Baedowy, Rezeki Sampah Plastik

Sumber:Kompas - 06 Mei 2009
Kategori:Sampah Jakarta

Keinginan untuk mendapat jaminan tetap memiliki penghasilan mendorong Mohammad Baedowy mengembangkan jiwa wiraswastanya. "Baedowy menjadi salah satu penerima penghargaan wiraswasta kecil dan menengah terbaik 2008-2009 versi Dji Sam Soe Award.

Falsafah yang dipegangnya adalah tidak ingin berpenghasilan tetap, tetapi memilih tetap berpenghasilan. "Sekarang hidup makin sulit kalau hanya bergantung pada penghasilan tetap," ungkap Baedowy yang menjadi peserta Pameran Produk Indonesia 2009 di Jakarta.

Keinginan untuk tetap berpenghasilan ini diwujudkannya dengan selama sembilan tahun membangun pengolahan sampah anorganik. Keuletan dan kegigihan pria kelahiran Balikpapan, Kalimantan Timur, itu membuahkan berbagai penghargaan, antara lain juara pertama Pemuda Pelopor Tingkat Nasional tahun 2006 atas dedikasinya di bidang usaha.

Jiwa wiraswasta Baedowy sudah terlihat ketika masih kuliah di Fakultas Ekonomi Universitas Merdeka, Malang, Jawa Timur. Meski dari keluarga mapan, dari orangtua yang bekerja di bidang perminyakan, Baedowy iseng-iseng berjualan pisang molen di kampusnya. Dia kemudian dikenal dengan julukan Momo Molen.

"Dari usaha ini saya mendapat pelajaran berharga bahwa jualan makanan memiliki kelemahan. Makanan bisa kedaluwarsa," kata suami Ajeng Ririn Sari Yuniar ini.

Setelah lulus kuliah, la merantau ke Jakarta dan pada 1997 bekerja di Royal Bank Scotland (RBS). Sembari bekerja, Baedowy mencoba berjualan jangkrik untuk pakan ikan. Saat itu, perdagangan jangkrik sedang melonjak.

Namun, Baedowy melihat, berjualan jangkrik juga punya kelemahan. Usia binatang ada batas waktunya.

Namun, keinginan untuk tetap berpenghasilan menguatkan tekadnya membangun usaha sendiri. Ia memutuskan keluar dari pekerjaannya sebagai auditor di RBS pada 1999. Bagi lelaki kelahiran 2 Mei 1973 ini, bekerja di bawah tekanan menjadikan dirinya tidak bahagia.

Keinginan untuk membangun usaha sendiri itu disampaikan kepada pemimpin bank swasta tempatnya bekerja. Pemimpin bank tersebut menyatakan, Baedowy tidak akan mencapai kesuksesan. Namun, itu tak menyurutkan niat Baedowy menjadi wiraswasta.

"Untuk meraih sukses dengan tetap berpenghasilan, saya pikir harus berani melawan arus. Pengusaha sukses Bob Sadino menyebut, kesuksesan hanya bisa diraih dengan cara berani menjadi 'gila'. Tentu, mesti punya penghitungan, minimal setengah matang. Bukan sekadar 'gila'," kata Baedowy,

Tekadnya menjadi wiraswasta semakin kuat ketika pada 1998 Indonesia dilanda krisis ekonomi. Banyak rekan kerjanya khawatir kehilangan pekerjaan.

Karakteristik usaha

Dari situasi itu, Baedowy mulai berpikir untuk memulai usaha yang membuatnya merasa aman hingga usia tua. Ia pun menetapkan kriteria usahanya, yaitu tidak mengenal risiko mati, busuk, kedaluwarsa, modal sedikit, sulit sehingga relatif tanpa pesaing, dan hasilnya bisa langsung dipakai.

Bapak tiga anak ini mulai melirik usaha pengolahan sampah plastik. Pada tahun 2000, dengan modal Rp 50 juta dari uang tabungannya, dibantu seorang karyawan, Baedowy mulai usaha penggilingan sampah plastik

Modal yang ditanamkan digunakan untuk membeli mesin penggilingan dan sebuah mobil pikap untuk mengambil sampah plastik dari lapak pemulung.

Setiap malam Baedowy dan karyawannya berkeliling ke lapak pemulung untuk mendapatkan sampah plastik di daerah Cikampek, Rawamangun, dan Pulogadung. Keesokan harinya, sampah plastik digiling menjadi biji plastik.

Dalam menjalankan usaha ini, Baedowy pernah dihinggapi rasa frustrasi karena mesin rusak. Situasi menjadi makin sulit karena karyawan bagian produksinya pergi akibat tidak ada pekerjaan selama dua pekan.

Dari pengalaman ini Baedowy pun berupaya merekayasa mesin penggilingnya.

Usaha Baedowy sebanyak 85 persen mengandalkan bahan baku dari dalam negeri. Sisanya, 15 persen dari impor, terutama mesin penggerak dari China.

Namun, Baedowy melihat ada peluang memproduksi dan menjual mesin buatan sendiri. Sejak 2001, dia mengajak pembelinya bermitra. Baedowy melatih, membina mereka menjalankan usaha, dan membeli produknya yang sudah berupa biji plastik. Kini dia punya lebih dari 60 mitra di seluruh Indonesia.

Dari setiap kilogram sampah plastik yang dicacah, keuntungan yang didapat Rp 500 per kg. Kalau dalam sepekan mitra Baedowy dapat mencacah 2 ton, keuntungan yang didapat bisa mencapai Rp 1 juta.

Botol air minum dalam kemasan (AMDK) diolah menjadi benang polister dengan harga Rp 4.500-Rp 5.000 per kg. Adapun gelas AMDK diolah menjadi campuran tali rafia yang harga jualnya Rp 7.000 per kg.

Kini Baedowy mengolah sendiri botol sampo dan botol oli menjadi biji plastik dengan nilai jual Rp 8.000 per kilogram.

Biji-biji plastik itu digunakan sebagai bahan baku rumah sapu ijuk yang didistribusikan kepada penjual sapu di Semarang, Solo, Tasikmalaya, Bandung, Lampung, dan Palembang. Bahkan, ada pelanggannya yang berasal dari China. Kini Baedowy memiliki 40 karyawan.

Dalam berusaha, Baedowy meyakini bahwa keuntungan bukan semata-mata dari kemampuan mesin, melainkan karena kegigihan dan keuletan mitranya mencari bahan baku sampah plastik. STEFANUS OSA TRIYATNA



Post Date : 16 Mei 2009