|
MEMASUKI musim penghujan di penghujung tahun ini, masyarakat Jakarta diminta waspada akan kemungkinan datangnya bencana banjir. Pasalnya, Pemprov DKI hingga kini tidak bisa menjamin Jakarta bakal terbebas dari banjir. PASAlnya, kata Kepala Dinas Tramtib dan Linmas DKI Jakarta yang juga merupakan Sekretaris Satuan Koordinasi Penanggulangan Bencana (Satkorlak PBP) DKI Jakarta, Harianto Badjoeri, sekitar 40 persen wilayah Jakarta berada di bawah permukaan laut. Meski demikian, kata Badjoeri, Pemprov DKI telah menyiapkan 323 lokasi pengungsian, dan 324 puskesmas, serta 134 unit mobil ambulance untuk mengatasi banjir yang mungkin terjadi. Selain itu, lanjutnya, sekitar 40.630 petugas yang terdiri atas Pemda DKI 14.500 orang, TNI 4.500 orang, Polri 6.500 orang, PMI 15.000 orang, dan SAR 130 orang siap diterjunkan ke lokasi banjir. "Untuk menunjang penanggulangan bencana banjir kami juga telah menyediakan 256 unit perahu karet, 242 unit dapur umum, 162 unit tenda pleton, 442 unit kendaraan roda empat, dan empat unit helikopter," jelasnya. Pemprov DKI, kata Badjoeri, juga telah melengkapi petugas dan aparatnya dengan jaringan alat komunikasi radio antara unit kerja, serta nomor khusus SMS antaranggota satkorlak dengan 44 kecamatan dan 186 kelurahan di Jakarta. "Jika ketinggian air di sejumlah pintu air semakin tinggi, maka setiap anggota satkorlak yang terdiri atas gabungan aparat dari beberapa unit terkait, seperti Dinas Kebakaran, kesehatan, Tramtib, Bintal Kesos, PMI, TNI, Polri, dan lain-lain selalu siap siaga di crisis center DKI untuk memberikan bantuan," katanya. Pembangunan crisis center itu sendiri, jelas Badjoeri, dilakukan dengan melihat dan mempelajari crisis center yang berada di delapan negara. "Terutama di Tokyo Metropolitan GOV," tegasnya. Bagi warga Jakarta yang kebanjiran dan membutuhkan bantuan, Badjoeri menghimbau, agar segera menghubungi crisis center DKI di nomor telepon 021-3500000 atau 021-34530. Hal senada dikatakan Wali Kota Jakarta Utara, H Effendy Anas. Dia mengatakan, dataran rendah Kota Jakarta sebagian besar berada di wilayah Jakarta Utara, di mana sekitar 60 persen dari wilayahnya berada di bawah permukaan laut. Maka, tak heran jika di sebagian wilayah Jakarta Utara, jelas Effendy, akan tergenang air pada saat air laut mengalami pasang. Misalnya, di kawasan Penjaringan, Kali Baru, dan sebagian Marunda. "Meski tidak hujan tapi kalau air laut sedang pasang, maka di kawasan tersebut akan mengalami banjir. Soalnya, kawasan tersebut merupakan titik-titik di mana jaringan drainase kali bertemu dengan penghubung laut. Jadi kalau air laut sedang naik (pasang-red) maka otomatis airnya akan berbalik ke darat," katanya kepada Pembaruan, baru-baru ini. Untuk itu, kata Effendy, pihaknya selalu menyediakan posko bencana di tingkat kecamatan maupun kelurahan yang siaga selama 24 jam setiap harinya. "Jadi posko itu selalu siaga untuk menolong warga mengatasi berbagai bencana, seperti banjir dan kebakaran. Terutama bagi warga yang tinggal di kawasan rawan bencana, seperti Penjaringan, Kali Baru, dan Marunda," tuturnya. Sementara Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU) DKI Jakarta, Wishnu Subagio Yusuf menjelaskan, untuk mengantisipasi datangnya bencana banjir, Dinas PU tengah melakukan pelebaran sungai, pengerukan lumpur, dan penurapan tepi sungai agar tanahnya tidak hanyut saat diterjang air hujan. Selain itu, pengerjaan pembebasan lahan proyek Banjir Kanal Timur juga masih terus dilakukan. Di mana hingga penghujung bulan November ini sekitar 40,8 hektare lahan yang akan digunakan untuk BKT telah berhasil dibebaskan. "Diantaranya sekitar 30,54 hektare berada di wilayah Jakarta Timur dan sekitar 10,25 hektare berada di wilayah Jakarta Utara. Jumlah anggaran yang telah terserap sekitar 98,8 persen dari total anggaran (APBD 2005) sebesar Rp 450 miliar," jelasnya. Sedangkan menurut Kepala Sub Dinas Pengembangan Sumber Daya Air dan Pantai, Dinas PU DKI, Ir Nyoman Suandi, untuk mengantisipasi ancaman banjir, Pemprov DKI telah melakukan berbagai upaya, baik secara nonstruktur maupun struktur. "Nonstruktur itu misalnya dengan melakukan piket banjir di seluruh wilayah dan dinas terkait. Terutama dengan melakukan pemantauan ketinggian air di pintu-pintu air, seperti di Sunter Hulu, Cipinang Hulu, Katulampa, Sungai Ciliwung, pintu air Depok, Kali Krukut Hulu, Kali Angke Hulu, dan Kali Pesanggrahan Hulu," ungkapnya. Selain itu, kata dia, Dinas PU bersama pemerintah pusat juga telah menyiapkan sekitar 60 unit pompa mobile. Sedangkan yang dimaksud antisipasi banjir secara struktur dengan melakukan normalisasi kali seperti banjir kanal, Kali Angke, Kali Item, Kali Cipinang, Kali Sunter, dan Kali Cakung. Dinas PU, kata Nyoman, juga melakukan pembangunan pompa dan peningkatan kemampuan pompa, misalnya seperti yang telah dilakukan di Sunter Utara dan Pluit, Jakarta Utara. "Kami juga membuat saringan sampah sehingga secara otomatis sampah di kali dapat tersaring. Ini pun belum selesai tapi pengerjaannya telah dimulai," ujarnya. Menurut dia, jika pembangunan BKT telah selesai seperti halnya Banjir Kanal Barat (BKB) di Tomang, Teluk Gong, dan Muara Angke, maka sebagian besar air yang masuk ke Jakarta melalui 13 sungai, yaitu Mookervart, Angke, Pesanggrahan, Grogol, Krukut, Kali Baru Barat, Cakung, Jati Kramat, Buaran, Sunter, Cipinang, Kali Baru Timur, dan Ciliwung akan bisa "ditangkap". "Dengan demikian sebagian besar wilayah Jakarta akan terbebas dari banjir," tegasnya. Kurang Siap Sementara itu, Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta, H Sayogo Hendrosubroto menilai, Pemprov DKI kurang siap dalam melakukan antisipasi maupun penanggulangan banjir di Jakarta. Hal itu bisa dilihat dari banyaknya proyek-proyek pengendali banjir yang hingga kini belum terlihat wujudnya. Bahkan, pengerjaan normalisasi sungai atau situ dengan anggaran Rp 345 miliar juga masih belum terlihat hasilnya. Sayogo mengatakan, seharusnya pengerjaan proyek pengendalian banjir, seperti normalisasi sungai dan situ, beserta saluran-saluran air pembuangan didahulukan. Sehingga, tidak terjadi genangan di permukiman. Tapi ternyata hal itu tidak dilakukan Pemprov DKI, sehingga banjir dan genangan di sejumlah kawasan permukiman serta jalan-jalan masih tetap terjadi. "Kalau sudah begitu baru mereka (Pemprov DKI) mengerjakan proyek pengendalian banjir. Itu namanya buang-buang anggaran," imbuhnya. Dia juga menyayangkan, banyaknya pengerjaan pembangunan fisik di Dinas PU yang masih belum terealisasi. Padahal tahun anggaran 2005 akan segera berakhir pada 15 Desember. "Tahun ini Dinas PU secara keseluruhan mendapatkan anggaran Rp 1,68 triliun untuk pembangunan berbagai sarana fisik. Tapi, hingga saat ini baru terserap sekitar 57,2 persen. Kondisi demikian dikhawatirkan akan membuat mereka mengerjakan proyek secara terburu-buru sehingga asal jadi," sesalnya. Pembaruan/Yumeldasari Chaniago Post Date : 26 November 2005 |