Antre Air, Tradisi Kemarau di Bukit Menoreh

Sumber:Kompas - 14 Juli 2007
Kategori:Air Minum
Aliran air yang keluar dari Sendang (mata air) Kejoran mulai menyusut. Warga harus menunggu selama 15 menit untuk mengisi satu tangki jeriken berkapasitas 20 liter. "Tiap warga biasanya antre dengan membawa 6-8 jeriken," ujar Jumiyem (60) di Pedukuhan Clapar, Hargowilis, Kecamatan Kokap, Jumat (13/7).

Jumiyem mengaku akrab dengan sulitnya mencari air saat kemarau di pedukuhan yang terletak di Kabupaten Kulon Progo, DI Yogyakarta, itu. Sejak balita, dia terbiasa mencari air ke sendang. Dulu, dia menggendong kendil dan kini jeriken plastik.

Di sekitar mata air, pemerintah desa membangun kamar mandi umum tanpa atap. "Dulu ngambil airnya pakai siwur (batok kelapa)," tutur Jumiyem.

Namun, Jumiyem tetap harus bolak-balik hingga enam kali sehari sembari menggendong jeriken penuh air bersih sejauh 1,5 kilometer. Rasa lelah terobati karena dia tidak sendirian.

Pedukuhan Clapar memiliki lima mata air, yaitu Sendang Kejoran, Sendang Sumberejo, Pening, Ngringin, dan Bluwak. Semuanya digunakan oleh 1.200 warga atau 315 keluarga.

Hanya satu mata air yang sudah dibangun lengkap dengan kamar mandi tertutup. Lainnya masih terbuka, umumnya berada di bawah akar pohon besar.

Tahun-tahun sebelumnya, pasokan air bersih dari kelima mata air hanya bisa bertahan tiga bulan. Setelah itu, warga harus merogoh kocek untuk membeli air bersih. Satu tangki air Rp 150.000, biasanya dipakai untuk memasak selama 20 hari.

Hingga kini belum ada aliran air ke tiap rumah. Warga harus mandi, mencuci, hingga memberi minum ternak di sumber air. Biasanya penduduk mulai antre sejak pukul 02.00. Antrean kembali menyemut pada sore hari.

Menurut Sekretaris Dukuh Hargowilis Sutardi, kesulitan air di wilayahnya terutama karena kondisi daerah yang masih terisolasi. Terletak di puncak Perbukitan Menoreh, warga sulit mencapai perkotaan karena jalan-jalan yang belum diaspal.

Pembangunan jalan kabupaten, menurut Sutardi, tak lagi dilanjutkan sejak 1982. Buruknya akses menyebabkan tidak adanya angkutan umum. Warga harus menumpang truk jika ingin keluar Menoreh.

Di sisi lain, truk air juga sulit mencapai tempat tinggal warga. Truk tak akan kuat mengangkut air di jalan-jalan tak beraspal yang menanjak.

Tanah yang gersang menyebabkan tak seorang warga pun memiliki sumur. Sutardi pernah menggali hingga 17 meter, tetapi air tidak muncul.

Sejak menghuni Perbukitan Menoreh, warga akrab dengan bencana. Kekeringan saat kemarau, di musim hujan perbukitan yang tandus akan longsor, dan beberapa kali menimpa rumah.

Pemerintah Kabupaten Kulon Progo menyatakan akan membantu daerah yang kekeringan jika mengajukan permohonan bantuan air bersih. "Biasanya kami memohon bantuan jika air bersih sudah benar-benar habis," kata Sutardi. Mawar Kusuma



Post Date : 14 Juli 2007