|
GILA, banjir lagi! Jakarta kebanjiran lagi. Malah dikhawatirkan banjir dan genangan air tahun 2005 ini mirip-mirip angot-nya dengan banjir 2002 yang gede-gedean. Jakarta memang kota banjir. Belakangan ini setiap tahun, Ibu Kota ini pasti tergenang air limpasan sungai dan saluran bumpet, serta terendam genangan air yang tidak mampu merembes ke tanah lagi. Jadi, bencana banjir tahunan itu merupakan ritual yang nyambung dari musim ke musim. Sergapan banjir dua hari lalu katanya macam penglarisnya musim banjir yang segera datang ini. Gara-gara hujan hampir tiga hari tiga malam, kontan hari Rabu (19/1) ada sekitar 70-an titik genangan air langganan muncul lagi, lalu menghempaskan puluhan ribu warga ke lokasi penampungan pengungsi. Juga memancing empati puluhan kelompok relawan, beramai-ramai membuka posko banjir dengan pelayanan dadakan dan bantuan pengobatan darurat. Pokoknya di musim banjir ini, di kota yang brengsek dan penuh kejahatan ini, tiba-tiba muncul kebijakan sikap dan kebaikan perilaku antarmanusia Jakarta. Begitu muncul banjir dan akan disusul banjir-banjir selanjutnya, bermunculanlah aneka komentar dan ulasan dari pakar dadakan "banjirologi". Juga tidak sedikit pertanyaan judes dan tajam terhadap jajaran Pemerintah Provinsi DKI seputar banjir air dan "banjir rezeki". Misalnya mengutak-atik dana banjir jatahnya Dinas PU sebesar Rp 291,7 miliar, karena duit besar itu tidak seimbang dengan kerjanya. Bahkan Gubernur Sutiyoso pun tidak luput dari wawancara, seputaran kenapa begini dan begitu sampe-sampe Jakarta banjir lagi banjir lagi. Kalau sudah begini, ya begitu jawabannya. Maksudnya pertanyaan protes-protes itu pasti dijawab dengan gaya baru namun "isinya" ya sama itu-itu juga. Ujung-ujungnya dibahas betapa proyek Banjir Kanal Timur yang repot tenan ngurusin pembebasan tanahnya menjadi penyebab banjir Jakarta kagak kelar-kelar. MEMANG bener sekali kalau orang-orang bilang Jakarta dari "sononya" sudah berbakat sebagai kota banjir. Kota segede-gede ini datarannya berkontur antara 0 sampai 20-an meter di atas permukaan laut. Celakanya, sekitar 40 persen luas dataran rendah itu memang ketinggiannya rata-rata sekitaran 0 meter. Bahkan kalau pasang air laut lagi gila-gilaan, ada beberapa kawasan utara asli berketinggian minus beberapa sentimeter. Celakanya lagi, saat Jakarta sudah menjadi kota yang ketuaan dan capek karena keberatan ngegendong berat beban kependudukan, keroposnya infrastruktur serta kebrengsekan kinerja jajaran Pemprov, tahu-tahu dipegang Gubernur Sutiyoso sejak tahun 1997 sampai kini. Akibatnya logis kalau sejak awal pemerintahannya, Bang Yos sudah kebanjiran permasalahan banjir. Sejak awal dinesnya Bang Yos di DKI, sudah tercatat kalau ada sekitar 90-an titik daerah rawan genangan di DKI. Entah dikecilin atau digedein, jumlah titik genangan yang katanya tahun ini cuma ada 72 titik, pada musibah banjir gede 2002 terhitung ada 159 titik daerah genangan. Semua orang berharap, di tahun penuh bencana betapa indahnya kalau Jakarta tidak kebanjiran gede-gedean. Juga banyak yang berharap, semoga selepas musim banjir ini, Pemprov mampu menangani soal banjir sesuai anggaran yang ada. Sebab anggaran itu untuk banjir air, bukan untuk banjir rejeki. Keki! (BD) Post Date : 22 Januari 2005 |