|
PALEMBANG (Media): Pemerintah Kota (Pemkot) Palembang segera membangun 33 unit kolam retensi untuk menanggulangi banjir yang selalu melanda kota itu dan sejumlah wilayah lainnya di Sumatra Selatan (Sumsel). Wali Kota Palembang Eddy Santana Putra, kemarin, mengatakan kolam-kolam tersebut akan menampung air hujan dan luapan Sungai Musi yang selama ini kerap membanjiri Palembang. Untuk itu, ujarnya, Pemerintah Kota (Pemkot) Palembang telah melakukan studi pencegahan banjir dengan Japan International Corporation Agency (JICA) dan Lembaga Afiliasi Penelitian dan Industri (LAPI) Institut Teknologi Bandung (ITB). Menurutnya, JICA menyimpulkan penyebab terjadinya banjir di wilayah ini antara lain karena drainase dan kapasitas 15 kolam retensi atau kolam penyimpanan air yang ada sekarang sangat terbatas. Padahal permukaan Sungai Musi cukup tinggi dan sampah serta endapan lumpur juga sangat tebal. Studi tersebut menghasilkan master plan drainase Kota Palembang dan detail engineering design (DED) enam daerah aliran sungai (DAS). Keenam DAS itu adalah Sungai Sekanak, Bendung, Buah, Gasing, Borang, dan Sungai Sriguna. ''Dari master plan dan DED itulah disimpulkan bahwa Palembang masih membutuhkan 33 kolam retensi,'' katanya. Sementara itu, banjir saat ini bukan hanya merendam ratusan rumah penduduk di Kota Palembang. Sejumlah desa di Kecamatan Pemulutan, Kabupaten Ogan Ilir, seminggu terakhir juga dilanda banjir akibat meluapnya sejumlah anak Sungai Musi dan Sungai Ogan. Ratusan hektare (ha) tanaman padi yang baru berumur dua bulan di kabupaten ini juga hancur diterjang air. Beberapa desa di Kecamatan Pemulutan yang terkena banjir itu antara lain Desa Pelabuhan Dalam, Tanjung Akar, Ulak Aurstanding, Palu, Airgading, dan Desa Talang Pangeran. Penebangan liar Dari Banjarmasin dilaporkan, penyebab utama terjadinya banjir tahunan di sejumlah wilayah Kalimantan Selatan (Kalsel) diperkirakan akibat kerusakan kawasan hutan di Pegunungan Meratus. Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalsel kini memprioritaskan rehabilitasi kawasan hutan yang sebagian besar dalam kondisi kritis itu. ''Saat ini terjadi kerusakan yang cukup serius di kawasan hutan Pegunungan Meratus. Padahal Pegunungan Meratus merupakan satu-satunya kawasan hutan penyangga yang menjadi area tangkapan air di Kalsel,'' kata Kepala Dinas Kehutanan Kalsel Sonny Partono, kemarin. Kerusakan hutan yang ditengarai akibat maraknya kegiatan penebangan liar ini, ujarnya, menyebabkan hujan di Kabupaten Tabalong, yang ada di bagian hulu, tidak dapat ditampung dan mengalir ke sungai-sungai sekitar yang kemudian meluap. Kondisi ini, kata Sonny, sudah terjadi bertahun-tahun. Menurutnya, 10 dari 13 kabupaten/kota di Kalsel merupakan daerah rawan banjir. Wilayah tersebut adalah Kabupaten Tabalong, Hulu Sungai Utara, Hulu Sungai Tengah, Hulu Sungai Selatan, Tapin, Tanah Laut, Tanah Bumbu, Barito Kuala, Kabupaten Banjar, dan Kota Banjarmasin. Sedangkan anggota DPRD Kalsel Syaifullah Tamliha usai meninjau lokasi banjir di Kabupaten Tabalong, mengatakan saat ini pemerintah daerah harus segera mengambil langkah untuk menangani banjir di Kalsel. Langkah tersebut berupa pemberantasan penebangan liar di kawasan hutan pegunungan Meratus, sedangkan program jangka panjangnya adalah mengalihkan aliran Sungai Tabalong dan Sungai Balangan sehingga tidak mengancam permukiman penduduk. Di Palangkaraya, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalimantan Tengah (Kalteng) menyalurkan puluhan ton beras untuk korban bencana banjir di tiga kabupaten, yaitu Kabupaten Barito Utara, Barito Selatan, dan Kabupaten Murung Raya. Pelaksana Harian (Plh) Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kalteng Syahrin Daulay ketika dihubungi Media kemarin, mengatakan selain beras, pihaknya juga memberikan bantuan perlengkapan pertanian di bawah koordinasi Dinas Pertanian Kalteng. ''Selain beras, kita juga memberikan peralatan pertanian bagi para petani yang lahannya terkena banjir. Sedangkan bantuan dana belum dianggarkan, masih dalam pembahasan. Namun, apabila sangat diperlukan, kita akan keluarkan sesuai dengan kebijakan pimpinan daerah Kalteng,'' ujar Syahrin. Sedangkan untuk penanggulangan banjir jangka panjang, katanya, Pemprov Kalteng telah mengimbau kepada masyarakat agar tidak membangun rumah di tepi Sungai Barito karena daerahnya rendah sehingga berisiko banjir. ''Kita sangat berharap imbauan itu didengar oleh warga masyarakat agar mereka tidak lagi terkena banjir. Selain itu mereka juga diharapkan tetap menjaga lingkungan agar resapan air terjaga,'' ujarnya. Hal senada juga diungkapkan Kepala Badan Pengendalian dan Pengawasan Lingkungan Hidup Daerah (BPPLHD) Kalteng Syahrani Syahrin. Dia mengatakan, yang perlu diperhatikan saat ini adalah agar masyarakat tidak lagi melakukan pembabatan hutan dan menjaga lingkungan agar resapan air sungai dapat bekerja maksimal. (AY/DY/SS/N-1) Post Date : 07 April 2005 |