|
Jakarta -- Wilayah-wilayah langganan banjir di Ibu Kota mulai menyiapkan diri menjelang musim hujan yang akan segera tiba. Pemerintah Kota Jakarta Barat, misalnya, akan mengumumkan lokasi-lokasi evakuasi. Sedangkan Pemerintah Kota Jakarta Utara membangun folder atau semacam waduk kecil untuk menampung air sebelum dibuang ke laut dengan bantuan pompa air. Wali Kota Jakarta Barat Djoko Ramadhan mengatakan sosialisasi lokasi-lokasi evakuasi dilakukan melalui kecamatan dan kelurahan dibantu pengurus RW dan RT. "Tujuannya agar penanganannya terpusat dan terkonsentrasi," katanya kepada Tempo di kantornya kemarin. Bahkan kemarin sudah dimulai simulasi penanggulangan banjir di Kelurahan Wijaya Kusuma. Menurut Wali Kota Jakarta Utara Effendi Anas, sudah dibangun delapan folder baru. "Tiga di Penjaringan, dua di Cilincing, dan tiga di Koja," ucap Effendi di kantornya. Wilayahnya sangat memerlukan folder karena 60 persen areanya di bawah permukaan laut. Badan Meteorologi dan Geofisika memperkirakan musim hujan dimulai pada pertengahan November. Namun, hujan dengan intensitas ringan sampai sedang sudah mulai dirasakan sejak sepekan lalu. "Untuk wilayah selatan Jakarta mulai pertengahan November," kata Kepala Subbidang Informasi Meteorologi Publik BMG Kukuh Ribudiyanto kemarin. Sedangkan di wilayah utara Jakarta, musim hujan tiba awal Desember. Djoko Ramadhan menuturkan, juga telah diidentifikasi 31 titik rawan banjir di Jakarta Barat, yang mayoritas di Kecamatan Kalideres, Cengkareng, dan Kembangan. Identifikasi itu akan menjadi acuan untuk mengestimasi jumlah penduduk yang terancam banjir. Pemerintah Jakarta Utara pun menyiapkan 48 titik drainase, 24 titik tanggul penahan air pasang atau rob, dan posko-posko penanggulangan banjir. Posko disiagakan di tiap kelurahan. Mochtar, penduduk Kelurahan Petogogan, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, mengaku pasrah terkena banjir, yang selalu datang sejak 1973. Ketinggian air biasanya 30 sentimeter, tapi pada banjir lima tahunan setinggi 3 meter. "Sudah biasa," ucapnya. Gianti, 32 tahun, warga Jalan Wijaya Timur VI, Petogogan, mengaku tak ada persiapan oleh kelurahan untuk mengurangi banjir. Tapi, kata Sekretaris Kelurahan Petogogan M. Syafei, meski daerah itu langganan banjir, jumlah penduduk stabil, yakni sekitar 11 ribu orang. Noor, 40 tahun, warga bantaran Kali Ciliwung, Jakarta Timur, menyatakan tak betah kebanjiran. Harta, benda, dan nyawa pasti hilang jika banjir datang. "Capek juga." Keluhan pria asal Tegal, Jawa Tengah, ini sama dengan tetangganya, Asma, 38 tahun. Mereka mengaku ingin segera hengkang dari bantaran kali itu. Tapi kondisi ekonomi tak memungkinkan. "Harga rumah di bantaran kali kan murah," kata Noor, yang bekerja sebagai pengumpul barang bekas. Jobpie S. | Rudy P | Tito S. | Muhammad Nur Rochmi | Mustafa Silalahi | Amirullah Post Date : 25 Oktober 2008 |