|
BANDUNG(SINDO) – Bandung yang mempunyai curah hujan 2.300 mm per tahun dengan wilayah tangkapan air yang semakin sempit,sudah tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan air bersih bagi warganya. Bahkan air yang ada pun disinyalir tidak layak dipakai tanpa melalui treatment terlebih dulu.Koordinator Kelompok Kerja Komunikasi Air (K3A) Dine Adriani mengatakan, berdasarkan catatan dari Badan pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Jabar, air Citarum sudah tidak layak dikonsumsi karena kandungan ecolinya sangat tinggi, yakni 50.000/100 ml. Sementara Sungai Cikapundung yang melintasi Kota Bandung mengandung 85% limbah rumah tangga. Data dari Dinas Kesehatan Kota Bandung pun memperkuat hal itu. Dari 52 kelurahan yang diambil sampel air sumur gali dan pompanya,sebanyak 63% tidak memenuhi syarat kesehatan karena mengandung bakteri ecoli. Minimnya persediaan air di Kota Bandung tidak terlepas dari makin sempitnya daerah resapan air, kini tinggal 1%. Akibatnya, 90% air hujan yang turun ke bumi tidak terserap tanah dan menjadi run off (air mengalir). Sungai-sungai yang ada pun tidak mampu lagi menampung jumlah air yang datang. Gorong-gorong yang mampat dan tidak saling berhubungan juga membuat masalah lingkungan semakin rumit. ”Maka jangan heran lagi, kini banjir terjadi di manamana, dan berbagai penyakit pun dengan mudah menjangkiti warga kota” ujar Dine dalam acara media publik tentang Potensi Partisipasi Publik Dalam Peningkatan Kualitas Air Kesehatan Lingkungan yang digelar di RM Sindang Reret Jalan Surapati, Kota Bandung,kemarin. Kasubid Analisis mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) BPLHD Jabar Suharsono menjelaskan, terjadinya krisis air dan banjir di mana-mana disebabkan kondisi daerah aliran sungai (DAS) dan sedimentasi Citarum yang membentang 270 kilometer dari Pangalengan, Kabupaten Bandung, hingga pantai utara Kabupaten Karawang dan Bekasi, sudah sangat kritis dan memprihatinkan. Bahkan bukan hanya Citarum, DAS Cimanuk, Ciliwung, dan Citanduy pun kondisinya hampir sama. Akibatnya, air yang mengalir dari sungai tidak bisa lagi dimanfaatkan untuk budi daya oleh masyarakat. ”Faktor paling dominan adalah terjadinya kerusakan hutan dari kegiatan pembangunan yang tidak terkendali,”ujar Suharosno. Sementara itu,Kasi Penyehatan Lingkungan Pemukiman (PLP) Dinas Kesehatan Jabar RM Wahyu mengatakan, kebutuhan air bersih bagi masyarakat di perkotaan seperti Bandung mencapai 220–240 liter per orang per hari. Pada 2002,UNESCO menetapkan hak dasar manusia atas air sebesar 50 liter per orang/air.Terdiri atas 5 liter untuk minum, 20 liter untuk kebersihan lingkungan, 15 liter untuk mandi, 10 liter untuk memasak. ”Prinsip sanitasi menjadi unsur yang menentukan. Namun karena perilaku manusia yang salah karena memanfaatkan air tanpa mengolahnya, tingkat pencemaran air menjadi cukup tinggi dan mengancam ketersediaan air bersih,” ujar Wahyu. (dede ibin muhibbin) Post Date : 21 November 2008 |