|
BOJONEGORO - Banjir kembali melanda wilayah Kabupaten Bojonegoro. Banjir kali ini berasal dari luapan air Sungai Bengawan Solo. Akibatnya, sebanyak 71 desa yang tersebar di 15 kecamatan se Bojonegoro tergenang air. Berdasarkan data Posko Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi (Posko PBP), banjir itu menggenangi 71 desa yang selama ini memang diidentifikasi merupakan daerah yang rawan banjir. Desa-desa itu di antaranya Desa Dengok, Kuncen, Banjarejo Ngemplak (Kecamatan Padangan); Tembeling, Ngradin, (Purwosari); Sudu, Cengungklung, Manukan, Sumengko, Panjunan, Mojosari, Sukoharjo (Kalitidu); Kemiri, Kandangan, Sumbangtimun (Malo); dan Sranak, Tulungrejo, Mori (Trucuk). Selain itu banjir juga menggenang pada Desa Ledokwetan, Ledokkulon, Mulyoagung, Kalirejo, Banjarejo, Semanding (Kota Bojonegoro); Bogo (Kapas); Sekaran, Mulyorejo, Sarirejo, Kedungdowo (Balen); Cangaan, Tejo, Piyak, Sarangan (Kanor); dan Kalisari, Lebaksari, Tanggungan (Baureno); serta Desa Ngablak dan Ngulanan (Dander). Selain di kecamatan di atas, banjir itu juga melanda di beberapa desa di Kecamatan Margomulyo, Ngraho, dan Kasiman. Selain menggenangi perumahan penduduk, diperkirakan ratusan hektare lahan pertanian yang tersebar di puluhan desa di atas tergenang. Hanya, tidak semua lahan itu sekarang ini ditanami padi. Sehingga, kerugian yang diakibatkan dari luapan air sungai terpanjang se Jawa itu tidak terlalu besar. Sebab, sebagian lahan pertanian itu bahkan ada yang sudah dipanen dan hendak ditanami lagi. Seperti yang terjadi di lahan sawah di Desa Ngulanan, Dander, dan sebagian desa di Kalitidu. Beberapa desa tersebut lahannya sudah dipanen. Kendati demikian, hingga saat ini jumlah kerugian belum bisa diperkirakan. Sejumlah warga Desa Ledokwetan mengaku banjir itu mulai datang sekitar pukul 23.00, Selasa malam. Saat itu ketinggian air belum sampai masuk ke lorong perkampungan di daerah itu. "Namun, pagi tadi (kemarin, Red) sekitar pukul 06.00, air sudah mulai masuk ke jalanan setinggi 10 centimeter," jelas Suparto, 71, warga Ledokwetan kepada Radar Bojonegoro siang kemarin. Kedatangan air berlangsung begitu cepat. Menurut penuturan beberapa warga, selang tiga jam kemudian luberan air kian merata menggenangi perumahan warga. Di lorong jalan itu ketinggian air mencapai selutut orang dewasa atau sekitar 60 centimeter. Selain itu, beberapa rumah warga yang berada di jarak beberapa meter dari Sungai Bengawan Solo bahkan sudah mulai masuk ke rumah, dengan ketinggian sekitar 10 centimeter. Koordinator Posko Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi (Posko PBP) Bojonegoro, Pudjiono, mengungkapkan banjir yang melanda kali ini akibat hujan deras mengguyur pada beberapa daerah di wilayah selatan. Yakni, Madiun, Ngawi, dan Solo. "Kalau hujan di daerah selatan itu pasti, airnya langsung meluber ke Sungai Bengawan Solo dan membuat banjir," jelasnya saat ditemui di ruang kerjanya kemarin. Menurut dia, ketinggian air perlahan demi perlahan terus bergerak naik. Berdasarkan data di papan peinschall di Jalan Jaksa Agung Suprapto, ketinggian permukaan air mengarah di angka 15,49 pada pukul 09.00. Sedangkan di bendungan Karangnongko, ketinggian air mencapai 29.10 pada pukul 06.00. Namun, berdasarkan pantauan wartawan koran ini, ketinggian air hingga pukul 12.00 siang kemarin ketinggian air di papan peilschaal sudah mencapai angka 15.70. Meski ketinggian air perlahan mencapai siaga III (tertinggi), namun Pudjiono mengaku belum mengetahui secara pasti luas lahan pertanian yang tergenang, berapa ribu rumah penduduk, mau pun jumlah kerugian yang ditimbulkan. Sebab, hingga saat ini pihaknya belum menerima laporan dari masing-masing kecamatan. "Kita sudah mengirimkan tim ke lapangan, namun data pasti berapa kerugian, lahan yang tergenang, belum tahu persis. Namun, kita sudah meminta agar UPS di tiap-tiap kecamatan melakukan pemantauan, " ungkapnya. Selain itu, Pudjiono mengaku sudah menyiapkan beberapa persiapan untuk melakukan antisipasi penanganan banjir. Di antaranya adalah mempersiapkan dua unit perahu karet, 3 tenda berukuran sedang, dan sembako. "Khusus untuk sembako, ditangani langsung ke Kantor KB dan Kessos. Berapa? Yang pasti akan cukup untuk memberikan bantuan pada korban banjir," katanya. Pudjiono menambahkan, banjir yang terjadi kali ini di luar perkiraannya. Sebab, biasanya banjir datang pada bulan Februari dan Maret. Namun, banjir kali ini datang justru pada bulan April. Meski demikian, dia mengaku sudah mengantisipasinya. (fiq) Post Date : 07 April 2005 |