Jakarta, Kompas - Kawasan selatan Indonesia akan mengalami krisis air pada pertengahan abad ini. Itu didasarkan data iklim sejak tahun 1955. Antisipasi menghadapi ancaman itu perlu segera dilakukan.
Demikian diungkapkan Kepala Pusat Perubahan Iklim dan Kualitas Udara Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Edvin Aldrian, Senin (20/6). Analisis berdasarkan prediksi iklim Meteorogical Research Institute dan data iklim BMKG.
Berdasarkan data curah hujan BMKG 1960-2000, curah hujan di Jawa 2.300 milimeter per tahun. Per bulan sekitar 200 mm yang tergolong tinggi. Namun, 80 persen jatuh pada musim hujan.
Saat kemarau, Mei-September, curah hujan hanya 20 persen dari volume hujan tahunan. Kondisi itu juga terjadi di pulau-pulau lain di selatan Indonesia, termasuk Bali dan Nusa Tenggara.
”Dari tahun ke tahun, volume curah hujan pada musim hujan makin tinggi, sebaliknya saat kemarau,” urai Edvin. Pada beberapa puluh tahun mendatang, wilayah yang akan tetap basah diperkirakan kawasan tengah dan utara Indonesia. Kawasan selatan mengering.
Ketimpangan distribusi curah hujan di antara dua musim itu, menurut Edvin, akan berdampak buruk bagi wilayah tanpa sistem irigasi atau bendungan. Minimnya curah hujan musim kemarau akan mengancam sentra padi.
Untuk mengantisipasi itu, perlu perubahan pola pengelolaan air hujan. Setiap rumah tangga paling tidak perlu punya sistem penampung air hujan dan daerah resapan.
Dari sisi pertanian, yang mungkin dilakukan adalah mengembangkan sistem pertanian dengan varietas tahan kering dan pemanfaatan daerah rawa untuk bertanam padi.
”Bila wilayah selatan akan kurang air, perlu dipikirkan pemindahan sentra pangan ke wilayah lain,” kata Edvin. Itu dilakukan China yang merelokasi daerah pertanian ke wilayah yang aman dalam jangka panjang.
Menurut pakar hidrologi yang juga Kepala Bidang Teknologi Pengendalian Pencemaran BPPT Arie Herlambang, penanganan sungai secara satu atap merupakan langkah yang perlu untuk menjaga stabilitas sumber daya air dan mereduksi ancaman bencana akibat krisis air dan banjir.
Hal senada diungkapkan Kepala BMKG Sri Woro B Harijono. Menghadapi dampak perubahan iklim, upaya perlu difokuskan pada rencana adaptasi. (YUN)
Post Date : 21 Juni 2011
|