|
SEPINTAS, tak ada yang menarik dari penampilan Jaya. Lelaki berusia 61 tahun itu,-- orang sering memanggilnya Apih Jaya--hanyalah seorang lelaki tua yang kulitnya sudah keriput. Lazimnya orang yang sudah dimakan kerentaan, tenaga Apih Jaya sudah jauh berkurang. Bahkan, kerap kali tangannya bergetar saat memegang sebuah benda. Tapi, siapa sangka, di balik tubuh rentanya itulah Apih Jaya memiliki semangat juang yang menggebu-gebu. Dengan semangat itu pula, Apih Jaya, warga Kampung Cicariu RT 11/RW 004 Desa Sukamulya, Kec. Leles, Kab. Cianjur serta ayah 12 anak dan kakek dari 8 cucu itu, mampu bertahan menyelesaikan sebuah pekerjaan "raksasa" selama seperempat abad lebih. Ya, selama 26 tahun Apih Jaya berhasil membuat saluran air irigasi sepanjang 4,5 km dengan cara "memangkas" tebing cadas yang keras. Hebatnya, itu semua ia lakukan hanya dengan peralatan serba sederhana dan modal yang diambil dari koceknya sendiri. Hasilnya, air dari Sungai Ciderma pun mengalir ke ladang miliknya. Hasil kerja keras Apih Jaya tak hanya berguna bagi kelangsungan usahanya sendiri. Air yang mengalir melewati cadas di sepanjang Bukit Cipetir itu juga menjadi sumber penghidupan penduduk dan para tetangganya. Sedikitnya 10 hektare sawah yang ada di dua kampung, Kampung Cicariu, Desa Sukamulya dan Kampung Gandaria, Desa Purabaya (keduanya di Kec. Agrabinta), kini sudah merasakan menfaat dari usaha Apih Jaya. Cukup pantas jika kemudian Apih Jaya diganjar penghargaan oleh Bupati Cianjur, Ir. Wasidi Swastomo. Jika dihitung-hitung, sedikitnya Apih Jaya sudah mengeluarkan uang Rp 66 juta untuk menyelesaikan projek raksasanya itu. Uang sebesar itu ia gunakan untuk membeli peralatan dan mengupah beberapa orang yang membantu membuat saluran air. Ia mengupah orang lain ketika pekerjaannya ia nilai memang perlu bantuan orang lain. "Apih perlu bantuan dari orang lain untuk pekerjaan yang sangat berat seperti saat membelah tebing cadas yang terjal di lereng bukit. Kalau dilakukan sendiri, pekerjaan-pekerjaan yang berat itu pasti akan sulit Apih selesaikan. Makanya, Apih minta bantuan orang lain," ujar Apih Jaya yang ditemui usai menerima penghargaan dari bupati di Lapangan Desa Cariu, Kec. Cugenang, Kab. Cianjur, Rabu (11/5). Mengenai uang yang dipakainya untuk membangun saluran air tersebut, menurut Apih, semuanya berasal dari kocek sendiri dan sebagian besar adalah hasil patungan dari 12 anaknya. "Sebagian besar ongkos pembuatan saluran ini adalah hasil patungan anak-anak dan uang pribadi," kata Apih Jaya. Ia mengungkapkan, niatnya untuk membuat saluran air yang kini bisa mengairi puluhan hektare sawah tersebut berawal saat ia melihat besarnya potensi pertanian yang dimiliki oleh daerahnya. Namun, kendala yang dihadapi adalah terbatasnya sumber air yang akhirnya membuat ladang milik warga hanya mengandalkan pengairan curah hujan (tadah hujan). Memang, sumber air cukup tersedia, yakni dari Sungai Ciderma. Namun, jaraknya yang terlalu jauh dari sawah penduduk, yakni sekira 4,5 km, menjadi persoalan sendiri. Apalagi, di antara sungai dan sawah itu terbentang perbukitan terjal yang keras. Apih Jaya pun sadar, mengalirkan air dari Sungai Ciderma hingga bisa mengairi sawah penduduk, menjadi pekerjaan maha berat yang nyaris mustahil bisa dilakukan. Bukan saja jaraknya terlalu jauh, tapi juga medan yang teramat berat. Namun, Apih Jaya melihat kemungkinan lain. Dalam benaknya, sesuatu yang tak mungkin itu bisa mungkin. Tekadnya satu, ia harus bekerja keras dan tekun agar cadas terjal dan keras itu bisa ditembus dan air bisa mengalir. Ketika pertama kali memulai proyek raksasanya itu 26 tahun silam, tak ada gembar-gembor dari Apih Jaya. Secara perlahan tapi pasti, Apih Jaya mewujudkan impiannya itu dari hari ke hari. Ia melakukan rutinitas dengan mencangkul, mencongkel, melinggis, menimbris tanah, hingga memahat bebatuan untuk membuat sebuah saluran air. Pekerjaan tahap pertama dilakukan sepanjang 1,5 kilometer di Kampung Gandaria Desa Purabaya. Untuk menghasilkan saluran air sepanjang itu, selain dikerjakan sendiri, Apih Jaya pun mengeluarkan biaya sebesar Rp 22 juta. Aliran sepanjang itu bisa mengairi lahan seluas 4 hektare sawah. Setelah itu, proyek tahap kedua digarapnya dengan membuat saluran air sepanjang 3 km di Kampung Cicariu, Desa Sukamulya. Untuk pekerjaan itu, lagi-lagi Apih harus mengeluarkan biaya sebesar Rp 44 juta. Hasilnya, saluran air tersebut bisa mengairi sekira 6 hektare sawah. "Tidak ada niat lain, apalagi mencari keuntungan. Semua ini Apih lakukan dengan ikhlas dan Apih hanya ingin di sisa hidup ini bisa mewariskan sesuatu yang berarti bagi anak dan cucu. Mereka hidup sebagai petani, tentu akan membutuhkan saluran air untuk mengolah tanah," tutur Apih. Cita-citanya memang sudah terwujud. Ratusan orang warga pemilik ladang dan sawah, sudah merasakannya. Sawah milik mereka yang semula hanya bisa ditanami satu tahun sekali karena mengandalkan datangnya musim hujan, saat ini bisa ditanami padi satu tahun dua kali. Produksi padi pun bisa meningkat. Sebagai rasa terima kasih mereka atas jasa Apih Jaya, kini pamong Desa Sukamulya berusaha membantu Apih Jaya dengan meminta sumbangan kepada setiap pemilik sawah sebanyak 3 kuintal per tahun. Selain itu, atas rekomendasi Kepala Desa Sukamulya, apa yang dilakukan Apih Jaya dilaporkan ke Pemkab Cianjur. Setelah lebih dari seperempat abad, akhirnya aktivitas Apih Jaya diketahui oleh pejabat di tingkat kabupaten. Puncaknya, Pemkab Cianjur mengundang Apih untuk menerima penghargaan. Selain menerima ucapan selamat dan penghargaan dari Bupati Cianjur, Ir. Wasidi Swastomo, Apih Jaya juga mendapat bantuan dana dari pemerintah sebesar Rp 5 juta. "Bantuan dan penghargaan ini sebagai tanda terima kasih atas jasa yang diberikan Apih Jaya kepada daerah dan masyarakat Cianjur, dan kami berharap apa yang telah dilakukan Apih Jaya ini bisa dijadikan contoh dan mendorong warga lainnya untuk berbuat bagi kemajuan Cianjur," ujar Bupati Wasidi seusai memberi penghargaan pada Apih Jaya.(Anton Ramadhan/"PR") Post Date : 13 Mei 2005 |