|
TIDAK kurang dari 80% sampah yang dibuang ke tempat pembuangan akhir (TPA) sampah berasal dari rumah tangga. Kenyataan itu membuat Puslitbang Permukiman Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum (PU) membuat teknologi sederhana pengolahan sampah di rumah tangga bernama Komposter. Kab. Bandung, Kamis (23/3).*YEDI S/"PR" Alat itu dibuat dari tong plastik dengan diameter 49 cm dan pipa PVC berdiameter 10 cm. Kedua bahan tersebut diberi lubang dengan memakai bor yang jumlah puluhan sesuai besarnya bahan. Lubang pipa PVC berdiameter 0,5 cm dan untuk tong masing-masing 1 cm. Pada bagian leher atas tong ditempatkan empat batang pipa PVC yang telah diberi lubang dengan bor tadi, dengan cara diberi lubang sesuai ukuran pipa. Pada bagian atas tong memakai tutup, supaya sampah yang dibuang ke Komposter itu tidak menimbulkan bau. "Teknologi ini bisa dibuat oleh masyarakat namun kami pun menyediakan Komposter dalam jumlah banyak untuk dijual seharga Rp 250.000,00 untuk ukuran 60 liter (cukup 1 KK), 200 liter atau untuk lima KK (Rp 500.000,00)," ungkap Ir. Lya Meilany, Peneliti dari Puslitbang Permukiman, belum lama ini. Menurut Lya, prinsip kerja Komposter dengan cara proses pembusukan dengan bantuan mikro organisme dari sampah dan yang berada dalam tanah. Proses pengomposannya itu sendiri selama 4 sampai 6 bulan atau setelah terisi penuh. "Untuk satu rumah tangga hanya dibutuhkan dua buah Komposter' yang dioperasikan secara bergantian," katanya. Cara pemasangan Komposter untuk rumah tangga adalah ditanam dalam tanah dengan dasar Komposter berada minimal 30 cm di atas muka air tanah. Mula-mula tanah digali berbentuk lingkaran dengan diameter 80 cm (bawah) dan 140 cm (atas), kedalaman 85 cm sehingga agak mengerucut. Bisa juga disesuaikan dengan bentuk Komposter yang akan dipasang. Pada bagian dasar galian dihamparkan kerikil/perlit setebal 10 cm lalu diletakan komposter. Bagian luar ditimbun dengan tanah hingga mencapai 5 cm di bawah pipa udara, lalu pasang pipa udara dan selimuti dengan kerikil dan timbun kembali dengan tanah hingga 5 cm di bawah lubang pemasukan. Setelah dipasang Komposter, sampah dapur bersifat organik yang telah ditampung dan ditiriskan dalam kantong plastik yang dilubangi pada bagian bawahnya dapat dimasukan ke dalam komposter secara rutin setiap hari sampai penuh. Bila telah penuh dan sudah tidak dapat menampung lagi, tutup dan biarkan 4 sampai 6 bulan. Selama proses itu, lakukan pula pengamatan terhadap isi Komposter . Bila telah berubah warna menjadi hitam dan tekstur mengecil lakukan pemanenan kompos. Sebelum digunakan kompos tersebut dianginkan selama tiga hari. Kepala Badan Litbang PU, Roestam Sjarief berharap, dengan ditemukannya alat ini, masyarakat bisa menggunakan alat tersebut sehingga volume sampah yang dibuang ke TPA bisa dikurangi. Bila itu bisa dilakukan oleh setiap KK, maka jumlah sampah yang ada di Bandung khususnya, bisa mengecil. Selain itu bagi pengelolanya ada nilai tambah, karena secara ekonomis kompos itu bisa dijual. Dirut PD Kebersihan Awan Gumelar yang hadir pada saat peluncuran Komposter menyambut baik teknologi yang ditemukan Puslitbang Kimpraswil, namun yang perlu saat ini adalah keinginan dan kesadaran dari warga Bandung untuk mengolah sampah itu sendiri. (Yedi S/"PR") Post Date : 28 Maret 2005 |