Jabar ini. Berdasarkan kenyataan itu, Solihin menegaskan, lahan kritis di hulu Sub-DAS Cikapundung mutlak segera direhabilitasi. "Kelestarian hutan di hulu sungai sangat penting untuk mengendalikan tata air, guna menghindari terjadinya banjir di musim hujan dan kekeringan di musim kemarau," katanya. (A-129) Post Date : 20 Desember 2004 |