Banjir Cileuncang

Sumber:Pikiran Rakyat - 16 Desember 2005
Kategori:Banjir di Luar Jakarta
MUSIM hujan saat ini, para pengguna jalan di Kota Bandung mengeluh. Itu terjadi, akibat banjir cileuncang yang mengganggu arus lalu lintas. Para pengendara, baik roda empat maupun roda dua, terpaksa memperlambat laju kendaraan dan itu mengakibatkan atrean yang cukup panjang.

Banjir cileuncang, menjadi bahan pemberitaan media massa. Setiap musim hujan di Kota Bandung, para wartawan menyajikan berita banjir itu, lengkap dengan fotonya. Pemberitaan seperti ini muncul setiap musim hujan, sehingga bisa dikatakan menjadi langganan pemberitaan.

Bagi masyarakat, banjir cileuncang seolah-olah menjadi pemandangan yang telah biasa dan tidak aneh. Bila hujan, sejumlah ruas jalan terendam dan itu bukan perkara baru.

Bagaimana dengan aparat Pemerintah Kota Bandung? Melihat kejadian yang saban waktu dan telah menjadi langganan pemberitaan, mungkin saja Pemkot Bandung juga tidak merasa aneh tentang banjir cileuncang. Buktinya, pemberitaan dan keluhan pengguna jalan tentang kejadian itu, tidak terlihat ada respons atau tanggapan.

Apakah Pemkot Bandung tidak menyikapi persoalan banjir cileuncang sebagai persoalan serius Kota Bandung?

Jika banjir itu terjadi saban waktu dan menjadi langganan pemberitaan media massa, jelas mengundang pertanyaan, apakah tidak ada upaya dari Pemkot Bandung untuk mengatasi persoalan itu? Bila ada upaya, kita akan menemukan langkah nyata dari pemkot untuk menyelesaikan masalah itu. Misalnya, dengan memperbaiki saluran air, mengeruk saluran yang telah dangkal serta upaya lainnya.

Sayang, hal seperti itu tidak kita temukan. Buktinya, setiap musim hujan sejumlah ruas jalan terjadi banjir cileuncang. Padahal, dalam konsep pemerintahan sekarang yakni sebagai good government, semestinya berbagai persoalan yang terjadi di Kota Bandung, seperti banjir cileuncang diselesaikan. Karena, sebagai aparatur, tugasnya adalah memberikan pelayanan kepada publik.

Kembali ke banjir cileuncang, manakala tidak ada upaya dan program dari pemkot untuk mengatasi hal itu, maka sama saja tidakm ada keinginan untuk memberikan pelayanan terhadap publik itu sendiri. Publik dibiarkan menghadapi dan menemui banjir di jalanan. Publik dibiarkan menerima kenyataan seperti itu, tanpa ada upaya perbaikan.

Apa dampak lain dari banjir cileuncang? Secara umum, dapat menganggu berbagai aktivitas. Jalan raya merupakan urat nadi lalu lintas bagi aktivitas masyarakat. Manakala terjadi gangguan, dengan sendirinya berdampak kepada aktivitas itu. Baik itu aktivitas perekonomian, pendidikan, sosial, dan seterusnya.

Apakah Pak Dada Rosada selaku wali kota, merasa tidak terganggu bila ia berpergian, lalu jalan yang dilewati terjadi banjir cileuncang? Sampai hari ini, belum ada media massa memberitakan wali kota mengeluh tentang hal itu. Atau, mungkin wartawan belum sempat menanyakan kepada beliau? (Irwan Natsir/PR)

Post Date : 16 Desember 2005