|
[BANDUNG] Wakil Gubernur Jawa Barat ( Wagub Jabar), Nu'man A Hakim menegaskan, peristiwa terendamnya sekitar 2.600 rumah di daerah Bandung selatan akibat luapan Sungai Citarum bukanlah sebuah musibah. "Banjir itu bukan musibah. Itu memang sudah menjadi siklus tahunan karena kondisi daerahnya begitu," kata Wagub Nu'man A Hakim, di Gedung Sate, Bandung, Rabu (21/2). Untuk menyelesaikannya, tutur Wagub, harus ada agenda dan kebijakan nasional. Pasalnya, masalah banjir itu menjadi satu dari kawasan hulu hingga hilir. Sedimentasi di hilir kian meningkat karena kawasan hulu sudah semakin rusak. Pendanaan untuk penyelesaiannya pun tidak bisa kalau hanya bergantung pada sumber anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD). "Anggarannya cukup besar. Tidak mungkin kita menggunakan APBD. Karena ada usulan agar tanggul di Sangyang Tikoro, Kabupaten Bandung, diperbaiki," imbuhnya. Tanggul tersebut, sambungnya, merupakan ganjalan dan penyebab utama banjir. Belum lagi kondisi alam yang ada di kawasan Bandung selatan juga sudah rusak, sehingga peristiwa banjir terus berulang. Seperti biasanya, kala banjir terjadi di daerah Bandung selatan, kerugian sudah dipastikan akan menimpa dunia industri, terutama tekstil. Sementara itu, Ketua Apindo Kabupaten Bandung, Yohan Lukius mengatakan, untuk satu pabrik yang tutup karena banjir, kerugiannya bisa mencapai Rp 100 juta per hari. Pabrik-pabrik yang berpotensi mengalami kerugian itu tersebar di Kecamatan Dayeuh Kolot yang letaknya dekat dengan Sungai Citarum. Yohan memaparkan, jumlah pabrik yang berada di sekitar daerah tersebut mencapai 18 buah. "Perkiraan kerugiannya per hari akan mencapai Rp 1,8 miliar," ujarnya. Dikatakan, kerugian tersebut dihitung dari upah buruh yang harus tetap dibayarkan oleh pengusaha, pengiriman produk, kerusakan mesin, serta bahan baku yang terendam air. Meski demikian, dia menjelaskan, banjir ini belum sampai membuat pabrik menghentikan operasinya. Hanya saja, pengoperasian pabrik menjadi tidak maksimal. Pada tahun 2006 lalu, kerugian industri di Bandung selatan mencapai Rp 30 miliar. Hal ini disebabkan banyaknya pabrik yang tidak beroperasi. Tetap Beroperasi Ketua API Jabar, Ade Sudrajat, mengatakan, semua industri tekstil dan produk tekstil (TPT) yang ada di Bandung selatan masih dapat beroperasi secara normal seperti biasa. Terkait kerugian, Ade mengungkapkan kerugian bisa mencapai lebih dari Rp 10 miliar. Selain menimbulkan kerugian di sektor industri, genangan banjir juga membuat proses kegiatan belajar-mengajar (KBM) terganggu. Berdasarkan data Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung, sedikitnya 5.000 siswa sekolah dasar tidak masuk sekolah akibat gedung sekolah atau rumahnya terendam. Hingga Rabu (21/2), terdapat enam sekolah dasar (SD) di tiga kecamatan termasuk wilayah Kabupaten Bandung yang masih terendam banjir, seperti SD Leuwibandung 1, 2, 3; SD Dayeuhkolot 7, 10; SD Bojongasih 1, 2 (Kecamatan Dayeuhkolot), SD Andir 1, 3 dan SD Jati 1, 2, 3 (Kecamatan Baleendah), serta SD Haurpugur 1, 2, 3 (Kecamatan Rancaekek). "Sekolah yang terendam sebaiknya dicarikan jalan keluarnya agar proses belajar-mengajar bisa terus berjalan. Kalau satu atau dua hari tidak masuk karena banjir, masih bisa diterima," ungkap Achmad Saepudin, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung. Untuk menyelesaikan masalah banjir ini, Kepala Bidang Pelaksanaan Jaringan Sumber Air Citarum, Sukotjo mengatakan, pihak Departemen Pekerjaan Umum yang menjadi pelaksana proyek pengerukan dan pemompaan Sungai Citarum telah melakukan peninjauan di Kampung Bojong Citepus. "Yang dikontrol itu dinding-dinding pabrik yang jebol karena debit air meningkat. Dalam waktu dekat, kami akan menambah lagi kedalaman pengerukan dasar Citarum hingga lima meter," imbuhnya. [153] Post Date : 22 Februari 2007 |