|
ISTANBUL - Tingginya pertumbuhan penduduk, buruknya penanganan sumber daya alam, serta bencana banjir dan kekeringan yang diperburuk dengan perubahan iklim menghalangi berbagai upaya yang dilakukan oleh negara-negara Asia untuk menyediakan air bersih dan sanitasi yang memadai. Kesulitan tersebut diungkapkan oleh para menteri negara Asia dalam sebuah acara terkait dengan World Water Forum di Istanbul, Turki, Jumat lalu. Dalam kegiatan yang diselenggarakan untuk memperingati Hari Air Dunia pada 22 Maret itu, para menteri negara Asia menyatakan bahwa mereka menghadapi tantangan besar untuk memenuhi melonjaknya permintaan air bersih, sekaligus melestarikannya. Menteri Air Cina Chen Lei mengatakan penduduknya kini kesulitan untuk memperoleh air yang tidak terdistribusi merata, bahkan terkadang sulit dijumpai. Penduduk Asia Pasifik mencapai 61 persen dari populasi dunia, tetapi sumber air hanya sepertiga dari total dunia. Setengah miliar penduduk di kawasan itu masih kesulitan memperoleh air layak minum dan 1,8 miliar tak memiliki akses terhadap sanitasi dasar. Dari sumber air terbarukan yang tersedia, 79 persennya tersedot untuk pertanian. Di beberapa pusat pertanian Asia, seperti Punjab di India dan dataran Cina Utara, ekstraksi air tanah yang tidak terisi kembali menyebabkan tabel air jatuh antara dua sampai 3 meter per tahun. Gletser di Himalaya, yang menjadi sumber air bagi kawasan itu, juga menyusut dengan cepat daripada tempat lain di dunia. Semua ini mempersuram prediksi pertanian, keamanan pangan, dan akses air bersih di kawasan itu. Menteri Pekerjaan Umum Indonesia Djoko Kirmanto mengatakan negara di Asia Tenggara kini mulai merasakan dampak perubahan iklim, yang mempengaruhi pola hujan dan panen. "Berbagai bencana terkait dengan air yang parah kian sering terjadi, semisal banjir, kekeringan, tsunami, hujan badai, longsor, sampai penyakit dan epidemi," ujarnya. AFP Post Date : 23 Maret 2009 |