|
PALU(SINDO) - Dalam 10 hari terakhir, enam kabupaten/ kota di Sulawesi Tengah (Sulteng) dilanda banjir bandang disertai tanah longsor.Bencana ini mengakibatkan sedikitnya 70 orang tewas dan ribuan mengungsi. Keenam daerah tersebut adalah Kab Morowali, Banggai,Parigi-Moutong (Parimo), Tolitoli,Tojo-Unauna (Touna), dan Poso. Namun, dibandingkan daerah lain, Kab Morowali mengalami dampak banjir yang paling parah. Bahkan, sejak kemarin, pemerintah telah menetapkan status musibah nasional atas bencana banjir tersebut. Juru Bicara Satkorlak Penanggulangan Bencana Alam (PBA) Sulteng Kasman Lassa mengatakan, penetapan status menjadi bencana nasional antara lain didasarkan pada jumlah korban yang tewas cukup banyak.Selain itu,kawasan yang diterjang banjir bandang sangat luas serta banyak infrastruktur dan permukiman penduduk yang mengalami kerusakan akibat musibah ini. Dari informasi yang dihimpun kemarin, bencana banjir terbesar terjadi di Kab Morowali dan menjangkau empat kecamatan, yakni di Bungku Utara, Mamosalato, Soyo Jaya,dan Petasia.Korban yang tewas maupun hilang diperkirakan mencapai 100 orang. Namun, pihak Satkorlak melansir sekitar 70-an orang. Lassa menjelaskan,jumlah korban tewas di Kab Morowali sebanyak 31 orang. Sementara yang belum ditemukan atau dinyatakan hilang dan diduga telah meninggal dunia tercatat tinggal 41 orang. Angka ini sangat mencolok dengan data yang diperoleh petugas dari berbagai institusi resmi yang turun langsung melakukan pendataan di lapangan sehingga perlu kami klarifikasi,tuturnya. Kendati begitu, menurut Ketua DPRD Morowali Zainal Abidin Ishak, perkiraan angka korban tewas dan hilang akibat banjir bandang kali ini terus bertambah karena sebagian besar desa belum memberikan laporan. Di Kab Banggai, banjir bandang merendam ribuan rumah penduduk pada belasan desa di Kec Toili dan Toili Barat. Lokasi banjir di kabupaten ini merata mulai dari Rusa Kencana (ibu kota Kec Toili) sampai Desa Pandauke, yang berbatasan dengan Kec Mamosalato di Bungku Utara. Hal ini terjadi akibat meluapnya sungai- sungai besar lantaran curah hujan yang tinggi. Ketinggian air mencapai lebih dari dua meter. Kendaraan yang ditumpangi Wagub Sulteng Ahmad Yahya SE MM yang juga Ketua Satkorlak Penanggulangan Bencana dan Pengungsi Provinsi Sulteng bahkan sempat terjebak banjir besar di Dataran Toili, Kab Banggai. Saat itu dia hendak meninjau korban banjir di Kec Mamosalato dan Bungku Utara (Morowali), tapi dia selamat. Kendaraan yang ditumpangi Wagub terpaksa balik ke Luwuk (ibu kota Kab Banggai) karena sopirnya khawatir terjadi sesuatu, kata Alamsyah, staf pribadi Wagub Ahmad Yahya. Banjir besar dengan ketinggian air hingga dua meter yang menghantam Dataran Toili ini dikhawatirkan akan mengganggu produksi pangan di daerah ini. Sebab, kawasan tersebut merupakan lumbung beras terbesar kedua di Provinsi Sulteng setelah Dataran Parigi Selatan di Kab Parimo. Banjir bandang juga menghantam Kab Parimo. Di kabupaten ini tercatat empat kecamatan sudah terendam air, yakni sejumlah desa di Kec Tomini, Bolano Lambunu, dan Kasimbar. Di Desa Ogotombubu, Tomini, banjir yang mulai terjadi hari Minggu (22/7) telah merendam sekitar 200-an rumah penduduk dan lahan pertanian. Sementara jalan poros Trans-Sulawesi pada ruas KasimbarAmpibabo putus akibat tertutup tanah longsor disertai material batuan dan pepohonan. Banjir di kabupaten ini juga merendam Desa Ongka Malino di Kec Bulano-Lambunu dan Desa Sidoan di Kec Tinombo,termasuk ribuan hektare tanaman padi. Banjir besar juga menghajar Kab Touna dan Kab Tolitoli.Di Kab Touna dilaporkan seorang tewas dan empat warga di Dataran Bulan hanyut terbawa arus sungai yang deras, selain lima desa eks unit permukiman transmigrasi di kawasan ini yang terendam air hingga setinggi lebih satu meter. Sementara banjir di Kab Tolitoli yang terjadi pada 26 Juli membuat rumah penduduk dan fasilitas umum di Kel Tuweley,Baru,Panasakan, dan Nalu (dalam kota Tolitoli) terendam air hingga setinggi 1,5 meter. Banjir juga mengakibatkan dua warga Kec Lampasio tewas dan hilang.Korban yang tewas tersebut adalah penduduk Desa Tinabogan dan yang hilang penduduk Desa Dadakitan. Saat kejadian, keduanya hendak pulang ke rumah dari kebun seusai memetik cengkih. Banjir akibat tingginya curah hujan dalam 10 hari terakhir juga sempat merendam permukiman penduduk dan areal persawahan pada sejumlah desa di Kec Pamona Selatan dan Poso Pesisir Utara di Kab Poso. Namun, kondisi yang ditimbulkan tidak separah yang terjadi di daerah lain. Stasiun Meteorologi Palu melaporkan, sebagian besar wilayah Provinsi Sulteng hingga akhir Juli 2007 masih berpotensi diguyur hujan di atas normal sehingga berpeluang terjadi bencana banjir dan tanah longsor. Penyebab perubahan cuaca ekstrem ini akibat pergerakan angin disertai awan tebal dari wilayah tenggara Indonesia yang melewati Pulau Sulawesi, Kalimantan, dan berputar menuju Sumatera. Menurut Kepala Stasiun Meteorologi Palu Rassem, berdasarkan pantauan satelit, kecepatan angin tersebut sampai mencapai 20 knot per jam hingga berpotensi memunculkan hujan deras serta meningkatkan tingginya gelombang laut di berbagai kawasan. Penanganan Ketua Satkorlak PBP Sulteng Ahmad Yahya mengatakan pemprov setempat mengerahkan semua kemampuan yang dimiliki untuk mengatasi bencana alam banjir dan tanah longsor di berbagai wilayah tersebut.Namun prioritas pendistribusian bantuan tanggap darurat diberikan kepada korban banjir di Kab Morowali karena paling parah dibandingkan kabupaten lain. Wagub Yahya juga mengata-kan, untuk penanganan banjir bandang di Morowali, pihaknya mendapatkan dukungan bantuan personel, peralatan, dan logistik dari TNI, Polri, Bakornas, Satlak Morowali hingga pihak swasta seperti PT International Nickel Corporation (INCO) dan masyarakat luas. Sementara itu, Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) menilai faktor utama penyebab banjir bandang yang menghantam empat kecamatan di Kab Morowali akibat kritisnya hutan di daerah tersebut.Hutan-hutan di sana sudah banyak yang rusak parah sehingga tidak mampu lagi menyerap air hujan yang turun,apalagi dengan debit besar. Menurut Koordinator Advokasi dan Kampanye Eksekutif Daerah Walhi Sulteng Wilianita Selviana, kondisi hutan di Morowali mengalami kekritisan akibat adanya areal konsesi berupa perkebunan sawit dengan luas hak guna usaha (HGU) 9.855 hektare,pertambangan 71.590 hektare, HPH 105.000 hektare, dan IPK 1.770 hektare. Hasil analisis data base Walhi Sulteng 20012007 mencatat, tingginya pencadangan lahan untuk berbagai kegiatan usaha ini tidak sebanding dengan jumlah tutupan hutan yang tersedia. Bahkan laju perubahan tutupan hutan di kawasan ini mencapai 169,32 hektare per tahun, sementara tingkat kekritisan lahannya mencapai 3,29% atau sama dengan 20.260 hektare per tahun. Sementara luas tutupan hutan Kab Morowali sendiri pada tahun 2001 adalah 1.013.931 hektare, terdiri atas hutan lindung 447.170 hektare, hutan produksi 193.649 hektare, hutan produksi terbatas 230.567 hektare,hutan produksi yang dapat dikonversi 80.294 hektare dan hutan suaka alam 62.251 hektare. (ant/samsuria) Post Date : 29 Juli 2007 |