|
Barito Selatan, Kompas - Banjir yang melanda wilayah di kabupaten-kabupaten di sepanjang daerah aliran sungai Barito, Kalimantan Tengah, belum ada tanda-tanda surut. Selain mengganggu kelancaran transportasi, banjir juga mengganggu aktivitas ekonomi sosial masyarakat. "Hari ini malah ada kenaikan air akibat hujan deras selama beberapa hari terakhir," kata Kepala Bagian Hubungan Masyarakat dan Protokoler Pemerintah Kabupaten Barito Utara Ferry Kusniadi di Kota Muara Teweh, ibu kota Barito Utara, via telepon kepada Kompas di Buntok, ibu kota Kabupaten Barito Selatan, Senin (17/4). Selain Kota Muara Teweh, banjir di Puruk Cahu, Kabupaten Murung Raya, juga dilaporkan terus naik hingga maksimum mencapai ketinggian dua meter. Di Puruk Cahu ketinggian air satu meter, sedangkan di Kecamatan Juking Panjangsekitar lima kilometer di utara Puruk Cahuketinggian air mencapai dua meter. Enam hari terakhir, hujan lebat terus terjadi di daerah aliran sungai (DAS) Barito yang mengakibatkan Sungai Barito dan beberapa anak sungainya meluap. Ferry mengatakan, sehari sebelumnya air di Puruk Cahu sempat turun, tetapi karena curah hujan yang tinggi di hulu DAS Barito, air naik lagi. Menurut dia, daerah yang dilanda banjir beberapa hari terakhir adalah wilayah Kecamatan Teweh Tengah, Selahi, dan Mengkalat dengan ketinggian air berkisar 1 hingga 1,5 meter. Noor, warga yang sering pulang pergi Puruk Cahu-Muara Teweh, mengatakan, "Biasanya daerah Murung Raya yang dekat dengan hulu Barito kebanjiran dulu baru Muara Teweh. Tetapi ini Muara Teweh dulu yang banjir baru daerah Murung Raya." Ia menduga Muara Teweh banjir akibat luapan Sungai Laung. Dari pantauan Kompas di kawasan Kalahien, permukaan air Sungai Barito naik sekitar dua meter dibandingkan dengan pemantauan akhir Maret lalu. Bertahan di rumah Kendati kegiatan sosial ekonomi warga terganggu akibat banjir tersebut, sebagian warga masih tetap bertahan di rumahnya. Sebagian besar rumah penduduk berbentuk panggung sehingga lantai belum tergenang. "Air sudah hampir mencapai lantai rumah tetapi mereka bertahan di rumah masing-masing. Tahun 2006 baru satu kali ini banjir melanda Puruk Cahu. Tahun 2005 empat kali banjir," ujar Kepala Bagian Humas Kabupaten Murung Raya, Syahrial. Warga yang bekerja sebagai penoreh pohon karet dan pencari rotan tidak dapat bekerja karena kebun dilanda banjir. Para pegawai kantor dan pelajar terpaksa berjalan kaki atau naik jukung (perahu) ke kantor atau sekolah. Menurut Koordinator Save Our Borneoprogram yang digagas Wahana Lingkungan Hidup se-KalimantanNordin, banjir itu merupakan indikasi tidak bagusnya pengelolaan kawasan hutan yang menjadi penyangga dan pengatur tata air di sepanjang DAS. "Konversi hutan dan pemberian hak pengusahaan hutan pertambangan serta perkebunan telah merusak sistem tata air alami sehingga tata air kawasan green belt (sabuk hijau ) utama Kalimantan terancam rusak. Akibatnya bisa dilihat, yaitu banjir datang," kata Nordin. Sementara yang memprihatinkan, tutur Syahrial, selain karena banjir, hubungan transportasi darat, yaitu ruas Puruk Cahu-Muara Teweh sepanjang 10 kilometer, sudah rusak parah pada enam bulan terakhir. Angkutan bus umum Puruk Cahu-Muara Teweh-Banjarmasin sudah tidak jalan lagi. Akibatnya, warga Puruk Cahu harus naik speedboat untuk pergi ke Muara Teweh atau Banjarmasin dengan ongkos Rp 70.000. (CAS/FUL) Post Date : 18 April 2006 |