Bagi-Bagi Rezeki dari Swastanisasi PAM

Sumber:Media Indonesia - 02 Maret 2005
Kategori:Air Minum
BUKAN hal yang aneh jika banyak warga Batam yang mengeluh soal pelayanan perusahaan air bersih PT Adhya Tirta Batam (PT ATB). Sebab, selain tarifnya sangat mahal, Rp6.000 per meter kubik (untuk tarif perumahan), bagian penagihan ATB sering kali menagih rekening ganda.

"Misalnya, saya kehilangan bukti pembayaran November dan Desember 2004, nanti pada pembayaran Januari 2005, kasir akan menagih kembali November dan Desember 2004 plus dendanya. Mereka seakan tidak ada bukti pembayaran bulan lalu. Itu namanya penipuan, Pak," kata Sarinah, seorang pelanggan ATB yang sering dibuat repot.

Kekecewaan konsumen air bersih di Batam sangat beralasan.

Sebab instalasi air minum dari pipa besar ke rumah-rumah, telah dibayar konsumen. Tidak seperti di kota lain, instalasi air bersih ke rumah ditanggung PAM.

Pengalihan pengelolaan air yang dilakukan Otorita Batam (OB) di era Habibie pada 1995 kepada Cascal BV asal Inggris, dilandasi masalah keuangan. Ketika perusahaan air minum (PAM) masih dikelola OB, perusahaan itu terus merugi.

Saat diserahkan ke swasta, instalasi air bersih di Batam sudah ada, namun banyak yang sudah tua. Setidaknya ada lima waduk sumber mata air yang berproduksi, yakni Waduk Baloi, Waduk Sei Ladi, Waduk Muka Kuning, Waduk Sei Harapan, dan Waduk Kabil. Kini Waduk Baloi sudah kering, namun ada waduk baru berkapasitas tinggi beroperasi, yakni Waduk Duriangkang.

OB kemudian diserahkan ke perusahaan Inggris yang dinilai telah berpengalaman di bidang air bersih. Berjanji akan membuat air di Batam siap diminum, seperti di Singapura. Janjinya, dalam dua tahun, yaitu sekitar 1997, air PAM di Batam akan dapat diminum tanpa harus dimasak. Tetapi hingga kini janji itu tinggal janji.

"Bukan hanya janji ATB yang tidak kunjung dipenuhi, tetapi masyarakat telah dibebani dengan menaikkan tarif sepihak tanpa diuji, sehingga konsumen berteriak, namun tidak pernah digubris," kata Dayat Hidayat, dari LSM Masyarakat Transparansi Kota Batam (MTKB). Dia memaparkan, sejumlah pejabat duduk di Komisaris dan Direktur PT ATB. Tujuannya, adalah untuk mendapat tambahan rezeki, yang ditarik dari keringat konsumen, yakni masyarakat Kota Batam.

Dia menyebut sejumlah nama pejabat ada di PT ATB, yang setiap bulan menerima tunjangan yang sangat besar. Bahkan, menurut data dari Yayasan Lembaga Konsumen Kota Batam (YLKB) seorang komisaris dari pejabat OB, dibelikan rumah seharga miliaran rupiah di Jakarta dengan pembayaran ditanggung PT ATB. Dalam Standing Instruction (SI) pada 24 Juli 2002 lalu, disebut pihak keuangan PT ATB akan mentransfer dana ke rekening 1-206-095-*** BII Mangga Dua Jakarta. Dana itu dijelaskan dalam SI untuk pembayaran Kredit Pemilikan Rumah (KPR).

Bukan hanya itu, ternyata PT ATB selalu memberi biaya kepada DPRD Kota Batam, Pemkot Batam, dan Otorita Batam, jika ingin menaikkan tarif. Dalam data yang disampaikan oleh MTKB, terdapat ratusan juta rupiah dana diberikan PT ATB kepada Tim Independen Kenaikan Tarif Air Bersih, pada Juni 2002.

Begitu juga dengan proyek-proyek yang diajukan oleh PT ATB, antara lain proyek pengembangan Waduk Durinangkang, dengan nilai Rp60 miliar, diminta dari bank atas jaminan OB. "Ini semua tidak terlepas dari KKN, sehingga swastanisasi air di Batam perlu ditinjau untuk kepentingan umum," kata Fachry, Ketua YLKB. Emerson Tarihoran/S-1

Post Date : 02 Maret 2005