|
Bandung Kompas - Sejak tiga bulan lalu warga Desa Andir, Baleendah, dan Sukawari, Kecamatan Baleendah, kesulitan mendapatkan air. Hal yang sama terjadi di Kelurahan Babakan Ciparay. Fenomena ini dipastikan akibat datangnya musim kemarau. Untuk memenuhi kebutuhannya, mereka membeli air bersih. Kondisi itu sudah terjadi beberapa bulan belakangan ini. Untuk mengatasi kekeringan ini, sejumlah warga mencoba mencari sumber air terdekat. Itu merupakan salah satu sumber air yang menjadi andalan warga Desa Andir, Baleendah, dan Sukawari ketika kemarau tiba. Sari (54), salah seorang penduduk setempat, kemarin terpaksa memanfaatkan air di sumur tersebut karena sumur di rumahnya di Kampung Sepen, Desa Baleendah, kering. Padahal, jarak antara rumah Sari dan sumur tersebut mencapai 700 meter. Tidak hanya Sari, hampir semua warga di tiga desa tersebut mengalami kesulitan air bersih. Sekretaris Rukun Warga 14 Desa Baleendah Ade (47) mengatakan, sumur-sumur warga kering akibat musim kemarau. Selain itu, lokasi desanya merupakan pegunungan batu cadas. Untuk mendapatkan sumber, warga membuat sumur bor. Untuk membuat sumur bor, paling tidak harus menembus tanah sedalam 35 meter. Bahkan, kadang harus sampai 50 meter. Meski begitu, di musim kemarau sumur bor tersebut banyak yang kering, enggak ada air, ujar Ade, Minggu (18/9). Kekeringan ini, kata Ketua RW Nana (52), bukan sekadar akibat datangnya musim kemarau. Namun, juga karena beberapa warga menggunakan jet pump. Sekitar sepuluh warga yang sudah menggunakan jet pump. Jadi, kemungkinan air-air di sumur ikut tersedot olehnya. Soalnya kan kekuatannya besar, ujarnya. Kekeringan air terparah terjadi di RW 10, 11, 12, dan 13 Desa Baleendah. Hampir semua sumur di sana kering, hanya beberapa yang masih menyisakan air. Itu pun airnya berwarna kekuningan. Ciparay kering Ratusan warga RW 09 Kelurahan Babakan Ciparay kesulitan mendapatkan air bersih. Sumur resapan milik warga yang digunakan selama bertahun-tahun kini sudah tidak mampu mengeluarkan air, baik dalam kuantitas maupun kualitas, yang memadai. Sementara aliran air dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) ke wilayah tersebut sejak lama telah terputus. Praktis, untuk memenuhi kebutuhan akan air bersih, sebagian besar warga terpaksa membelinya dari para penjual air. Setiap jeriken air bersih berkapasitas 20 liter dijual dengan harga Rp 150. Ketua RT 02 RW 09 Kelurahan Babakan Ciparay, Entis Sutisna, menuturkan bahwa dari 80 orang warganya, sekitar 75 persen di antaranya memenuhi kebutuhan air bersih dengan cara membeli. Sekarang ini sebagian besar sumur milik warga telah mengering. Sementara air ledeng (PDAM) yang dipasang oleh beberapa warga ternyata juga enggak keluar. Jadi, terpaksa kami membeli air, kata Entis Sutisna. Upaya untuk mendapatkan air bersih, ungkap Entis Sutisna, sebenarnya warga dapat mengebor sumur. Padahal untuk melakukan pengeboran sedalam 100 meter serta membeli mesin pompa otomatis, sedikitnya membutuhkan biaya sebesar Rp 29 juta. (d07/d10) Post Date : 19 September 2005 |