|
Sejak belasan tahun lalu, penduduk Provinsi Jambi, terutama yang tinggal di daerah aliran sungai (DAS) Batanghari dan anak-anaknya selalu dihantui oleh bencana alam banjir. Musibah bencana alam banjir yang setiap kali menelan kerugian miliaran rupiah dari tahun ke tahun semakin parah. Banjir yang melanda berbagai tempat di Jambi akibat meluapnya Sungai Batanghari dan anak-anak sungainya terkait erat dengan kerusakan lingkungan, khususnya kerusakan hutan. Saat ini di Provinsi Jambidi DAS Batanghariterdapat lebih dari satu juta hektar lahan kritis, tepatnya 1,121,150 hektar. Terdiri dari 971,049 hektar di dalam kawasan hutan dan 150,101 hektar di luar kawasan hutan, kata Kepala Balai Pengelola DAS Provinsi Jambi Suprianto menjawab Kompas hari Selasa (20/12). Pada kurun waktu 1990-2000 hutan Jambi berubah secara drastis. Berdasarkan analisis satelit citra landsat pada tahun 1990, di Provinsi Jambi masih terdapat hutan seluas 2,4 juta hektar atau 44,9 persen dari seluruh luas Provinsi Jambi, ujar Mahendra Taher, Koordinator Program DAS Bioregion Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi Jambi. Dengan analisis yang sama, sepuluh tahun kemudian, yaitu tahun 2000, tutupan hutan hanya tinggal 1,4 juta hektar (29,66 persen dari seluruh luas wilayah Provinsi Jambi 5,1 juta hektar) atau berkurang (hilang) sekitar satu juta hektar, ujarnya lagi. Dengan asumsi kehilangan sekitar 100.000 hektar dalam setahun, saat ini diperkirakan luas hutan Jambi yang masih tersisa hanya sekitar 900.000 hektar saja. Karena tingkat kerusakan akibat penebangan liar, perambahan dan sebagainya dalam lima tahun terakhir tinggi dan luas lahan lahan kritis di kawasan hutan hampir satu juta hektar, luas hutan, termasuk hutan taman nasional, Jambi kini diperkirakan hanya sekitar 500.000 hektar. Kesatuan ekosistem Mahendra mengemukakan, dalam menangani banjir pemerintah sering terjebak pada sudut pandang satu sektor sajamisalnya kehutanantanpa memandang daerah aliran sungai sebagai satu kesatuan ekosistem yang utuh dari hulu hingga hilir. DAS Batanghari yang melewati sejumlah kabupaten dan dua provinsi, yaitu Jambi dan Sumbar dengan luas daerah tangkapan hujan 4,9 juta hektar. Peranan pemerintah pusat harus lebih ditingkatkan dalam pengelolaan, termasuk pendanaan. Pengelolaan DAS Batanghari tidak bisa lagi terpusat di Jambi, harus menyeluruh, hulu, tengah dan hilir, tambahnya. Pengalaman selama ini, Gunung Kerinci menjadi pembatas atau koridor curah hujan di Jambi. Pada saat curah hujan tinggi di sebelah utara Gunung Kerinci, maka daerah yang kebanjiran adalah DAS Batanghari di Sumbar, terus Kabupaten Bungo dan Tebo di Jambi. Selanjutnya, di Kabupaten Batanghari, Muaro Jambi, dan Kota Jambi, hanya banjir rutin atau banjir tahunan. Begitu pula jika curah hujan tinggi di selatan Gunung Kerinci, yang meluap Sungai Batang Merao, Merangin, Tembesi, Batang Asai, Batang Limun, dan Batang Tabir. Daerah yang dilanda banjir adalah Kabupaten Kerinci, Merangin, Sarolangun. Pada akhir tahun 2003 terjadi anomali atau penyimpangan, curah hujan yang tinggi terjadi di utara dan selatan Gunung Kerinci secara bersamaan dan merata. Akibatnya, seluruh kabupaten/kota di Provinsi Jambi (kecuali Tanjung Jabung Barat) terendam air banjir selama tiga bulan (November, Desember 2003, dan Januari 2004). Pada saat itu, sekitar 500.000 hektar lahan pertanian di DAS Batanghari terendam, sekitar 50.000 penduduk mengungsi. Semoga Tahun ini tidak terjadi banjir seperti Desember 2003 dan Januari 2004, ujar Suprianto.(h nasrul thahar) Post Date : 21 Desember 2005 |