|
Jakarta, Kompas - Keterbatasan akses masyarakat memperoleh air bersih dan sanitasi dasar mengakibatkan tingginya angka kasus penyakit, terutama diare. Untuk itu, pemerintah perlu meningkatkan investasi untuk membangun infrastruktur sanitasi dasar dan suplai air bersih. "Kurangnya akses air bersih dan sanitasi dasar terkait dengan kematian bayi dan penyakit seperti kolera, tifus, dan diare," kata Direktur Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan Wan Alkadri pada seminar bertajuk "Solusi Alternatif bagi Tantangan Air dan Sanitasi Indonesia", Kamis (21/6), di Jakarta. Minimnya akses air bersih serta buruknya sanitasi dan perilaku tidak higienis berkontribusi terhadap kematian 1,8 juta orang per tahun karena diare. Sebanyak 90 persen angka kematian akibat diare terjadi pada anak di bawah umur lima tahun (balita). Di Indonesia, menurut Survei Demografi tahun 2003, sekitar 19 persen atau 100.000 anak balita meninggal karena diare. Pada tahun 2006, tercatat 423 per 1.000 anak balita terserang diare satu hingga dua kali dalam setahun. Padahal, menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), 94 persen kasus diare dapat dicegah dengan meningkatkan akses air bersih, sanitasi, perilaku higienis, dan pengolahan air minum skala rumah tangga. "Kematian bayi juga akan menurun tiga sampai empat persen jika akses air minum naik 10 persen," kata Kepala Subdirektorat Penyehatan Air Depkes Zainal Nampira. Padahal, peningkatan anggaran kesehatan 10 persen hanya menurunkan angka kematian bayi hingga 1,5 persen. Sementara itu, dialog inter aktif bertema "Ke Mana Air Bersihku?" digelar bersamaan dengan pameran Indo Water 2007 Expo & Forum di Jakarta, Rabu (20/6), di Jakarta Convention Center. Dadan Hendra Sambas dari Lembaga Afiliasi Pengetahuan dan Industri Institut Teknologi Bandung (LAPI-ITB) mengatakan, penyediaan akses air bersih dapat dilakukan dengan mengembangkan pengolahan air yang disebut mikrohidrologi. Alat ini bisa menekan sampai 60 persen produksi air PDAM. Mikrohidrologi bisa memproduksi air 1-5 liter per detik untuk 300 rumah. Biayanya lebih rendah sepertiga dibandingkan dengan cara pengolahan air konvensional. Amri Darma, anggota Badan Pengelola dan Pembina Sistem Penyediaan Air Minum, mengatakan, penyediaan air bersih hendaknya dikaitkan dengan komitmen Indonesia dalam Tujuan Pembangunan Abad Milenium (MDGs) untuk menyediakan layanan air bersih. (EVY/ELN) Post Date : 22 Juni 2007 |