Banjarsari Asri Berkat Harini

Sumber:Media Indonesia - 24 Maret 2008
Kategori:Sampah Jakarta

MEMASUKI gapura Kampung Banjarsari, Kecamatan Cilandak, Jakarta Selatan, dalam sekejap rasa penat dan sumpek yang menyelimuti perjalanan di Kota Jakarta akan hilang.

Betapa tidak? Hampir setiap sudut kampung dipenuhi pohon dengan daun-daun yang rimbun. Bahkan di seluruh 118 rumah warga terdapat taman sederhana dengan tanaman yang menghijau memberikan kesegaran baik di mata dan jiwa. Ternyata semua itu tidak lepas dari sentuhan seorang warga bernama Harini Bambang Wahono, 77.

Berawal sekitar 27 tahun lalu, nenek delapan cucu dan dua cicit itu risih dan sedih melihat lingkungan yang kotor dan tidak teratur di tempat tinggalnya di Jakarta.

Anak mantri pertanian yang sejak kecil gemar dan akrab dengan tanaman itu mulai bertekad menjadikan lingkungannya asri. ''Sejak kecil saya sudah belajar menanam, membuat pupuk kompos, merawat tanaman. Saya cinta sekali dengan pohon,'' ujarnya kepada Media Indonesia yang berkunjung ke rumahnya di Banjarsari XIV/4A Cilandak Barat, Jakarta Selatan, kemarin.

Dia secara perlahan mengajak tetangganya untuk turut menjaga lingkungan lewat menanam pohon dan membuat taman penuh tanaman.

Caranya mulai dari arisan tanaman hingga ajakan langsung untuk mengolah sampah rumah tangga menjadi pupuk kompos.

Tetapi sayang, tidak sedikit yang mencibir dan meremehkan ajakan mantan guru sekolah dasar di Cilacap, Jateng, tersebut. ''Banyak yang mengira saya berambisi menjadi pejabat kecamatan, padahal tujuan saya murni untuk lingkungan kita, untuk Indonesia,'' tandas perempuan asal Wonogiri, Jateng, yang menginjakkan kakinya ke Jakarta pada 1984.

Diskusi

Kini hasilnya Banjarsari menjadi asri bahkan seluruh warga semakin peduli dengan lingkungan. Tengok saja, di beberapa titik terdapat bak sampah ukuran besar yang memisahkan sampah organik (sampah rumah tangga) dan nonorganik (plastik, botol, kertas, dan sebagainya). Warga sudah terbiasa memisahkan sampah, menjaga kebersihan dan mengolah sampah menjadi pupuk atau mengubah bentuk barang untuk bisa digunakan kembali.

''Kalau tidak ada Bu Harini, entah seperti apa lingkungan kita sekarang. Pasti juga sering kebanjiran, banyak penyakit. Lingkungan bersih untuk kita juga,'' papar Lita, 40, seorang warga setempat.

Sudah cukupkan semua itu? Belum sebab penerima Kalpataru pada 2001 itu berharap seluruh bangsa ini bisa lebih peduli pada lingkungan.

Di usianya yang senja, dia tetap sibuk di berbagai forum diskusi tentang lingkungan. Bahkan tidak sungkan-sungkan mengajar kelompok-kelompok kecil masyarakat yang datang ke rumahnya.

Dalam pelatihan sehari itu, dia akan menyadarkan pentingnya peduli lingkungan dengan konsep, reduce (mengurangi), reuse (menggunakan kembali), recycle (mendaur ulang), dan replant (menanam kembali).

''Saat ini, tingkat pendidikan tidak bisa menjadi ukuran kepedulian terhadap lingkungan, bahkan banyak orang berduit merasa tidak perlu menjaga lingkungan mereka karena sudah membayar iuran kebersihan,'' tuturnya.

Menurutnya, untuk mengurangi jumlah sampah dan menjaga lingkungan agar tetap bersih, tiap-tiap individu harus mengubah pola pikir. Jika selama ini banyak yang berpikir urusan sampah merupakan tanggung jawab orang lain, mulai saat ini yang seharusnya ada di pikiran tiap individu yakni sampahku adalah masalahku sendiri. (*/J-2)



Post Date : 24 Maret 2008