|
Jakarta, kompas - Waduk Pluit, Jakarta Utara, memprihatinkan karena dipenuhi sampah, areanya pun menyempit, dirambah permukiman liar. Sebanyak 11 dari 13 saluran air masuk waduk dari Kali Jelangkeng rusak, dan saluran gendongnya pun tersumbat akibat dijejali tiang-tiang bangunan rumah liar. Pada hari Selasa (23/1), waduk dipenuhi sampah, yang tidak saja mengotori permukaan air, tetapi juga menyumbat saluran masuk (inlet). Saluran gendong sejauh tiga kilometer pun tak berfungsi maksimal karena terhalang tiang-tiang rumah liar dan sampah yang menyesaki saluran. Waduk Pluit berperan sebagai pengendali banjir, yakni menampung air dari Kali Jelangkeng, dan air Kali Besar yang mengalir lewat sebuah sodetan (dahulu sebagai bagian dari kanal Batavia). Meski ada satu mesin penjaring dan pengangkat sampah (ME-H), tidak semua sampah terangkut. Mesin milik PT Asiana Technologies Lestari itu beroperasi dua kali sekari, seperti dituturkan Aris Nainggolan, seorang karyawannya. Sekali beroperasi, mesin mengangkat 25 meter kubik sampah, atau total 50 meter kubik. Namun tetap ada sampah yang lolos. "Sampah yang lolos itu kemudian kita angkut lagi dengan alat berat. Sehari ada dua truk mengangkut total sekitar 70 ton sampah," kata Aris. Persoalannya, air pun tidak dapat mengalir lancar ke waduk. Sebab dari 13 saluran masuk, 11 di antaranya telah tersumbat sampah dan tidak bisa berfungsi. Tidak hanya itu, saluran gendong waduk, sebagai terusan Kali Jelangkeng ke arah laut telah dijejali tiang-tiang rumah liar. "Airnya tidak bisa mengalir dengan lancar. Sampah yang menyumbat saluran ini pun sulit dibersihkan, terutama di dasar kali," kata Dasuki (41), seorang warga Di sekitar tepi waduk dibangun ribuan rumah panggung liar, yang disebut kampung Muara Baru, Kebon Tebuh, Kelurahan Penjaringan. Bangun rumah lebih banyak terbuat dari kayu, triplek, dan senk bekas, namun ada juga yang permanen. Sistim poldek saluran gendong juga rusak dan poldeknya jadi gudang sampah daur ulang. Irfan Amtha, Kepala Suku Dinas Tata Air Jakarta Utara menuturkan, luas waduk berkurang. Semula 85 hektar, kini berkurang dua hektar karena bagian tepinya dirambah permukiman liar. "Sebenarnya pada tahun 2001 sudah ditertibkan, tetapi belakangan ini rumah-rumah itu penuh lagi. Kita perlu penertiban ulang di sana," kata Irfan menjelaskan. Dia mengakui, dari 13 saluran masuk waduk, 11 di antaranya rusak karena tersumbat sampah. Baik sampah permukaan, maupun sampah dasar kali yang sulit dibersihkan. Keadaannnya makin parah karena buruknya perilaku warga, yakni membuang sampah ke kali atau sungai.(CAL) Post Date : 24 Januari 2007 |